Salip Tokyo, Jakarta Dinobatkan PBB Sebagai Kota Terpadat di Dunia

- Jakarta dinobatkan sebagai kota terpadat di dunia, menggeser posisi Tokyo yang kini berada di peringkat ketiga.
- Penduduk perkotaan telah meningkat pesat, mencakup hampir separuh dari 8,2 miliar penduduk dunia. Sembilan dari 10 kota terpadat menurut laporan PBB berada di Asia.
- Jumlah penduduk Jakarta yang sangat besar menimbulkan tantangan besar, seperti kemacetan lalu lintas, polusi, banjir, dan masalah akibat naiknya permukaan air laut.
Jakarta, IDN Times - Laporan terbaru PBB menobatkan Jakarta sebagai kota terpadat di dunia, menggeser posisi Tokyo yang kini berada di peringkat ketiga. PBB menggunakan metodologi baru yang memberikan gambaran lebih akurat tentang urbanisasi pesat yang mendorong pertumbuhan megakota.
Dengan populasi hampir 42 juta jiwa, posisi Jakarta telah melonjak dari peringkat ke-33 pada 2018, ketika ibu kota Jepang berada di posisi teratas. Peringkat teratas Jakarta diikuti oleh Dhaka dengan populasi 37 juta jiwa dan Tokyo di posisi ketiga dengan populasi 33 juta jiwa, dilansir The Guardian.
PBB memproyeksikan bahwa Dhaka akan menjadi kota terpadat di dunia dengan 52,1 juta penduduk pada 2050. Sementara itu, populasi Tokyo diperkirakan akan turun sebesar 2,7 juta jiwa, yang diakibatkan krisis penuaan dan populasi di Jepang.
1. Tokyo ikuti tren penurunan populasi di Jepang

Laporan PBB menyebut bahwa populasi Tokyo sebanyak 33 juta jiwa tersebar di wilayah yang luas, meliputi prefektur Saitama, Chiba, dan Kanagawa di sekitarnya. Kanagawa sendiri mencakup Yokohama yang memiliki penduduk sebanyak 3,7 juta jiwa.
Wilayah Tokyo yang digunakan dalam studi PBB mencerminkan penurunan populasi di Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Otoritas setempat mengatakan, populasi di 23 distrik khusus dan 26 kota kecil yang disebut Tokyo proper saat ini memiliki penduduk sedikit di atas 14 juta, naik sedikit dari 13,2 juta pada satu dekade lalu.
Migrasi bersih ke ibu kota Jepang itu sempat melambat selama pandemi Covid-19. Menurut Kementerian Dalam Negeri, tren ini kembali pulih setelah didorong oleh masuknya kaum muda yang mencari peluang kerja dan pendidikan.
2. Penduduk perkotaan meningkat pesat

Jumlah penduduk perkotaan telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1950. Kini, penduduk perkotaan mencakup hampir separuh dari 8,2 miliar penduduk dunia. Menurut laporan PBB, pada 2050 dua pertiga pertumbuhan penduduk global diproyeksikan terjadi di perkotaan, dan sebagian besar sepertiga lainnya berada di kota kecil.
Selain itu, jumlah megakota, yang didefinisikan memiliki setidaknya 10 juta penduduk, telah meningkat empat kali lipat dari sebelumnya berjumlah 8 pada 1975 menjadi 33 pada 2025.
Sembilan dari 10 kota terpadat menurut laporan PBB berada di Asia. Selain Jakarta, Dhaka, dan Tokyo, kota-kota Asia lainnya adalah New Delhi (30,2 juta), Shanghai (29,6 juta), Guangzhou (27,6 juta), Manila (24,7 juta), Kolkata (22,5 juta), dan Seoul (22,5 juta).
"Urbanisasi adalah kekuatan penentu zaman kita. Jika dikelola secara inklusif dan strategis, urbanisasi dapat membuka jalur transformatif untuk aksi iklim, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan sosial," kata Wakil Sekjen PBB untuk Urusan Ekonomi dan Sosial, Li Junhia.
"Untuk mencapai pembangunan wilayah yang seimbang, negara-negara harus mengadopsi kebijakan nasional terpadu yang menyelaraskan perumahan, tata guna lahan, mobilitas, dan layanan publik di seluruh wilayah perkotaan dan pedesaan," tambahnya, dikutip dari NBC News.
3. Sederet permasalahan yang dihadapi Jakarta

Direktur Rujak Centre for Urban Studies yang berbasis di Jakarta, Elisa Sutanudjaja, mengatakan jumlah penduduk Jakarta yang sangat besar menimbulkan tantangan besar, terutama karena buruknya koordinasi antarpemerintah daerah, mengutip ABC News.
Warga Jakarta seringkali menghadapi kemacetan lalu lintas yang ekstrem, polusi, dan banjir. Selain itu, kota metropolitan terbesar di Indonesia itu juga menghadapi masalah akibat naiknya permukaan air laut. Diperkirakan hingga seperempat wilayah kota akan terendam air pada 2050.
PBB memperkirakan bahwa pada 2050 penduduk Jakarta akan bertambah 10 juta jiwa. Pertumbuhan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran akan ketimpangan dan keterjangkauan. Serangkaian unjuk rasa terjadi untuk memprotes kondisi pekerja berpenghasilan rendah, termasuk pengemudi ojek daring dan pengantar barang.


















