Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ikuti Prancis, Inggris Akan Akui Negara Palestina Sebelum September

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer. (Simon Dawson / No 10 Downing Street, OGL 3, via Wikimedia Commons)
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer. (Simon Dawson / No 10 Downing Street, OGL 3, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Inggris akan mengakui negara Palestina sebelum September 2025
  • Kritik keras Israel terhadap keputusan Inggris, sambutan positif dari Palestina
  • Pengakuan Palestina sebagai bagian dari rencana perdamaian Eropa, tekanan dari internal Partai Buruh

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Inggris menyatakan akan mengakui negara Palestina paling lambat September 2025. Hal ini diumumkan langsung oleh Perdana Menteri (PM) Keir Starmer dalam rapat kabinet darurat, Selasa (29/7/2025).

Langkah ini bisa terjadi sebelum Sidang Umum PBB di New York, dan menjadi pengakuan paling eksplisit yang pernah diungkapkan Inggris terkait Palestina, dengan tenggat dan syarat-syarat yang jelas.

“Starmer menegaskan tidak ada kesetaraan antara Israel dan Hamas. Tuntutan kami terhadap Hamas tetap: bebaskan sandera, setuju pada gencatan senjata, mundur dari pemerintahan Gaza, dan melucuti senjata mereka,” tulis pernyataan resmi pemerintah, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (30/7/2025).

1. Langkah Berani Inggris, Kritik Keras dari Israel

ilustrasi bendera Israel (pexels.com/Oren Noam Gilor)
ilustrasi bendera Israel (pexels.com/Oren Noam Gilor)

Israel bereaksi keras terhadap pengumuman ini. Kementerian Luar Negeri Israel menyebut rencana Inggris sebagai ‘hadiah bagi Hamas’ yang justru akan merusak peluang untuk mencapai gencatan senjata baru.

Dalam pernyataan di platform X, Israel memperingatkan langkah ini dapat menghancurkan setiap harapan perdamaian. Israel sendiri melanggar gencatan senjata terakhir yang dinegosiasikan pada Maret lalu.

Sebelum mengumumkan keputusan ke publik, Starmer dilaporkan telah menyampaikan rencana tersebut secara pribadi kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melalui sambungan telepon. Namun, isi percakapan mereka tidak diungkap ke publik.

Di sisi lain, Duta Besar Palestina untuk Inggris, Husam Zomlot menyambut positif rencana pengakuan tersebut. Ia menyebutnya sebagai tindakan bersejarah dan bermakna secara moral.

Zomlot menyebut, pengakuan itu sebagai langkah penting dalam mengoreksi ketidakadilan akibat Deklarasi Balfour tahun 1917, yang membuka jalan bagi pendirian negara Israel.

“Pengakuan ini harus menjadi bagian dari proses yang lebih luas yang berakar pada keadilan dan hukum internasional, dimulai dari penghentian genosida di Gaza hingga rekonstruksi dan pertanggungjawaban atas kejahatan perang,” tulis Zomlot.

2. Tekanan dari internal Partai Buruh

ilustrasi ruang parlemen Inggris (Twitter.com/UK House of Commons)
ilustrasi ruang parlemen Inggris (Twitter.com/UK House of Commons)

Pergeseran sikap ini muncul seiring meningkatnya tekanan dari dalam Partai Buruh sendiri. Lebih dari separuh anggota parlemen dari fraksi Buruh mendesak Starmer untuk segera mengakui negara Palestina sebagai bentuk tekanan terhadap Israel agar kembali ke meja perundingan.

Anggota parlemen Sarah Champion, yang menggagas surat terbuka kepada PM mengatakan, meski tidak pernah ada “waktu yang sempurna” untuk pengakuan, saat ini mungkin menjadi kesempatan terakhir untuk menyelamatkan solusi dua negara.

“Sekarang atau tidak sama sekali, jika kita percaya bahwa rakyat Palestina berhak mendapatkan pengakuan,” ujarnya.

Starmer pun membela waktu dan syarat pengumuman ini. Ia mengatakan, situasi yang “tak tertahankan” di Gaza dan memudarnya prospek solusi dua negara menjadi dasar keputusan tersebut.

“Saya khawatir ide solusi dua negara kini terasa lebih jauh dari sebelumnya. Pengakuan Palestina ini ditujukan untuk menghidupkan kembali harapan itu,” katanya.

3. Bagian dari Rencana Perdamaian Eropa

Ilustrasi bendera Inggris (pexels.com/Lina Kivaka)
Ilustrasi bendera Inggris (pexels.com/Lina Kivaka)

Pengakuan Palestina ini merupakan bagian dari rencana perdamaian delapan poin yang tengah disusun Inggris bersama sejumlah mitra Eropa. Minggu lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron juga menyatakan negaranya akan secara resmi mengakui negara Palestina.

Sebelumnya, negara-negara Uni Eropa seperti Norwegia, Spanyol, dan Irlandia telah terlebih dulu melakukan pengakuan serupa.

Namun, analis politik senior Al Jazeera, Marwan Bishara, menyatakan skeptis terhadap retorika dari para pemimpin Barat. Ia menyebut mereka tetap mendukung Israel dalam perang di Gaza, bahkan ketika bicara soal keadilan.

“Mereka tidak dalam posisi berbicara tentang perdamaian jika masih menjadi bagian dari genosida,” kritik Bishara.

Ia juga menyoroti kurangnya kejelasan mengenai bentuk negara Palestina yang dimaksud. Apakah hanya sebagian kecil Tepi Barat, atau seluruh wilayah yang diduduki sejak 1967 termasuk Yerusalem Timur dan Gaza.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us