Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mantan Kepala Intelijen Israel: Warga Palestina Perlu Merasakan Nakba

serangan Israel di Gaza (Tasnim News Agency, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons)
serangan Israel di Gaza (Tasnim News Agency, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Haliva, yang mengundurkan diri pada April 2024 setelah mengakui kegagalannya mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, juga melontarkan kritik kepada Shin Bet. Menurutnya, badan keamanan Israel itu memikul tanggung jawab yang sama besarnya atas tragedi tersebut seperti halnya intelijen militer.
  • Hamas menyebut pernyataan Haliva sebagai pengakuan terang-terangan atas doktrin genosida Israel.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Mantan kepala intelijen militer Israel, Aharon Haliva, secara terbuka menjustifikasi pembunuhan puluhan ribu warga Palestina di Gaza. Ia menilai kematian tersebut diperlukan bagi generasi mendatang.

“Untuk setiap orang yang tewas pada 7 Oktober, 50 warga Palestina harus mati,” kata Haliva dalam rekaman suara yang disiarkan oleh Channel 12 pada Jumat (15/8/2025). Tidak disebutkan kapan rekaman itu dibuat.

Lebih lanjut, Haliva mengatakan bahwa warga Palestina perlu menghadapi 'Nakba' sesekali untuk merasakan konsekuensi. Nakba, yang berarti 'bencana' dalam bahasa Arab, mengacu pada pengungsian massal dan perampasan hak milik warga Palestina selama perang Arab-Israel pada 1948.

“Saya tidak mengatakan ini sebagai balas dendam, melainkan sebagai pesan bagi generasi mendatang,” tambahnya, seraya menyebut Gaza sebagai lingkungan yang terganggu.

1. Haliva juga kritik Shin Bet dan pejabat Israel

Haliva, yang mengundurkan diri pada April 2024 setelah mengakui kegagalannya mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, juga melontarkan kritik kepada Shin Bet. Menurutnya, badan keamanan Israel itu memikul tanggung jawab yang sama besarnya atas tragedi tersebut seperti halnya intelijen militer.

Dalam rekaman itu, Haliva juga mengkritik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pejabat senior lainnya karena menolak mengundurkan diri meskipun telah terjadi sebuah kegagalan nasional yang berbahaya.

Sekitar 1.200 orang tewas di Israel dan lebih dari 200 lainnya disandera ketika Hamas memimpin serangan ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023. Tel Aviv kemudian membalas dengan melancarkan kampanye militer besar-besaran ke Gaza, yang kini telah menewaskan hampir 61.900 warga Palestina.

2. Hamas kecam pernyataan Haliva

Dilansir dari Al Jazeera, Hamas menyebut pernyataan Haliva sebagai pengakuan terang-terangan atas doktrin genosida Israel. Dalam pernyataannya di Telegram, kelompok Palestina itu mengatakan bahwa seruan untuk membunuh 50 warga Palestina bagi setiap warga Israel yang tewas merupakan kebijakan kriminal yang sistematis.

“Pengakuan tersebut mengungkapkan bahwa kejahatan pendudukan adalah hasil dari keputusan tingkat tinggi dan kebijakan resmi dari pimpinan politik dan keamanan entitas kriminal Nazi,” kata Hamas, seraya menyerukan PBB dan pengadilan internasional untuk mendokumentasikan pengakuan tersebut.

Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perangnya di wilayah tersebut.

3. Warga Israel lancarkan pemogokan di seluruh negeri

Pada Minggu (17/8/2025), warga Israel melancarkan pemogokan umum di seluruh negeri untuk memprotes rencana pemerintah merebut Kota Gaza. Aksi ini diprakarsai oleh keluarga para sandera dan kelompok pendukung mereka, yang menilai perluasan perang justru semakin membahayakan keselamatan para sandera. Mereka mendesak pemerintah untuk segera mencapai kesepakatan dengan Hamas.

Dilansir dari Ynet, protes tersebut melumpuhkan aktivitas bisnis, mengganggu layanan kereta, serta menarik ribuan orang turun ke jalan. Sejumlah jalan utama diblokade dan sedikitnya 32 demonstran ditangkap di seluruh Israel.

Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, mengecam demonstrasi itu, menyebutnya sebagai kampanye berbahaya yang justru menguntungkan Hamas.

"Desakan publik untuk segera mencapai kesepakatan hanya akan mengubur para sandera di terowongan serta mendorong Negara Israel untuk menyerah kepada musuh-musuhnya dan mempertaruhkan keamanan serta masa depannya," ujarnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us