Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Imigrasi AS Tangkap Aktivis Pro-Palestina, Terancam Deportasi 

ilustrasi bendera Palestina. (unsplash.com/Ehimetalor Akhere Unuabona)

Jakarta, IDN Times - Petugas imigrasi Amerika Serikat (AS) menangkap aktivis pro-Palestina di lingkungan kampus Universitas Columbia, New York. Mahmoud Khalil ditangkap pada Sabtu (8/3/2025) malam waktu setempat. Padahal, Khalil merupakan pemegang kartu izin tinggal permanen (green card) yang sah.

Badan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) awalnya mengklaim akan mencabut visa pelajar Khalil. Namun, saat pengacara memberitahu bahwa Khalil adalah pemegang green card, petugas menyatakan akan mencabut status itu juga.

Kasus Khalil dinilai sebagai implementasi pertama dari kebijakan Presiden AS Donald Trump yang berjanji mendeportasi mahasiswa asing peserta demonstrasi pro-Palestina. Penangkapan terjadi sehari setelah pemerintah AS memangkas dana Universitas Columbia sebesar 400 juta dolar AS (sekitar Rp6,5 triliun).

Pengacara Khalil, Amy Greer, menilai penangkapan kliennya tidak dapat dibenarkan.

"Pemerintah tidak memberikan penjelasan mengapa klien saya ditahan. Mereka hanya menjalankan ancaman yang telah diutarakan sebelumnya," katanya, dilansir The Guardian. 

1. Kronologi penangkapan Khalil

Khalil ditangkap di apartemen milik universitas yang terletak beberapa blok dari kampus utama Columbia. Juru bicara Columbia menyatakan, penegak hukum harus menunjukkan surat perintah sebelum memasuki properti universitas. Namun, tidak diketahui apakah aparat telah menunjukkan surat penangkapan. 

Setelah penangkapan, Khalil dibawa ke pusat penahanan imigrasi di Elizabeth, New Jersey. Namun, istri Khalil yang merupakan warga negara AS dan sedang mengandung 8 bulan tidak menemukan suaminya di tempat penahanan.

Para ahli hukum menjelaskan pencabutan green card merupakan hal yang jarang terjadi. Biasanya pencabutan hanya dilakukan setelah pemegang kartu terbukti melakukan tindak pidana melalui proses pengadilan.

Proses pencabutan green card memerlukan waktu panjang dan pemeriksaan menyeluruh. Pemegang kartu memang bisa ditahan selama proses berlangsung, namun tidak bisa langsung dideportasi sebelum ada keputusan final dari pengadilan.

Menanggapi penangkapan ini, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio berjanji akan terus menindak tegas pendukung Hamas di Amerika.

"Kami akan mencabut semua izin tinggal para pendukung Hamas dan memulangkan mereka ke negara asal," ujarnya.

2. Kiprah Khalil sebagai aktivis pro-Palestina

Khalil telah menjadi salah satu tokoh penting dalam aksi demonstrasi pro-Palestina di Universitas Columbia tahun lalu. Mahasiswa keturunan Palestina-Aljazair ini berperan sebagai juru bicara sekaligus penengah antara demonstran dan pihak kampus. Para mahasiswa saat itu menggelar aksi dengan mendirikan tenda-tenda protes di area kampus.

Melansir NYT, Khalil merupakan lulusan program magister Hubungan Internasional Universitas Columbia. Dia juga pernah bekerja sebagai staf Kedutaan Besar Inggris di Lebanon.

Pihak kampus sempat membentuk komite khusus bernama Office of Institutional Equity. Lembaga ini bertugas menyelidiki mahasiswa yang mengkritik kebijakan Israel. Khalil pernah dijatuhi hukuman karena aktivitasnya, namun dicabut setelah pengacaranya mengajukan banding.

Gelombang protes yang dipimpin Khalil menuntut pihak kampus untuk tidak lagi berinvestasi di perusahaan yang terkait Israel. Para demonstran juga menyerukan gencatan senjata di Gaza yang telah merenggut puluhan ribu nyawa warga Palestina.

Dalam wawancara beberapa jam sebelum ditangkap, Khalil sempat mengungkap kekhawatirannya akan pemerintahan Trump.

"Trump menjadikan demonstran sebagai kambing hitam agenda politiknya melawan dunia pendidikan tinggi dan universitas elit Amerika," tuturnya, dilansir Al Jazeera. 

3. Tanggapan soal penangkapan Khalil

Penangkapan ini memicu kekhawatiran soal pembungkaman suara kritis di lingkungan kampus. Berbagai organisasi hak sipil menilai tindakan pemerintah AS melanggar kebebasan berbicara yang dijamin konstitusi.

Kelompok pemantau hak-hak sipil New York Civil Liberties Union menyebut peristiwa ini mengingatkan pada era 1950-an. Saat itu, pemerintah AS kerap melakukan penangkapan dan pengusiran terhadap orang-orang yang dituduh komunis tanpa bukti kuat.

New York Immigration Coalition mendesak otoritas imigrasi segera membebaskan Khalil.

"Penangkapan ini melanggar hak-hak asasi dan proses hukum yang seharusnya dilindungi konstitusi AS. Pencabutan green card hanya bisa dilakukan melalui hakim imigrasi. Tindakan melawan hukum ini menunjukkan upaya pemerintah menyebarkan ketakutan dan menjalankan agenda rasis," ujar Murad Awawdeh, dari New York Immigration Coalition.

Namun, Asosiasi Alumni Yahudi Universitas Columbia justru mendukung penahanan Khalil. Mereka menyebut Khalil sebagai provokator demonstrasi tanpa memberikan bukti.

Pihak Universitas Columbia sendiri memilih tidak memberikan pernyataan resmi terkait penangkapan ini. Sementara itu, anggota Dewan Kota New York dari Queens, Zohran Mamdani, melihat peristiwa ini sebagai cerminan meningkatnya sikap otoriter pemerintahan Trump.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us