Korea Selatan Gelar Pemilu Presiden pada Juni 2025

- Kabinet Korea Selatan memilih 3 Juni 2025 sebagai waktu Pilpres setelah pencopotan Yoon Suk Yeol.
- Hukum mengharuskan pemilihan presiden baru dalam waktu 60 hari setelah petahana dicopot dari jabatannya.
- Pendukung Yoon turun ke jalanan Seoul dalam bentuk protes, sementara warga yang menentang kepemimpinannya merayakan pemakzulannya.
Jakarta, IDN Times - Kabinet Korea Selatan diperkirakan telah menetapkan waktu pemilihan Presiden menyusul pencopotan Yoon Suk Yeol pekan lalu. Rencananya, 3 Juni 2025 dipilih menjadi waktu Pilpres usai Yoon dicopot lantaran deklarasi darurat militernya yang berumur pendek dan kontroversial.
Meskipun tidak diwajibkan oleh hukum, Kabinet akan membuat keputusan pada rapat pada 8 April 2025, karena perlu menyetujui hari libur untuk kegiatan tersebut.
1. Hukum Korsel haruskan pemilihan presiden baru dalam 60 hari

Yoon dicopot oleh Mahkamah Konstitusi atas dasar telah melanggar tugas resminya dengan mengeluarkan dekrit darurat militer pada 3 Desember 2024 dan memobilisasi pasukan untuk menghentikan proses parlemen.
Dilansir dari Straits Times, Senin (7/4/2025), hukum mengharuskan pemilihan presiden baru dalam waktu 60 hari jika petahana meninggal atau dicopot dari jabatannya.
Seorang pejabat Komisi Pemilihan Umum Nasional mengatakan tanggal yang disebutkan dalam laporan media belum final dan tidak akan menjadi resmi sampai diumumkan oleh penjabat presiden, Perdana Menteri Han Duck Soo.
2. Demo pendukung Yoon Suk Yeol
Sementara itu, pendukung turun ke jalanan Seoul sebagai bentuk protes atas pemakzulan Yoon. Aksi ini menjadi puncak dari ketegangan politik yang berlangsung berbulan-bulan.
Pada Minggu lalu (6/4/2025), ketegangan yang semakin meningkat menjelang putusan pengadilan turut memicu gelombang dukungan dari kelompok sayap kanan terhadap Yoon, termasuk aksi unjuk rasa tandingan yang rutin digelar setiap pekan di Seoul.
Keputusan pemakzulan Yoon disambut dengan sukacita oleh banyak warga Korea Selatan yang menentang kepemimpinannya. Di berbagai sudut Seoul, tampak warga berpelukan dan menangis haru saat putusan diumumkan.
Meski demikian, Yoon tetap mendapat dukungan dari tokoh-tokoh keagamaan ekstrem dan kreator konten sayap kanan, yang menurut para pakar menyebarkan informasi keliru demi menggalang dukungan.
3. Yoon menjadi presiden kedua Korsel yang dimakzulkan

Yoon menjadi presiden kedua di Korea Selatan yang dicopot dari jabatannya melalui pemakzulan. Sebelumnya, ada Park Geun-hye pada 2017 yang juga menghadapi persidangan pidana terpisah atas tuduhan pemberontakan.
Kejahatan tersebut dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati, meskipun Korea Selatan belum pernah melaksanakan eksekusi sejak akhir 1990-an.