Kuba Tangkap Dua Tokoh Oposisi yang Dibebaskan Vatikan

- Mahkamah Agung Kuba menangkap kembali Jose Daniel Ferrer (54) dan Felix Navarro (72) setelah pembebasan mereka pada Januari lalu.
- Penangkapan terjadi karena melanggar ketentuan pembebasan bersyarat dan menjalin hubungan dengan kepala misi Amerika Serikat.
- Pembebasan mereka merupakan hasil kesepakatan yang dimediasi Vatikan, tetapi dianggap sebagai sandiwara publisitas oleh Ferrer.
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Agung Kuba menangkap kembali dua tokoh oposisi terkemuka, Jose Daniel Ferrer (54) dan Felix Navarro (72) pada Selasa (29/4/2025). Keduanya baru dibebaskan pada Januari lalu melalui kesepakatan yang dimediasi oleh mendiang Paus Fransiskus dan Vatikan.
Mereka merupakan bagian dari kesepakatan pembebasan 553 tahanan yang dilaksanakan Kuba. Maricela Sosa, Wakil Mahkamah Agung Kuba, menyatakan bahwa keduanya ditangkap karena melanggar ketentuan pembebasan bersyarat.
"Selain gagal mematuhi ketentuan pembebasan bersyarat, mereka adalah orang yang menyerukan kekacauan dan tidak menghormati otoritas serta memelihara hubungan dengan kepala misi Amerika Serikat," ujarnya, dilansir Al Jazeera.
Penangkapan ini terjadi hanya beberapa hari setelah pemakaman Paus Fransiskus yang meninggal dunia pada 21 April 2025 di usia 88 tahun. Peristiwa ini langsung memicu kecaman dari AS dan berbagai organisasi hak asasi manusia internasional.
1. Dituduh melanggar ketentuan pembebasan bersyarat
Pengadilan tertinggi Kuba menuduh Ferrer tidak menghadiri dua sidang wajib pengadilan setelah pembebasannya. Menurut Sosa, Ferrer bahkan terang-terangan mengumumkan di media sosial bahwa ia tidak akan hadir di hadapan otoritas peradilan. Ferrer sendiri berpendapat bahwa dirinya tidak seharusnya dipenjara sejak awal sehingga tidak perlu mengikuti persidangan tersebut, dilansir Strait Times.
Sementara untuk Navarro, pengadilan menuduhnya telah meninggalkan kota tempat tinggalnya tujuh kali tanpa izin hakim. Aktivitas ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap ketentuan pembebasan bersyarat. Keduanya juga dituduh menjalin hubungan dengan kepala misi AS di Kuba, Mike Hammer, yang menjabat sejak November 2024.
Ana Belkis Ferrer Garcia, saudara perempuan Ferrer yang tinggal di AS, melaporkan bahwa pasukan keamanan menggerebek markas Persatuan Patriotik Kuba (UNPACU) yang didirikan saudaranya. Ferrer, istri, anak, dan beberapa aktivis lain ditahan. Istri dan putra Ferrer kemudian dibebaskan setelah beberapa jam, namun keberadaan Ferrer sendiri belum diketahui.
2. Pembebasan dimediasi oleh Vatikan
Pembebasan Ferrer dan Navarro merupakan hasil kesepakatan yang dimediasi Vatikan. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, eks Presiden AS Joe Biden sempat mengeluarkan Kuba dari daftar negara pendukung terorisme.
Namun, keputusan Biden dibatalkan ketika Donald Trump menjadi presiden pada 20 Januari 2025. Trump langsung mengembalikan Kuba ke daftar tersebut keesokan harinya.
Pada Maret lalu, Kuba mengumumkan telah menyelesaikan kewajibannya dalam perjanjian dengan membebaskan 553 orang. Kritikus pemerintah Kuba menyebut mereka sebagai tahanan politik.
Ferrer sendiri mengkritik pembebasan tersebut. Dalam wawancara dengan The New York Times setelah pembebasannya, ia menilai kesepakatan itu hanya sebagai sandiwara publisitas.
"Mereka membebaskan sejumlah orang yang seharusnya tidak pernah dipenjara, lalu ingin Gereja dan pemerintah AS memberikan konsesi sebagai imbalannya," ujar Ferrer kala itu.
3. AS dan organisasi HAM kecam penangkapan

Kementerian Luar Negeri AS mengecam penangkapan tersebut. Mereka menyebut tindakan itu sebagai perlakuan brutal dan penahanan tidak adil terhadap aktivis pro-demokrasi. AS juga menyatakan bahwa Kedutaan Besar mereka di Havana akan terus bertemu dengan warga Kuba yang memperjuangkan hak dan kebebasan.
Organisasi hak asasi manusia juga mengutuk penangkapan Ferrer dan Navarro. Observatorium HAM Kuba, lembaga yang berbasis di Spanyol, mengaitkan kejadian ini dengan kematian Paus Fransiskus.
"Raul Castro dan Miguel Diaz-Canel bahkan tidak menunggu hingga 72 jam setelah pemakaman Paus Fransiskus untuk membatalkan komitmen mereka," kata organisasi tersebut merujuk pada mantan dan presiden Kuba saat ini.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Kuba, Carlos Fernandez de Cossio, membela tindakan pemerintahnya. Ia menyatakan bahwa Kuba memiliki hak untuk melindungi diri dari campur tangan AS. Havana selalu membantah memiliki tahanan politik dan menyebut para oposisinya sebagai antek AS, dilansir France24.