Ingatkan Bahaya Tarif Resiprokal AS, PM Singapura Tuntut Dunia Waspada

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong angkat bicara soal tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS). Wong mengatakan, Singapura harus waspada terhadap bahaya yang akan datang.
Dalam videonya, Wong menuturkan, Singapura harus bersiap menghadapi guncangan yang akan lebih banyak datang ke depannya.
"Kita harus waspada terhadap bahaya yang sedang berkembang di dunia. Lembaga-lembaga global semakin melemah, norma-norma internasional juga semakin terkikis," ucap Wong dalam video yang ia bagikan di akun media sosialnya, Jumat (4/4/2025).
Menurutnya, akan semakin banyak negara yang bertindak berdasarkan kepentingan pribadi saat ini. Bahkan, bisa menggunakan kekerasan atau tekanan untuk mencapai keinginan mereka. "Ini adalah kenyataan pahit dunia kita saat ini," ujar Wong.
1. Dunia memasuki fase proteksionis dan berbahaya

Tarif resiprokal yang diumumkan Presiden AS Donald Trump pada Kamis lalu digambarkan sebagai 'perubahan besar dalam tatanan global'. Wong menekankan, dengan langkah tersebut era globalisasi berbasis aturan dan perdagangan bebas telah berakhir.
Menurutnya, dunia memasuki fase baru yang lebih sewenang-wenang, proteksionis dan berbahaya.
"Selama beberapa dekade, AS merupakan landasan bagi ekonomi pasar bebas dunia. AS memperjuangkan perdagangan bebas, dan memimpin upaya untuk membangun sistem perdagangan multilateral, yang ditopang oleh aturan dan norma yang jelas, di mana negara-negara dapat memperoleh manfaat yang saling menguntungkan melalui perdagangan," katanya.
Baginya, sistem Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membawa stabilitas dan kemakmuran bagi dunia, termasuk bagi AS sendiri. Wong mengakui sistemnya tidak sempurna bahkan Singapura dan beberapa negara lain menyerukan reformasi untuk memperbarui aturan dan membuat sistem menjadi lebih baik.
"Namun, yang dilakukan AS saat ini bukanlah reformasi. AS mengabaikan seluruh sistem yang telah diciptakannya. Pendekatan barunya berupa tarif resiprokal ini, negara demi negara, merupakan penolakan total terhadap kerangka kerja WTO," ujar Wong menegaskan.
2. Singapura tak akan balas tarif resiprokal

Singapura dikenakan tarif 10 persen oleh AS, salah satu yang terendah dibanding negara Asia Tenggara lainnya. Mungkin dampak langsungnya belum terlihat, kata Wong, namun implikasi tarif bisa lebih luas dan serius jika negara lain mengikuti jejak AS dan menjauh dari WTO.
"Jika negara lain mengadopsi pendekatan sama, itu akan menimbulkan masalah bagi semua negara, terutama negara kecil seperti Singapura. Kita berisiko terdesak, terpinggirkan dan tertinggal," tutur Wong.
Respons global yang kuat terhadap tarif Amerika diperkirakan akan terjadi, kata PM Wong. Sementara Singapura telah memutuskan untuk tidak mengenakan tarif pembalasan, ia memperingatkan bahwa negara lain mungkin tidak akan melakukan pengekangan yang sama.
Menurutnya, hanya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya perang dagang global yang dahsyat dengan ketidakpastian dan membebani perdagangan, investasi dan pertumbuhan ekonomi.
“Perdagangan dan investasi internasional akan terpuruk, dan pertumbuhan global akan melambat. Singapura akan mengalami pukulan yang lebih besar daripada yang lain, karena ketergantungan kita yang besar pada perdagangan,” kata PM Wong.
3. Realitas pahit yang risikonya nyata
Wong menuturkan, terakhir kali dunia mengalami hal seperti ini adalah pada tahun 1930-an. Ia mencatat bagaimana perang dagang kemudian meningkat menjadi konflik bersenjata dan akhirnya Perang Dunia Kedua.
“Tidak seorang pun dapat mengatakan bagaimana situasi saat ini akan berkembang dalam beberapa bulan atau tahun mendatang. Namun, kita harus waspada terhadap bahaya yang sedang berkembang di dunia,” kata PM Wong.
Realitas pahit yang saat ini dirasakan dunia adalah lembaga-lembaga global semakin melemah, dan norma-norma internasional semakin terkikis. Ia menggarisbawahi bagaimana semakin banyak negara akan bertindak berdasarkan kepentingan pribadi yang sempit, dan menggunakan kekuatan atau tekanan untuk mencapai tujuan mereka.
Wong menegaskan, di tengah ketidakpastian ini, Singapura akan tetap waspada sambil terus membangun kemampuan dan memperkuat jaringan kemitraan dengan negara yang berpemikiran sama.
“Kita lebih siap daripada banyak negara lain, dengan cadangan, kohesi, dan tekad kita. Namun, kita harus bersiap menghadapi lebih banyak guncangan yang akan datang,” katanya.
Ia menilai ketenangan dan stabilitas global kemungkinan tidak akan kembali dalam waktu dekat. Namun, semua harus waspada karena risikonya nyata.
“Saya berbagi ini dengan Anda agar kita semua dapat siap secara mental. Agar kita tidak lengah. Jangan sampai kita terbuai dalam rasa puas diri. Risikonya nyata. Taruhannya tinggi," seru Wong.