Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jejak Kasih Ruang Warisan Paus Fransiskus untuk Perempuan di Dunia

Paus Fransiskus menyampaikan pesan  di Aula Rizal, Istana Malacañan dalam rangka Kunjungan Kenegaraan dan Perjalanan Apostolik ke Republik Filipina pada Jumat (16/01/2015). (commons.wikimedia.org/Benhur Arcayan)
Paus Fransiskus menyampaikan pesan di Aula Rizal, Istana Malacañan dalam rangka Kunjungan Kenegaraan dan Perjalanan Apostolik ke Republik Filipina pada Jumat (16/01/2015). (commons.wikimedia.org/Benhur Arcayan)
Intinya sih...
  • Paus Fransiskus mengangkat Suster Petrini sebagai Presiden Komisi Kepausan dan Kegubernuran Negara Kota Vatikan.
  • Paus Fransiskus secara aktif menunjuk perempuan ke posisi strategis di Vatikan, termasuk jabatan yang sebelumnya hanya diisi oleh kaum pria.
  • Dalam sebuah prakata buku, Paus Fransiskus menyerukan kesetaraan dalam keberagaman dan memperoleh manfaat dari penghargaan terhadap perempuan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Selama masa kepemimpinannya, Paus Fransiskus dikenal sebagai pemimpin Gereja Katolik yang berupaya membuka ruang lebih luas bagi perempuan, meskipun tetap dalam kerangka ajaran Gereja. Gerakannya yang inklusif pada isu kemanusiaan termasuk perempuan jadi kehilangan besar bagi umat katolik. Paus Fransiskus meninggal di usia 88 tahun dan akan dimakamkan pada Sabtu, 26 Februari 2025 pukul 10.00 waktu Vatikan.

Namun berikut adalah lima gerakan atau keputusan penting dari Paus Fransiskus yang menunjukkan sikap ramah terhadap perempuan, yang bisa dikenang dan jadikan teladan pengingat dalam proses jalannya kepemimpinan Katolik di dunia.

1. Penunjukan perempuan di posisi tinggi di Vatikan

Menteri Agama Nasaruddin Umar bersama Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal, Jakarta. (Dok Kemenag)
Menteri Agama Nasaruddin Umar bersama Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal, Jakarta. (Dok Kemenag)

Pada 2025 Paus juga  mengangkat Suster Petrini sebagai Presiden Komisi Kepausan dan Kegubernuran Negara Kota Vatikan. Suster Raffaella Petrini adalah Presiden baru Komisi Kepausan untuk Negara Kota Vatikan dan Presiden Kegubernuran Negara Kota Vatikan.

Suster Petrini, anggota Suster Fransiskan Ekaristi ini, telah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kegubernuran sejak 2021. Dengan pengangkatan ini, dia menjadi wanita pertama yang memegang posisi kepemimpinan tertinggi dalam struktur administratif Vatikan.

Paus Fransiskus juga secara aktif menunjuk perempuan ke posisi strategis di Vatikan, termasuk jabatan yang sebelumnya hanya diisi oleh kaum pria. Salah satu contoh menonjol adalah pengangkatan Sr. Nathalie Becquart sebagai Wakil Sekretaris Sinode Para Uskup pada 2021.

2. Perempuan bisa menikmati kesetaraan kesempatan penuh

kunjungan Paus Fransiskus ke Tanah Suci Kemartiran Haemi di Korea pada 17 Agustus 2014 (commons.wikimedia.org/Republic of Korea)
kunjungan Paus Fransiskus ke Tanah Suci Kemartiran Haemi di Korea pada 17 Agustus 2014 (commons.wikimedia.org/Republic of Korea)

Di sebuah prakata buku berjudul More Women's Leadership for a Better World  situs Vatican News dalam rangka Hari Perempuan Internasional pada 2023, dia juga menyerukan kesetaraan dalam keberagaman yang menjadi "lapangan yang terbuka bagi semua pemain", meski memang perlu mengakui ada perbedaan antara lelaki dan wanita.

"Saya pikir jika perempuan bisa menikmati kesetaraan kesempatan penuh, mereka dapat berkontribusi secara substansial menuju perubahan yang diperlukan demi mencapai dunia perdamaian, inklusi, setia kawan, dan berkelanjutan secara integral," kata Fransiskus dikutip dari Vatican News.

3. Gereja peroleh manfaat dari penghargaan terhadap perempuan

Negara Vatikan (pexels.com/Aliona & Pasha)
Negara Vatikan (pexels.com/Aliona & Pasha)

Dalam prakata di buku itu dia juga menjelaskan Gereja memperoleh manfaat dari penghargaan terhadap perempuan, seperti yang dia katakan dalam pidato penutupan Sinode Para Uskup Wilayah Pan-Amazon pada bulan Oktober 2019.

“Kita belum memahami apa arti perempuan di Gereja, dan kita membatasi diri kita hanya pada aspek fungsional. Namun, peran perempuan di Gereja jauh melampaui fungsionalitas. Dan lebih banyak pekerjaan harus terus dilakukan untuk hal ini," ujarnya.

Maka menurut dia tidak mungkin untuk mengejar dunia yang lebih baik, lebih adil, lebih inklusif, dan sepenuhnya berkelanjutan tanpa kontribusi perempuan.

4. Kekerasan perempuan adalah luka terbuka dari patriatki

Misa requeim untuk doakan Paus Fransiskus. (IDN Times/Fariz Fardianto)
Misa requeim untuk doakan Paus Fransiskus. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Kesenjangan yang dialami perempuan kata dia dan dengan prasangka terhadap perempuan, merupakan akar dari kekerasan terhadap perempuan.

"Saya telah mengutuk fenomena ini dalam banyak kesempatan; pada 22 September 2021, saya katakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah luka terbuka yang diakibatkan oleh budaya penindasan yang patriarki dan macho," tulis dia dalam prakata buku dikutip dari Vatican News.

Dia mengajak seluruh orang untuk menemukan obat untuk menyembuhkan wabah ini dan tidak membiarkan perempuan sendirian,

5. Menolak mutilasi alat kelamin perempuan dan istilah perempuan sekali pakai

Paus Fransiskus melambaikan tangan saat melintasi kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (3/9/2024).  (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
Paus Fransiskus melambaikan tangan saat melintasi kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (3/9/2024). (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Pada 2022 Paus Fransiskus juga pernah membahas perjuangan untuk kesetaraan perempuan dalam konferensi pers di dalam pesawat kepausan menuju Roma. Dalam Berbicara dalam penerbangan dari Bahrain ke Italia dia mengatakan bahwa perempuan adalah anugerah bagi masyarakat tetapi perjuangan untuk hak-hak fundamental mereka akan terus berlanjut selama masih ada tempat di dunia di mana perempuan tidak dihargai sebagai setara.

Dikutip dari Vatican News dia baru saja kembali dari negara berpenduduk mayoritas Muslim, Bahrain, Paus Fransiskus ditanya apakah dia mendukung upaya perempuan dan kaum muda di Iran untuk memperjuangkan lebih banyak kebebasan.

Dia mengutuk praktik mutilasi alat kelamin perempuan sebagai "kejahatan", dan bertanya, "bagaimana mungkin, di dunia saat ini, kita tidak dapat menghentikan tragedi infibulasi terhadap gadis-gadis muda?"

"Menurut dua komentar yang saya dengar, perempuan adalah barang sekali pakai (itu buruk, ya) atau spesies yang dilindungi," kata Paus.

"Namun, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan masih belum ditemukan secara universal dan ada insiden-insiden di mana perempuan dianggap sebagai kelas dua atau lebih rendah."

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us