Israel Perluas Operasi di Gaza, Mau Bangun Koridor Keamanan Baru

- Israel mengumumkan ekspansi operasi militer di Jalur Gaza.
- Koridor Morag akan menjadi koridor keamanan ketiga yang dibangun Israel di Gaza.
- Operasi baru ini menimbulkan kritik dari Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang Israel.
Jakarta, IDN Times - Israel mengumumkan ekspansi operasi militer di Jalur Gaza dengan mencaplok lebih banyak wilayah untuk dijadikan koridor keamanan baru.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyatakan negaranya sedang membangun koridor baru bernama "Koridor Morag". Rencananya, koridor ini akan memisahkan Kota Rafah dari Khan Younis di selatan Gaza.
Militer Israel telah mengerahkan Divisi ke-36 ke Gaza untuk operasi ofensif terbaru ini pada Rabu pagi (2/4/2025).
"Malam ini, kami telah mengubah strategi di Jalur Gaza. Militer Israel akan mencaplok lebih banyak wilayah, menyerang militan dan menghancurkan infrastruktur," kata Netanyahu, dikutip dari Times of Israel.
1. Israel bangun koridor ketiga
Koridor Morag akan menjadi koridor keamanan ketiga yang dibangun Israel di Gaza. Koridor ini melengkapi Koridor Philadelphi di perbatasan Gaza-Mesir dan Koridor Netzarim yang memisahkan Gaza Utara dari Selatan. Nama "Morag" merujuk pada pemukiman Israel yang pernah berdiri di antara Rafah dan Khan Younis sebelum Israel menarik diri dari Gaza pada 2005.
Melansir The Guardian, kelompok HAM Israel Gisha melaporkan Israel sudah menguasai 17 persen wilayah Gaza (62 kilometer persegi) sejak Oktober 2023. Pencaplokan ini merupakan strategi Israel untuk memaksa Hamas menerima syarat gencatan senjata dan membebaskan para sandera.
Netanyahu maupun Katz tidak menjelaskan berapa banyak wilayah Palestina yang akan dikuasai Israel dalam operasi terbaru ini. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang rencana jangka panjang Israel terhadap wilayah Gaza. Pasukan Israel terus maju dari utara dan selatan, sambil mengusir warga sipil ke arah Gaza tengah.
"Kami sekarang memotong Jalur Gaza dan meningkatkan tekanan agar mereka mengembalikan sandera kami," ujar Netanyahu.
2. Keluarga sandera Israel kritik operasi militer terbaru
Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang Israel mengkritik operasi baru ini. Mereka mengaku terkejut ketika mendengar pengumuman operasi ini.
"Kami ngeri bangun pagi ini mendengar pengumuman menteri pertahanan tentang perluasan operasi militer di Gaza. Apakah telah diputuskan untuk mengorbankan sandera demi keuntungan teritorial?" ungkap kelompok tersebut, dilansir Arab News.
Israel melanjutkan serangan di Gaza pada 18 Maret 2025, mengakhiri gencatan senjata yang berlangsung hampir dua bulan. Serangan tersebut telah menewaskan lebih dari 1.000 warga Palestina sejak itu. Total korban tewas di Gaza sejak perang dimulai telah mencapai 50.423 orang.
Upaya perdamaian yang dimediasi Qatar dan Mesir juga belum berhasil. Hamas menginginkan kembali ke kesepakatan Januari dengan gencatan senjata permanen untuk pembebasan semua sandera. Sementara Israel hanya mau bertukar sandera dan membuka aliran bantuan tanpa menghentikan perang atau menarik pasukannya dari Gaza, dilansir Al Jazeera.
3. Krisis kemanusiaan di Gaza
Pada Senin (31/3/2025), militer Israel memerintahkan seluruh penduduk Rafah untuk mengungsi. Sehari kemudian, perintah pengungsian diperluas ke Beit Hanoon, Beit Lahiya, dan daerah sekitarnya di utara Gaza.
Serangan udara Israel pada Rabu siang (3/4/2025) menewaskan setidaknya 19 orang di klinik kesehatan Jabalia, termasuk sembilan anak-anak. Sementara itu, 12 orang lainnya tewas ketika pasukan Israel menyerang sebuah bangunan di Khan Younis selatan. Militer Israel mengklaim telah menyerang pusat komando Hamas di kamp pengungsi Jabalia.
Juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), Olga Cherevko, mengatakan lebih dari 60 persen Gaza sekarang dianggap sebagai area terlarang akibat perintah evakuasi Israel. OCHA menyebut puluhan ribu warga sipil melarikan diri dari Rafah di tengah tembakan.
Krisis kemanusiaan semakin parah ketika seluruh toko roti di Gaza terpaksa tutup akibat kekurangan tepung dan gas memasak. Israel memberlakukan blokade total pada 2 Maret 2025. Blokade ini menjadi yang terlama sepanjang konflik berlangsung.