Jepang Akan Izinkan Pasangan Cerai Berbagi Hak Asuh Anak

Jakarta, IDN Times - Pasangan di Jepang memiliki harapan baru untuk berbagi hak asuh anak setelah bercerai. Parlemen Jepang telah menyetujui perubahan undang-undang yang memungkinkan orang tua bernegosiasi mengenai hak asuh bersama, yang sebelumnya hanya mengizinkan hak asuh tunggal.
Aturan lama mewajibkan pasangan yang bercerai untuk memilih salah satu orang tua sebagai pemegang hak asuh. Hal ini dinilai dapat berdampak buruk pada psikologis anak dan menghalangi orang tua untuk berperan lebih dalam membesarkan anak-anak mereka.
Perubahan hukum ini didukung oleh Partai Demokrasi Liberal, Komeito, dan dua partai oposisi utama, dilansir dari The Guardian pada Rabu (17/4/2024).
1. Kekhawatiran dari pihak kontra
Perubahan undang-undang ini akan menyelaraskan Jepang dengan sebagian besar negara maju lainnya yang sudah lebih dulu mengakui hak asuh bersama.
Meski demikian, pendukung aturan lama khawatir bahwa hak asuh bersama dapat membahayakan anak dalam kasus perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau penelantaran anak.
Dikhawatirkan kalau korban kekerasan, yang umumnya adalah perempuan, akan terpaksa mempertahankan kontak dengan mantan pasangannya. Hal ini dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan keselamatan anak.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, pihak pengusung RUU menegaskan bahwa hak asuh akan tetap diberikan kepada satu orang tua jika ada kecurigaan atau bukti kekerasan oleh orang tua yang lain. Dengan demikian, anak-anak akan tetap terlindungi dari bahaya meskipun ada opsi hak asuh bersama.
2. RUU lolos di DPR dan menunggu persetujuan Senat

Setelah DPR Jepang meloloskan RUU ini pada Selasa, undang-undang tersebut akan diajukan ke Senat. Menurut kantor berita Kyodo, RUU ini diperkirakan akan disetujui sebelum sesi parlemen saat ini berakhir pada 23 Juni.
Menteri Kehakiman Jepang, Ryuji Koizumi, menekankan pentingnya keterlibatan kedua orang tua untuk membesarkan anak setelah perceraian.
"Bahkan setelah bercerai, penting bagi ibu dan ayah untuk tetap terlibat secara tepat dalam membesarkan anak-anak mereka," ujarnya kepada parlemen bulan lalu.
Undang-undang ini merupakan perubahan pertama atas aturan hak asuh di Jepang selama lebih dari 70 tahun. Jika disetujui, aturan baru ini dapat mulai berlaku pada 2026 dan akan diterapkan secara retroaktif pada pasangan yang telah bercerai sebelumnya.
3. Perubahan hukum mencerminkan transformasi keluarga di Jepang
Perubahan undang-undang ini mencerminkan dinamika keluarga yang terus berkembang di Jepang. Tetapi, negara ini masih menolak seruan untuk memperbolehkan pasangan yang sudah menikah menggunakan nama keluarga terpisah. Pihak konservatif menilai langkah ini sebagai ancaman terhadap nilai-nilai tradisional.
Sekitar 200 ribu anak di Jepang terdampak perceraian setiap tahunnya. Angka ini meningkat dua kali lipat dibandingkan 50 tahun lalu, meskipun tingkat kelahiran mengalami penurunan drastis.
Survei pemerintah pada 2021 mengungkapkan bahwa satu dari tiga anak yang orang tuanya bercerai kehilangan kontak dengan orang tua yang tidak memegang hak asuh.
Jika orang tua gagal mencapai kesepakatan hak asuh, pengadilan akan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan berdasarkan kepentingan terbaik anak.