Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ketua ASEAN Ingin COC Laut China Selatan Harus Efektif, Sesuai UNCLOS

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI, Sidharto Suryodipuro. (IDN Times/Sonya Michaella)

Jakarta, IDN Times - Negosiasi Code of Conduct (COC) Laut China Selatan atau Pedoman Tata Perilaku antara ASEAN dan China, kembali dilanjutkan.

Pembahasan ini diselenggarakan dalam bentuk joint working group pada 8-10 Maret 2023 di Jakarta.

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto Suryodipuro mengonfirmasi bahwa perwakilan dari China pun menghadiri joint working group ini.

“Ini kelanjutan dari pembahasan yang sudah-sudah dan fokusnya bagaimana peserta JWG ini bisa mengintensifkan negosiasi yang sedang berlangsung,” kata Arto, sapaan akrabnya, dalam jumpa pers di Kemlu RI, Jakarta, Jumat (10/3/2023).

1. Code of Conduct harus efektif

Dirjen Kerjasama ASEAN Kemlu RI Sidharto Suryodipuro (kiri) dan juru bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah. (IDN Times/Sonya Michaella)

Arto menegaskan, selama ini ASEAN terus mengupayakan kelanjutan negosiasi COC ini, dan tentu saja Indonesia, yang mengetuai ASEAN tahun ini.

“Pada akhirnya, panduan utama kita adalah COC ini harus efektif, actionable dan sesuai dengan UNCLOS,” ujar Arto lagi.

“Yang terpenting juga pengelolaan insiden. Karena konsensus ASEAN itu mewujudkan Laut China Selatan sebagai perairan yang damai dan sejahtera, sehingga kami akan berpedoman pada kesamaan kepentingan itu,” ucap dia.

2. Pembacaan pertama isi kode etik COC disepakati pada 2019

Personel penjaga pantai Filipina sedang mengamati armada milik China di daerah Sabina Shoal, Kepulauan Spratly, Laut China Selatan pada 27 April 2021. (Facebook.com/Philippines Coast Guard)

China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan sebagai miliknya. Selain China, sejumlah negara ASEAN seperti Filipina, Vietnam, Brunei dan Malaysia juga mengklaim bahwa perairan Laut China Selatan ini miliknya.

Sebelum COC, China dan ASEAN sepakat meneken Declaration of Conduct atau DOC, di mana China mendukung kesepakatan multilateral soal isu tersebut.

Pada 2019 lalu, 10 negara anggota ASEAN dan China telah menyepakati pembacaan pertama dari isi kode etik COC Laut China Selatan.

Penyelesaian tahap pertama pembacaan isi COC ini dianggap sebuah kemajuan signifikan terkait penyelesaian sengketa Laut China Selatan, yang tak kunjung rampung hingga sekarang.

Kode etik ini dibentuk untuk mengatur negara-negara yang berada di sekeliling Laut China Selatan, terutama untuk sejumlah negara yang saling klaim wilayah perairan internasional itu.

3. Laut China Selatan kaya akan sumber daya alam

Kepentingan Indonesia di Laut China Selatan (IDN Times/Aditya Pratama)

Laut China Selatan diketahui memiliki banyak pulau, baik yang berukuran kecil hingga yang besar. Beberapa yang terkenal adalah Pulau Pratas, Pulau Spratly, dan Pulau Paracel yang kerap diperebutkan.

Pulau-pulau tersebut diklaim memiliki sumber daya alam yang melimpah. Apabila dikembangkan dengan maksimal, maka potensi kekayaan tersebut dapat berkontribusi besar bagi pendapatan negara.

Laut China Selatan juga memegang kunci penting dalam kelancaran perdagangan internasional. Lokasinya yang berada di kawasan strategis dengan dikelilingi negara-negara industri seperti Jepang dan Korea Selatan membuatnya menjadi jalur perdagangan internasional yang cukup ramai.

Banyak kapal dari luar yang melintas dengan mengangkut komoditas vital bagi kelangsungan industri di negara-negara sekitaranya. Selain itu, kawasan strategis Laut China Selatan juga dilintasi kapal dari negara industri yang hendak mengirimkan barangnya ke negara lain.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us