Kim Jong Un: Korut Kirim Tentara ke Rusia Demi Lindungi Negara Saudara

Jakarta, IDN Times - Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong Un, mengatakan keterlibatan negaranya dalam perang Rusia-Ukraina dapat dibenarkan. Dia menyebut hal itu sebagai bentuk membela "negara saudara".
"Partisipasi kami dalam konflik itu adil, dan itu termasuk dalam hak kedaulatan republik kami. Saya menganggap semua prajurit pemberani yang berpartisipasi dalam operasi Kursk sebagai pahlawan dan perwakilan tertinggi kehormatan bangsa," kata Kim menurut KCNA pada Sabtu (10/5/2025), dikutip dari The Straits Times.
Kim juga mengatakan, Pyongyang tidak akan ragu untuk mengizinkan penggunaan kekuatan militer jika Amerika Serikat (AS) terus melakukan apa yang disebutnya provokasi militer terhadap Rusia.
1. Hubungan Korut-Rusia semakin erat sejak 2024

Korut tidak secara resmi mengonfirmasi hingga akhir April bahwa mereka telah mengirim lebih dari 10 ribu tentara dan senjata ke Rusia. Keputusan itu diambil setelah hubungan militer kedua negara tumbuh secara dramatis di bawah perjanjian kemitraan strategis komprehensif, yang ditandatangani oleh Kim dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 2024.
Kepala Dewan Keamanan Nasional Ukraina, Andrii Kovalenko, sempat menyebut bahwa Rusia berencana menambah pasukan Korut untuk memperkuat garis depan di timur dan selatan Ukraina.
Rusia akan menjustifikasi penerjunan tentara Korut berada di dalam teritori yang dianggapnya secara resmi miliknya. Hingga kini, hanya Korut yang mengakui legitimasi wilayah dudukan di Ukraina sebagai milik Rusia, dilansir dari Euromaidan Press.
2. Rusia juga impor ribuan tenaga kerja Korut

Melansir TVP World, selain tentara, Rusia juga mengimpor ribuan tenaga kerja Korut karena ketersediaan mereka bekerja hingga 12 jam sehari. Selain itu, mereka juga bersedia dibayar dengan gaji yang rendah tanpa mengeluhkan kondisi kerjanya.
Mayoritas dari pekerja diduga masuk ke Rusia menggunakan visa pelajar. Berdasarkan data pemerintah Rusia, terdapat peningkatan signifikan kedatangan warga Korut pada 2024 dibanding setahun sebelumnya.
Kedatangan pekerja Korut ini cukup menguntungkan Rusia yang tengah dilanda kekurangan tenaga kerja. Berdasarkan data dari Kementerian Tenaga Kerja, Rusia tengah kekurangan 1,5 juta tenaga kerja dan diperkirakan akan naik menjadi 2,4 juta pada 2030.
3. Ukraina menolak gencatan senjata yang ditawarkan Rusia

Baru-baru ini, Ukraina juga menolak proposal gencatan senjata 3 hari yang ditawarkan oleh Rusia. Kiev menganggap hal itu tidak lebih dari lelucon.
"Kami tidak akan membiarkan Putin membodohi semua orang ketika dia tidak menepati janjinya. Kami akan mengungkapkan detail pelanggaran gencatan senjata yang dilakukan Rusia kepada AS, Uni Eropa (UE), dan negara lainnya," ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina, Andrii Sybiha pada Jumat (9/5/2025), dikutip dari TVP World.
Menurut keterangan dari militer Ukraina, terdapat 734 pelanggaran gencatan senjata dan 63 operasi serangan pada tengah malam dan siang hari. Sedangkan, 23 operasi masih berlangsung di tengah gencatan senjata.