Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Netanyahu Beri Lampu Hijau Permukiman Ilegal Baru di Tepi Barat

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (Ron Przysucha / U.S. Department of State from United States, Public domain, via Wikimedia Commons)
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (Ron Przysucha / U.S. Department of State from United States, Public domain, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Proyek E1 akan membelah Tepi Barat, menghubungkan kota-kota Palestina
  • Rencana Israel dikecam lebih dari 21 negara dan bertentangan dengan seruan lembaga internasional
  • Palestina mengecam proyek ini, tetap mendorong solusi dua negara
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyetujui rencana pembangunan 3.412 unit rumah baru di permukiman ilegal E1, Tepi Barat. Keputusan kontroversial yang diumumkan pada Kamis (11/9/2025) itu akan memperluas area permukiman Ma'ale Adumim secara signifikan.

Langkah tersebut berisiko membelah Tepi Barat menjadi dua bagian, sekaligus memisahkannya dari Yerusalem Timur yang diduduki. Konsekuensinya, pembentukan negara Palestina merdeka di masa depan dianggap menjadi hampir mustahil secara geografis.

“Tidak akan pernah ada negara Palestina, wilayah ini adalah milik kami. Kami akan melindungi warisan, tanah dan keamanan kami,” kata Netanyahu, dilansir Strait Times.

1. Proyek E1 akan membelah Tepi Barat

Proyek E1 rencananya akan dibangun di atas lahan seluas 12 kilometer persegi. Lokasi ini sangat strategis karena merupakan salah satu koridor darat terakhir yang menghubungkan kota-kota besar Palestina seperti Ramallah dan Betlehem. Pembangunan ini juga akan mencakup infrastruktur pendukung seperti jalan baru dan fasilitas lainnya, dilansir Euronews.

Rencana ini sempat dibekukan selama lebih dari dua dekade akibat tekanan internasional, termasuk dari Amerika Serikat. Menurut hukum internasional, seluruh permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki sejak 1967 berstatus ilegal. Namun, faksi sayap kanan Israel menyambut baik keputusan ini, termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.

"Negara Palestina sedang dihapus dari meja perundingan, bukan dengan slogan-slogan, melainkan dengan tindakan. Setiap permukiman, setiap lingkungan, setiap unit perumahan adalah paku di peti mati gagasan berbahaya ini," kata Smotrich.

Sebelumnya, proyek ini telah disetujui oleh Administrasi Sipil Kementerian Pertahanan Israel pada Agustus lalu. Acara penandatanganan oleh Netanyahu lebih bersifat simbolis sebagai lampu hijau untuk proses konstruksi di lapangan.

2. Rencana Israel dikecam berbagai negara

Keputusan Netanyahu memicu gelombang kecaman dari berbagai negara. Lebih dari 21 negara, termasuk sekutu dekat Israel, menentang rencana ekspansi tersebut.

Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menyebut persetujuan ini sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional. Sementara itu, Jerman juga menolak rencana itu dan mengumumkan akan mendukung proposal solusi dua negara yang dipimpin Prancis di PBB.

Langkah Israel ini juga bertentangan dengan seruan lembaga-lembaga internasional. Majelis Umum PBB pada September 2024 telah menuntut Israel menghentikan semua aktivitas permukiman. Putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada Juli 2024 juga menyatakan kehadiran Israel di wilayah pendudukan adalah ilegal.

Keputusan ini diambil di tengah meningkatnya tekanan terhadap Israel. Beberapa negara Barat, seperti Inggris dan Prancis, telah mengumumkan niat mereka untuk mengakui Negara Palestina di PBB bulan ini.

3. Palestina akan tetap mendorong solusi dua negara

Otoritas Palestina turtu mengecam pengumuman tersebut. Juru bicaranya, Nabil Abu Rudeineh, menilai tindakan Netanyahu ini dapat meningkatkan ketegangan di kawasan. Menurutnya, proyek ini tidak akan mampu menghalangi terwujudnya solusi dua negara.

Saat ini, Tepi Barat dihuni oleh sekitar 3 juta warga Palestina. Di sisi lain, populasi pemukim ilegal Israel terus bertambah dan kini telah mencapai sekitar 500 ribu jiwa.

Kondisi wilayah ini sudah sangat tegang bahkan sebelum rencana ini disetujui. Eskalasi kekerasan oleh pemukim, operasi militer Israel yang semakin intensif, dan penutupan akses jalan telah membatasi pergerakan warga Palestina. Organisasi Peace Now menyebut rencana E1 akan mematikan peluang perdamaian di kawasan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us

Latest in News

See More

Melihat Isi Pembahasan Pertemuan Prabowo dan Presiden MBZ

13 Sep 2025, 08:40 WIBNews