Indonesia Ingin G77 Lebih Relevan untuk Negara Berkembang

- Indonesia menekankan perlunya reformasi institusi keuangan internasional, terutama IMF dan Bank Dunia.
- Indonesia menggunakan forum G77 untuk menyuarakan isu strategis nasional.
- Pertemuan tingkat menteri pertama G77 berlangsung di Alger, Aljazair, pada 1967, dan menghasilkan Piagam Alger.
New York, IDN Times – Indonesia kembali menegaskan komitmennya untuk memperkuat multilateralisme dalam pertemuan tingkat menteri Group of 77 (G77) di sela Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di New York. Pertemuan ini mengangkat tema ‘Strengthening multilateralism for sustainable development: advancing the priorities of the Global South in the context of the 80th anniversary of the United Nations.’
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Tri Tharyat menegaskan, G77 merupakan wadah penting bagi negara-negara berkembang untuk menyuarakan kepentingannya di tengah dinamika global. Menurutnya, suara negara-negara Global South harus semakin diperhitungkan dalam tatanan internasional.
“G77 adalah rumah bagi Global South. Melalui forum ini kita ingin memastikan suara negara berkembang benar-benar terdengar dalam arsitektur global,” ujar Tri, dikutip Jumat (26/9/2025).
Indonesia menilai, forum G77 menjadi momentum tepat untuk menegaskan arah pembaruan tata kelola global, khususnya di bidang ekonomi dan pembangunan. Dalam pandangan Indonesia, reformasi nyata sangat dibutuhkan agar lembaga-lembaga internasional tetap relevan dan dapat menjawab kebutuhan zaman.
1. Dorongan reformasi IMF dan Bank Dunia

Dalam pidatonya, Tri menekankan perlunya reformasi institusi keuangan internasional, terutama IMF dan Bank Dunia. Menurutnya, kedua lembaga tersebut kini sudah jauh berbeda dari saat pertama kali didirikan dan belum sepenuhnya menjawab tantangan pembangunan negara berkembang.
“Reformasi nyata dibutuhkan agar IMF dan World Bank benar-benar relevan dan berpihak pada pembangunan negara-negara berkembang,” tegasnya.
Indonesia menekankan, ketimpangan global harus diatasi dengan keberanian untuk memperbaiki arsitektur ekonomi internasional. Negara-negara berkembang tidak boleh lagi hanya menjadi penerima dampak kebijakan, melainkan harus ikut menjadi penentu arah kebijakan global.
Selain itu, Tri menyebut Indonesia menggunakan forum G77 untuk menyuarakan isu strategis nasional, mulai dari hilirisasi industri, pembiayaan pembangunan, hingga hak atas pembangunan. Langkah ini sekaligus menegaskan konsistensi Indonesia dalam membawa kepentingan nasional sejalan dengan solidaritas negara-negara berkembang.
2. China gabung dalam negosiasi

G77 pertama kali dibentuk pada 15 Juni 1964 melalui Joint Declaration yang ditandatangani 77 negara berkembang dalam Konferensi UNCTAD di Jenewa. Sejak awal, forum ini berfungsi sebagai sarana memperkuat kerja sama ekonomi dan pembangunan. Kini, dengan bergabungnya Republik Rakyat China dalam berbagai negosiasi, forum ini dikenal sebagai G77 and China, dengan total 134 negara anggota.
Pertemuan tingkat menteri pertama G77 berlangsung di Alger, Aljazair, pada 1967, dan menghasilkan Piagam Alger. Dokumen itu menegaskan komitmen untuk memperkuat kerja sama negara berkembang dalam berbagai sektor, mulai dari perdagangan komoditas, industri manufaktur, pendanaan pembangunan, hingga logistik.
G77 tidak memiliki struktur organisasi baku. Forum ini hanya dipimpin oleh satu negara ketua yang bertugas selama satu tahun untuk mengoordinasikan agenda internal maupun eksternal. Pada 2025, Irak menjadi ketua G77 yang bertanggung jawab atas jalannya pertemuan.
Selain itu, G77 juga memiliki Perez-Guerrero Trust Fund (PGTF) yang digunakan untuk mendukung riset dan proyek pembangunan di negara anggota. Hingga September 2024, PGTF telah menyelesaikan 295 proyek, termasuk 31 proyek yang melibatkan Indonesia di sektor energi, kesehatan, lingkungan, hingga kerja sama teknologi antarnegara berkembang.
3. Peran strategis Indonesia di G77

Indonesia memandang G77 bukan hanya sekadar forum diplomasi, tetapi juga ruang strategis untuk memperjuangkan kepentingan pembangunan nasional. Tri menegaskan, keterlibatan aktif Indonesia di G77 merupakan bagian dari upaya mendorong tata kelola global yang lebih adil.
“Indonesia terus memaksimalkan peran di G77, tidak hanya untuk kepentingan nasional tetapi juga untuk mendorong keadilan global,” tutur Tri.
Dalam kerangka tersebut, Indonesia menilai penting untuk menjadikan G77 sebagai motor penggerak kerja sama Global South. Forum ini juga menjadi sarana untuk memastikan agar multilateralisme tetap relevan, di tengah tantangan fragmentasi dan rivalitas geopolitik.
Tri menambahkan, melalui solidaritas antar-negara berkembang, G77 dapat memainkan peran penting dalam menyeimbangkan kepentingan global. Indonesia pun menekankan agar forum ini lebih adaptif terhadap isu-isu baru, termasuk transisi energi, inovasi digital, dan pembangunan berkelanjutan.