Mantan PM Belanda Mark Rutte Resmi Dilantik Jadi Sekjen NATO

- Mark Rutte resmi menggantikan Jens Stoltenberg sebagai Sekretaris Jenderal NATO setelah 10 tahun menjabat.
- Rutte memiliki tiga prioritas utama: memastikan keamanan NATO, mendukung Ukraina, dan mengatasi tantangan global dengan kerja sama.
- Rutte menekankan pentingnya menjaga ikatan trans-Atlantik yang kuat antara Washington, Kanada, dan Eropa dalam bekerja bersama dengan pemimpin AS yang terpilih.
Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, resmi mengundurkan diri dan menyerahkan tampuk kepemimpinannya kepada mantan Perdana Menteri (PM) Belanda, Mark Rutte, pada Selasa (1/10/2024). Rutte menjabat saat aliansi militer tersebut menghadapi beberapa tantangan terbesar dalam sejarahnya.
Stoltenberg menjadi salah satu pejabat tinggi NATO yang paling lama menjabat. Pemimpin itu telah menjabat sejak 2014, ketika Rusia mencaplok Semenanjung Krimea sehingga memicu peningkatan belanja pertahanan aliansi keamanan terbesar di dunia tersebut selama masa jabatannya.
"Mark memiliki latar belakang yang sempurna untuk menjadi sekretaris jenderal yang hebat," ungkap Stoltenberg, dikutip dari Associated Press.
"Dia telah menjabat sebagai perdana menteri selama 14 tahun dan memimpin empat pemerintahan koalisi yang berbeda, jadi dia tahu bagaimana membuat kompromi, menciptakan konsensus, dan ini adalah keterampilan yang sangat dihargai di sini di NATO," sambungnya.
1. Prioritas utama kepemimpinan Rutte
Rutte mengatakan bahwa kepemimpinannya memiliki tiga prioritas utama, yakni memastikan NATO memiliki kemampuan untuk melindungi terhadap ancaman apa pun, mendukung Ukraina, serta mengatasi tantangan global dengan bekerja sama dengan mitra dekat maupun jauh.
"Ikatan transatlantik yang kuat adalah fondasi aliansi kita, dan saya dapat meyakinkan Anda bahwa saya akan melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa aliansi ini akan tetap kokoh. NATO sekarang lebih besar, lebih kuat, dan lebih bersatu dari sebelumnya," kata Rutte, dilaporkan oleh Euro News.
Sekjen NATO nantinya akan memimpin kantor pusat, menggerakkan agenda kerja aliansi dan berbicara atas nama 32 negara dengan satu suara yang menyatukan. Kontinuitas biasanya menjadi kata kunci saat para pemimpin aliansi itu menjabat.
2. Rutte berjanji bakal prioritaskan dukungan NATO ke Ukraina

Rutte berjanji untuk memprioritaskan dukungan NATO terhadap Ukraina dan membawanya lebih dekat ke aliansi pertahanan Barat tersebut. Sebelumnya, para pemimpin pakta pertahanan tersebut mengatakan bahwa jalan Kiev untuk menjadi anggota tidak dapat diubah.
"Tidak akan ada keamanan yang abadi di Eropa tanpa Ukraina yang kuat dan merdeka. Tempat yang sah bagi Ukraina adalah di NATO," kata Rutte.
“Biaya yang harus ditanggung untuk mendukung Ukraina jauh lebih rendah dibandingkan biaya yang akan kita tanggung jika kita membiarkan Putin mendapatkan apa yang diinginkannya,” tambahnya.
Perang di Ukraina telah menempatkan NATO kembali menjadi pusat urusan internasional. Meskipun para pemimpin Barat menekankan aliansi tersebut bersifat defensif, Moskow telah lama menggambarkannya sebagai ancaman terhadap keamanan Rusia.
3. Rutte mengaku tak khawatir dengan hasil pilpres AS

Rutte menggarisbawahi pentingnya menjaga ikatan trans-Atlantik antara Washington, Kanada, dan Eropa agar tetap kuat. Pemimpin itu mengaku tidak khawatir dengan hasil pilpres AS dan yakin bahwa dirinya dapat bekerja dengan baik siapa pun yang terpilih menjadi pemimpin Negeri Paman Sam tersebut.
"Saya bekerja selama empat tahun dengan Donald Trump. Dia adalah orang yang mendorong kita untuk membelanjakan lebih banyak (untuk pertahanan), dan dia mencapainya karena memang, pada saat ini, kita sekarang berada pada tingkat belanja yang jauh lebih tinggi dibandingkan ketika dia menjabat," ungkap Rutte.
"Kamala Harris punya catatan luar biasa sebagai wakil presiden. Dia pemimpin yang sangat dihormati, jadi saya bisa bekerja sama dengan keduanya," tambahnya, dilansir Reuters.
Survei menunjukkan pilpres akan berlangsung ketat. Terdapat kemungkinan kembalinya Trump, yang berterus terang mengenai rendahnya belanja pertahanan di antara sekutu-sekutu Eropa dan Kanada yang merusak kepercayaan NATO. Kembalinya Trump telah menjadi sebuah tantangan besar, terutama bagi negara-negara anggota yang lebih kecil.