Negara Pasifik Minta Jepang Tunda Pembuangan Limbah PLTN Fukushima

Jakarta, IDN Times - Negara-negara Kepulauan Pasifik mendesak agar Jepang menunda pelepasan air radioaktif dari limbah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima. Hal ini disampaikan dalam Pacific Islands Forum (PIF) pada Rabu (18/1/2023).
Mereka khawatir dengan kontaminasi nuklir, serta kurangnya data ilmiah yang mendukung rencana Jepang.
Melalui PIF, negara-negara Kepulauan Pasifik menegaskan kembali posisi mereka guna melindungi masa depan Benua Pasifik dengan pendekatan yang memprioritaskan dan melindungi kehidupan laut, kesehatan manusia, dan lingkungan. Serta, melindungi kepentingan dan mata pencaharian masyarakat pesisir pulau kecil.
PIF merupakan blok regional yang membahas kebijakan politik dan ekonomi di sub-kawasan di Pasifik. Organisasi tersebut terdiri dari 18 negara kepulauan, yakni Australia, Kepulauan Cook, Negara Federasi Mikronesia, Fiji, Polinesia Prancis, Kiribati, Nauru, Kaledonia Baru, Selandia Baru, Niue, Palau, Papua Nugini, Republik Kepulauan Marshall, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Tuvalu, dan Vanuatu.
1. Negara-negara Kepualauan Pasifik membutuhkan verifikasi keamanan
Kekhawatiran negara-negara Pasifik didasari sejarah masa lalu, mengingat negara-negara tersebut masih bergulat pada warisan pengujian nuklir puluhan tahun silam.
"Orang-orang kami setiap hari terus menanggung dampak jangka panjang dari warisan pengujian nuklir, kami mengetahui secara langsung dampak antargenerasi akibat limbah radioaktif nuklir," kata Sekretaris Jenderal PIF, Henry Puna, dalam seminar publik di Suva, Fiji.
"Wilayah kami teguh bahwa tidak boleh ada pembuangan sampai semua pihak memverifikasi keamanannya," lanjutnya, dikutip dari laman resmi PIF.
Negara-negara Pasifik menganggap, pembuangan air limbah radioaktif Jepang merupakan masalah yang kompleks dan teknis, sehingga membutuhkan dasar ilmiah yang kuat dan cermat.
Ini mengenai apakah standar keselamatan internasional saat ini memadai untuk menangani kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang melibatkan air limbah radioaktif dalam jumlah yang besar dari reaktor nuklir yang rusak, dibandingkan dengan yang dibuang dalam operasi normal.
2. Rencana pelepasan air radioaktif Jepang telah didukung IAEA

Pernyataan Sekjen PIF merupakan respons atas pengumuman yang dikeluarkan oleh Jepang pekan lalu, yang mengatakan bahwa pelepasan air dari PLTN Fukushima akan dimulai musim semi atau panas tahun ini.
Keputusan itu telah dibuat sejak April 2021. Pasifik dipilih karena dianggap yang paling realistis dan tidak dapat dihindari.
Dilansir Japan Times, Jepang mengatakan bahwa hampir semua partikel radioaktif akan hilang dari air limbah sebelum dilepaskan, kecuali isotop hidrogen yang disebut tritium. Tetapi, kandungan radionuklida dapat dikurangi hingga air olahan mengandung konsentrasi tritium tingkat rendah.
Rencana Tokyo untuk membuang lebih dari 1 juta limbah didukung oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Menurutnya, pembuangan air limbah yang telah diproses dengan menghilangkan hampir semua elemen radioaktif, merupakan bagian dari operasi normal yang aman dilakukan, serupa dengan PLTN di seluruh dunia.
IAEA juga mengatakan, pihaknya telah melakukan beberapa tinjauan keselamatan guna memastikan pelepasan air tersebut sesuai dengan standar keselamatan intenasional, yang diharapkan tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan.
3. Uji coba nuklir di Pasifik

Negara Kepulauan Pasifik telah lama menderita akibat uji coba nuklir Amerika Serikat (AS) selama beberapa dekade. Pada 1940-an dan 1950-an, AS melakukan uji coba nuklir di pulau-pulau Pasifik dan Kepulauan Marshall, Channel News Asia melaporkan.
Uji coba tersebut juga telah memantik kampanye di Kepulauan Marshall yang meminta Washington lebih banyak memberi kompensasi atas dampak yang ditimbulkan dari eksperimen itu.
Prancis juga pernah melakukan hal yang sama pada 1966 dan 1996. Paris melakukan pengujian atom di Mururoa Atoll di Polinesia Prancis.