Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jepang Protes atas Survei Maritim Korsel di Wilayah Sengketa

Bendera Jepang. (Unsplash.com/ Roméo A.)
Intinya sih...
  • Kementerian Luar Negeri Jepang memprotes survei maritim Korsel di dekat pulau Takeshima di Laut Jepang
  • Direktur Jenderal Biro Urusan Asia dan Oseania Kemenlu Jepang, Hiroyuki Namazu, mengajukan protes tersebut melalui telepon kepada seorang pejabat senior di Kedutaan Besar Korsel di Tokyo
  • Pada Mei, Tokyo mengajukan protes keras terhadap Seoul menyusul kunjungan mantan menteri kehakiman yang juga pemimpin partai oposisi Korsel, Cho Kuk, ke Takeshima

Jakarta, IDN Times - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Jepang pada Minggu (11/8/2024), memprotes survei maritim Korea Selatan (Korsel) di dekat pulau Takeshima di Laut Jepang. Kementerian mengatakan, sebuah kapal survei Korsel terlihat pada hari itu menjatuhkan kabel yang tampak ke perairan dalam zona ekonomi eksklusif Jepang di barat daya pulau tersebut, dilansir Yomiuri Shimbun.

Tokyo dan Seoul terlibat dalam konflik teritorial di pulau yang disebut oleh Jepang sebagai Pulau Takeshima, sementara Korsel menyebutnya sebagai Pulau Dokdo.

1. Tindakan Korsel tersebut tidak dapat diterima Jepang

Direktur Jenderal Biro Urusan Asia dan Oseania Kemenlu Jepang, Hiroyuki Namazu, mengajukan protes tersebut melalui telepon kepada seorang pejabat senior di Kedutaan Besar Korsel di Tokyo. Pihaknya menyebut, survei tersebut tidak dapat diterima dan harus dihentikan.

Ini adalah keempat kalinya tahun ini Jepang memprotes survei maritim Korsel di dekat Takeshima. Menurut Kemenlu Jepang, pihak Korsel tidak memberikan pemberitahuan sebelumnya mengenai survei terbaru.

2. Jepang juga mengajukan protes atas kunjungan pemimpin partai oposisi Korsel

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshimasa Hayashi. (x.com/NewZealandMFA)

Pada Mei, Tokyo mengajukan protes keras terhadap Seoul melalui jalur diplomatik, menyusul kunjungan mantan menteri kehakiman yang juga pemimpin partai oposisi Korsel, Cho Kuk, ke Takeshima.

"Benar-benar tidak dapat diterima dan sangat disesalkan bahwa pemimpin partai oposisi Korsel mendarat di Takeshima, meskipun Jepang telah berulang kali meminta untuk menahan diri," kata Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshimasa Hayashi pada 14 Mei 2024, dikutip dari Japan Times.

Merespons protes Tokyo tersebut, Kemenlu Korsel mengatakan bahwa pihaknya telah menolak keluhan Jepang terkait kunjungan tersebut. Menurut Seoul, Dokdo 'secara historis, geografis, dan berdasarkan hukum internasional tidak dapat disangkal merupakan wilayah Korsel', dikutip dari Korea JoongAng Daily.

Sementara itu, Cho mengatakan dalam unggahannya di media sosial X, 'Klaim Jepang atas kedaulatan Dokdo merupakan penegasan bahwa kejahatan mengerikan yang dilakukan Jepang pada masa perang, termasuk invasi dan perang, pembantaian dan penjarahan, penyiksaan dan pemenjaraan pejuang kemerdekaan, kerja paksa, dan mobilisasi wanita penghibur, dapat dibenarkan'.

3. Seputar tentang Pulau Takeshima atau Dokdo yang dikendalikan oleh Korsel

Ilustrasi bendera Korea Selatan. (pexels.com/byunghyun lee)

Takeshima atau Dokdo telah lama menjadi titik pertikaian dalam hubungan bilateral antara Jepang-Korsel, dengan Tokyo memperbarui pernyataannya atas kepemilikan pulau-pulau kecil itu dalam dokumen kebijakan, pernyataan publik, dan buku pelajaran sekolah.

Pemerintah Negeri Ginseng menyatakan bahwa tidak ada perselisihan atas pulau-pulau kecil Dokdo, yang menurutnya secara historis, geografis, dan menurut hukum internasional merupakan bagian integral dari wilayah Korea.

Korsel telah mengendalikan kepulauan di lepas pantai timurnya sejak 1945, ketika kekuasaan kolonial Jepang di Semenanjung Korea berakhir, tetapi Tokyo mengatakan pulau-pulau itu diduduki secara ilegal.

 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us