Langgar Gencatan Senjata, Serangan Israel di Lebanon Tewaskan 1 Orang

- Serangan drone Israel di Lebanon selatan menewaskan seorang warga, Yusuf Mohammed Sorour, putra walikota Aita al-Shaab.
- Dua orang terluka di wilayah Wazzani setelah pasukan Israel melepaskan tembakan, sementara pasukan Negara Zionis menembakkan granat kejut ke warga sipil di kota Kfarkela.
- Gencatan senjata rapuh antara Israel dan Hizbullah telah disepakati sejak 27 November, namun Israel melakukan hampir 1.000 pelanggaran yang menewaskan dan melukai puluhan orang di Lebanon.
Jakarta, IDN Times - Serangan drone Israel di Lebanon selatan menewaskan satu orang, sehari setelah pasukannya menarik diri dari sebagian besar wilayah perbatasan. Kantor Berita Nasional (NNA) pemerintah Lebanon melaporkan, serangan tersebut menghantam sebuah kendaraan di kota Aita al-Shaab pada Rabu (19/2/2025).
Dilaporkan oleh Al Jazeera, korban bernama Yusuf Mohammed Sorour, seorang putra walikota kota Aita al-Shaab. Dia menjadi sasaran ketika sedang duduk di dalam mobil di depan rumahnya.
Dalam serangan terpisah, dua orang terluka di wilayah Wazzani setelah pasukan Israel melepaskan tembakan di wilayah tersebut. NNA juga melaporkan bahwa pasukan Negara Zionis itu menembaki rumah-rumah di dekat kota Shebaa.
Pasukan Israel juga melakukan penyisiran di kota Shebaa dan meluncurkan drone yang terbang rendah di beberapa wilayah di Lebanon selatan. Selain itu, tentaranya juga menembakkan granat kejut ke sekelompok warga sipil di kota Kfarkela.
1. Israel berulang kali melanggar gencatan senjata
Mengutip Anadolu, gencatan senjata yang rapuh antara Israel dan Hizbullah telah disepakati sejak 27 November. Meski demikian, Tel Aviv masih melakukan hampir 1.000 pelanggaran, yang menewaskan dan melukai puluhan orang di Lebanon, termasuk perempuan dan anak-anak.
Berdasarkan gencatan senjata tersebut, militer Lebanon seharusnya dikerahkan bersama pasukan penjaga perdamaian PBB, sementara pasukan Israel harus mundur paling lambat 18 Februari. Sementara itu, Hizbullah diharuskan mundur ke utara Sungai Litani, sekitar 30 km dari perbatasan, dan membongkar infrastruktur militer yang tersisa di selatan.
Israel telah berulang kali melanggar gencatan senjata dengan melancarkan serangan sporadis. Proyek Data Lokasi dan Peristiwa Konflik Bersenjata (ACLED) mencatat bahwa telah terjadi 330 serangan udara dan penembakan, serta 260 perusakan properti yang dilakukan Negara Zionis itu antara 27 November hingga 10 Januari.
2. Lebanon menuntut penarikan pasukan Israel dari lima titik strategis dekat perbatasan

Israel mengumumkan tepat sebelum batas waktu gencatan senjata bahwa pihaknya akan mempertahankan pasukannya di lima titik strategis dekat perbatasan untuk memastikan tidak ada ancaman langsung. Menteri Luar Negeri Gideon Sa'ar, mengatakan pasukannya akan mundur setelah Lebanon menerapkan kesepakatannya.
Presiden Lebanon, Joseph Aoun, meminta AS dan Prancis untuk menekan Israel agar menyelesaikan penarikannya dari lima lokasi perbatasan yang tersisa. Aoun menambahkan, Lebanon akan menganggap setiap pasukan Tel Aviv yang tersisa di wilayahnya sebagai pendudukan.
Aoun dan pihaknya mengatakan Lebanon akan mengajukan petisi kepada Dewan Keamanan PBB (DK PBB) untuk menegakkan perjanjian penarikan Israel. Dia menegaskan bahwa angkatan bersenjatanya bersiap untuk menjalankan tugas keamanan perbatasan dan memiliki hak untuk mengambil segala cara untuk memaksa penarikan Israel.
Pada November, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah memperingatkan pihaknya akan mempertahankan kebebasan bertindak militer penuh jika terjadi pelanggaran gencatan senjata. Penolakannya untuk menarik seluruh pasukan menambah ketidakpastian atas perjanjian gencatan senjata yang rapuh.
3. Para warga kembali ke rumahnya di Lebanon selatan

Para warga pada Selasa lalu mulai kembali ke rumahnya di Lebanon selatan. Sebagian besar properti mereka rusak akibat serangan Israel. Meski mengalami kerusakan, banyak warga yang kembali bertekad untuk membangunnya kembali. Para warga yang kembali mengatakan akan mendirikan tenda dan duduk di tanah jika diperlukan.
Menurut PBB, biaya rekonstruksi di Lebanon diperkirakan melebihi 10 miliar dolar AS (setara Rp) dan lebih dari 100 ribu orang masih mengungsi.
"Seluruh desa menjadi puing-puing. Ini adalah zona bencana," kata seorang warga dari kota Kfar Kila, dikutip dari The New Arab.
Sementara itu, warga lainnya kembali untuk mencari kerabat mereka yang hilang di bawah reruntuhan. Tim pertahanan sipil menemukan 23 jenazah dari desa-desa yang sebelumnya tidak dapat diakses, termasuk 14 di Mais al-Jabal dan 3 di Kfar Kila.