Inggris Tangkap 466 Pendukung Grup Palestine Action

- Pelarangan picu aksi pembangkangan sipil
- Respons keras pemerintah dan aparat
- Kelompok HAM kritik penangkapan massal
Jakarta, IDN Times - Kepolisian London menangkap total 474 orang dalam sebuah demonstrasi di Parliament Square, Inggris, pada Sabtu (9/8/2025). Sebanyak 466 orang di antaranya ditahan karena menunjukkan dukungan terhadap Palestine Action, sebuah kelompok aktivis yang telah dilarang oleh pemerintah.
Total penangkapan tersebut menjadi yang tertinggi untuk satu operasi oleh Kepolisian Metropolitan dalam sepuluh tahun terakhir. Demonstrasi ini diorganisir oleh kelompok kampanye Defend Our Juries sebagai respons atas larangan terhadap Palestine Action yang kini diklasifikasikan sebagai organisasi teroris.
1. Pelarangan picu aksi pembangkangan sipil
Pemerintah Inggris melarang Palestine Action setelah para aktivisnya membobol pangkalan udara RAF Brize Norton pada Juni lalu. Dalam insiden tersebut, mereka merusak dua pesawat militer dengan menyemprotkan cat merah sebagai bentuk protes.
Akibat status larangan ini, dukungan terhadap Palestine Action menjadi tindak pidana di bawah Undang-Undang Terorisme tahun 2000. Siapa pun yang terbukti bersalah dapat menghadapi ancaman hukuman penjara hingga 14 tahun.
Ratusan demonstran melakukan aksi pembangkangan sipil dengan duduk damai di Parliament Square. Mereka membentangkan papan bertuliskan "Saya menentang genosida. Saya mendukung Palestine Action".
Aksi ini menarik peserta dari berbagai kalangan, termasuk para lansia dan figur publik yang khawatir akan kebebasan sipil di Inggris. Musisi Robert Del Naja dari grup Massive Attack, turut hadir dalam aksi protes.
"Kebebasan sipil Inggris terperangkap dalam krisis yang dibuat-buat. Warga negara yang damai dan berhati nurani, termasuk para pensiunan, telah menjadi teroris, atas kehendak seorang pengacara hak asasi manusia yang berubah menjadi otoriter," ujar Del Naja, dikutip dari The Guardian.
2. Respons keras pemerintah dan aparat
Kepolisian Metropolitan mengerahkan aparat dalam jumlah besar untuk menghadapi demonstrasi tersebut. Petugas bahkan didatangkan dari kesatuan polisi lain untuk membantu pengamanan di ibu kota.
Aparat menangkap para pengunjuk rasa yang memegang papan dukungan untuk Palestine Action. Mereka yang identitasnya dapat dikonfirmasi kemudian dibebaskan dengan jaminan bersyarat agar tidak mengikuti aksi serupa di kemudian hari.
Menteri Dalam Negeri Inggris, Yvette Cooper, membela keputusan pemerintah dan berterima kasih kepada polisi atas tindakan mereka.
"Banyak orang mungkin belum mengetahui realitas organisasi ini, tetapi penilaiannya sangat jelas, ini bukan organisasi non-kekerasan. Keamanan nasional dan keselamatan publik Inggris harus selalu menjadi prioritas utama kami," kata Cooper.
Pemerintah Inggris juga menyebut bahwa larangan ini tidak ditujukan untuk kebebasan memprotes hak-hak Palestina secara umum. Aturan tersebut hanya berlaku secara spesifik untuk organisasi Palestine Action yang dinilai telah melakukan tindakan kriminal serius.
3. Kelompok HAM kritik penangkapan massal

Penangkapan massal ini langsung memicu kecaman dari kelompok hak asasi manusia Amnesty International. Mereka menyebut tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap kewajiban internasional Inggris untuk melindungi hak berekspresi dan berkumpul secara damai.
Kepala Eksekutif Amnesty International, Sacha Deshmukh, mengkritik perlakuan terhadap para pengunjuk rasa. Ia juga menyoroti kelemahan dalam undang-undang terorisme di Inggris yang dinilai terlalu luas.
"Para pengunjuk rasa di Parliament Square tidak menghasut kekerasan dan sama sekali tidak proporsional hingga terkesan absurd untuk memperlakukan mereka sebagai teroris. Kami telah lama mengkritik undang-undang terorisme Inggris yang terlalu luas dan ambigu serta menjadi ancaman bagi kebebasan berekspresi," ujarnya, dilansir dari BBC.
Di jalur hukum, pelarangan ini juga menghadapi perlawanan. CNN melansir, salah satu pendiri Palestine Action, Huda Ammori, telah mendapat izin dari Pengadilan Tinggi untuk mengajukan tinjauan yudisial atas keputusan pemerintah.
Kritik juga datang dari kalangan politisi, seperti anggota parlemen dari Partai Buruh, John McDonnell, yang menyebut penangkapan itu sebagai sebuah aib. Lebih dari 350 akademisi dari seluruh dunia telah menandatangani surat terbuka yang mengecam larangan tersebut dan mendukung para aktivis.