Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Lebanon Bentuk Pemerintahan Baru, Siapa Saja yang Mengisi Kabinet?

Bendera Lebanon. (Unsplash.com/Charbel Karam)
Intinya sih...
  • Pemerintahan baru Lebanon dipimpin oleh PM Nawaf Salam setelah lebih dari 2 tahun kabinet sementara.
  • Kabinet tersebut terdiri dari 24 menteri dan ditugaskan untuk merancang pernyataan kebijakan serta membutuhkan mosi kepercayaan dari parlemen Lebanon.
  • Pemerintahan baru akan melaksanakan reformasi ekonomi, mereformasi peradilan, dan mengakses dana rekonstruksi pasca perang Israel-Hizbullah pada 2024.

Jakarta, IDN Times - Presiden Lebanon Joseph Aoun mengumumkan pembentukan pemerintahan baru pada Sabtu (8/2/2025). Pemerintahan baru dibentuk setelah lebih dari dua tahun kabinet sementara berada di tengah pertikaian politik dan keruntuhan ekonomi besar-besaran.

Kantor kepresidenan mengatakan bahwa pihaknya menerima pengunduran diri pemerintahan mantan perdana menteri (PM) sementara, Najib Mikati. Disebutkan, Aoun juga menandatangani dekrit dengan PM baru, Nawaf Salam, untuk membentuk pemerintahan baru. Sebelumnya, Salam adalah seorang diplomat dan mantan presiden Mahkamah Internasional (ICJ).

Sekretaris Jenderal Kantor Perdana Menteri, Mahmoud Makiya, mengungkapkan bahwa pemerintahan baru akan mencakup 24 menteri, termasuk Salam. Disebutkan, Tarek Metri ditunjuk sebagai wakil PM, Yusuf Raji sebagai menteri luar negeri, Michel Mansi sebagai menteri pertahanan, dan Yassin Jaber sebagai menteri keuangan, Anadolu Agency melaporkan.

1. Lebanon berharap dapat mengakses dana rekonstruksi

Kabinet tersebut menjadi pemerintahan penuh pertama Lebanon sejak 2022. Nantinya, kabinet ini ditugaskan untuk merancang pernyataan kebijakan, garis besar pendekatan dan prioritas pemerintah mendang, dan kemudian akan membutuhkan mosi kepercayaan dari parlemen Lebanon untuk dapat diberdayakan sepenuhnya.

Salam berkomitmen untuk mereformasi peradilan Lebanon, melaksanakan reformasi ekonomi, dan mewujudkan stabilitas.

"Lebanon akan melaksanakan resolusi PBB 1701, yang mengakhiri perang sebelumnya antara Hizbullah dan Israel pada 2006. Serta, menyerukan penarikan Hizbullah dan aktor bersenjata non-negara lainnya dari wilayah selatan Sungai Litani, di perbatasan dengan Israel," ujarnya kepada wartawan di istana presiden, dikutip dari Al Jazeera.

Pemerintahan baru Lebanon menandai pergeseran dari para pemimpin yang dekat dengan Hizbullah. Ada banyak tekanan internasional terhadap para politisi Lebanon. Sebab, negara tersebut sangat membutuhkan bantuan keuangan. 

Beirut berharap untuk mengakses dana rekonstruksi dan investasi setelah perang yang menghancurkan dengan Israel pada 2024, serta upaya untuk pulih dari krisis ekonomi yang melemahkan yang telah mencengkram negara itu sejak 2019. Tagihan rekonstruksi akibat kehancuran selama perang Israel-Hizbullah tahun lalu, mencapai miliaran dolar dan ini menyebabkan negara hampir bangkrut.

2. Ini respons AS atas pemerintahan baru Lebanon

Pengumuman tersebut muncul setelah Wakil Utusan Timur Tengah Amerika Serikat (AS), Morgan Ortagus, pada Jumat (7/2/2025), menuntut agar Hizbullah dikeluarkan dari pemerintahan Lebanon. Pihaknya mengatakan bahwa Washington telah menjadikan kehadirannya yang berkelanjutan di kabinet sebagai garis merah.

Sehari setelahnya, Kedutaan Besar AS di Lebanon mengeluarkan pernyataan yang mengatakan pihaknya menyambut baik pemerintahan baru dan berharap pemerintahan tersebut akan melaksanakan reformasi dan membangun kembali lembaga-lembaga negara.

Di sisi lain, koordinator khusus PBB untuk Lebanon, Jeanine Hennis-Plasschaert, menyambut baik pengumuman itu. Menurutnya, pemerintahan baru menandai babak baru, berakhirnya kebuntuan politik, dan masa depan bagi Lebanon.

3. Bagaimana kekuasaan Hizbullah di kursi pemerintahan Lebanon?

Potret bendera Lebanon. (pexels.com/Jo Kassis)

Meskipun Hizbullah tidak mendukung Salam sebagai perdana menteri, namun kelompok tersebut terlibat dalam negosiasi dengannya mengenai kursi Muslim Syiah dalam pemerintahan. Hal ini sesuai dengan sistem pembagian kekuasaan sektarian Lebanon.

Meski begitu, Hizbullah dan sekutunya tidak lagi mengendalikan otoritas eksekutif. Mereka telah kehilangan apa yang dikenal sebagai 'blocking third', yakni tidak memiliki jumlah menteri yang cukup untuk memblokir keputusan dan menjatuhkan kabinet.

Beirut berada di bawah tekanan untuk memperluas otoritas negara di seluruh negeri dan melucuti semua aktor non-negara, termasuk Hizbullah. Hal ini dinilai sebagai upaya melemahkan kelompok tersebut secara militer oleh Israel, meski masih menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan di Lebanon. 

Pemerintahan Lebanon yang baru terbentuk ini akan menghadapi banyak tantangan ke depannya. Bukan hanya dari segi ekonomi dan pembangunan kembali, namun juga terkait upaya mempertahankan perjanjian gencatan senjata dengan Israel.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rahmah N
EditorRahmah N
Follow Us