Serangan Israel Terhadap Warga Palestina di Tepi Barat Naik 39 Persen

- Pasukan Israel tembak mati pria Palestina di Tepi Barat
- Israel ingin kuasai sekitar 82 persen wilayah Tepi Barat
- Liga Arab sebut perdamaian harus didasarkan solusi dua negara dan Inisiatif Perdamaian Arab 2002
Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Jumat (5/9/2025) memperingatkan bahwa serangan pasukan Israel dan pemukim ilegal terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki telah melonjak hingga 39 persen dibandingkan tahun lalu.
"Sejak Januari, lebih dari 2.780 warga Palestina telah dilukai oleh pasukan Israel atau pemukim. Jumlah tersebut meningkat 39 persen dibandingkan tahun lalu. Termasuk hampir 500 orang yang terluka akibat serangan pemukim Israel. Angka itu dua kali lipat dibandingkan periode yang sama,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric, mengutip laporan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
Hingga Senin (1/9/2025), OCHA juga mendokumentasikan pembongkaran lebih dari 1.150 bangunan di Tepi Barat sepanjang tahun ini karena tidak adanya izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan Israel. Dujarric sendiri menyebut izin tersebut hampir mustahil diperoleh warga Palestina.
“Itu merupakan peningkatan sebesar 44 persen dibandingkan periode yang sama,” tambahnya, dikutip dari Anadolu.
1. Pasukan Israel tembak mati pria Palestina di Tepi Barat
Dilansir dari Al Jazeera, seorang pria Palestina tewas ditembak oleh pasukan Israel di dekat pos pemeriksaan al-Murabba’a di selatan Nablus, pada Jumat. Kementerian Kesehatan Palestina mengidentifikasi korban sebagai Ahmed Shehadeh, seorang pria berusia 57 tahun.
Amid Ahmed, direktur Pusat Darurat dan Ambulans Bulan Sabit Merah di Nablus, mengatakan bahwa tentara Israel sempat menghalangi timnya untuk mencapai lokasi kejadian. Sementara itu, militer Israel mengklaim bawa korban melemparkan benda mencurigakan ke arah tentara yang beroperasi di dekat pos pemeriksaan sebelum akhirnya ditembak.
Di lokasi lainnya, sekelompok pemukim Israel yang bersenjatakan pisau dan tongkat menyerbu desa Khallet al-Dabaa di daerah Masafer Yatta di selatan Hebron. Mereka melukai 20 orang, termasuk seorang bayi berusia tiga bulan.
Aktivis Palestina Osama al-Makhmara mengatakan bahwa korban mengalami memar, patah tulang hingga luka tusuk. Sedikitnya sembilan orang harus dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
2. Israel ingin kuasai sekitar 82 persen wilayah Tepi Barat
Pada Rabu (3/9/2025), Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, menyerukan upaya untuk mencaplok sekitar 82 persen wilayah Tepi Barat demi mencegah terbentuknya negara Palestina.
Sebelumnya, beberapa negara, termasuk Belgia, Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia, telah mengumumkan rencana mereka untuk mengakui negara Palestina dalam pertemuan Majelis Umum PBB (UNGA) yang akan digelar pada 8-23 September mendatang.
“Sudah saatnya menerapkan kedaulatan Israel di Yudea dan Samaria (Tepi Barat) dan menghapus sekali untuk selamanya gagasan membagi tanah kecil kita,” kata Smotrich, pemimpin Partai Zionisme Religius sayap kanan, dalam konferensi pers
Menurut data yang dikutip dari Al Jazeera, lebih dari 700 ribu pemukim, atau 10 persen populasi Israel, tinggal di 150 pemukiman ilegal dan 128 pos terdepan yang tersebar di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki.
Xavier Abu Eid, mantan direktur komunikasi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mengungkapkan bahwa bendera Israel dan permukiman kini terlihat di sepanjang 30-40 km antara Ramallah dan Nablus.
“Jelas, peta yang dipresentasikan oleh Smotrich sedang diwujudkan di lapangan oleh para pemukim dan tentara Israel,” ujarnya.
3. Liga Arab sebut perdamaian harus didasarkan solusi dua negara dan Inisiatif Perdamaian Arab 2002
Sementara itu, di Kota Gaza, Israel terus melancarkan serangan besar-besaran sebagai bagian dari rencana pengambilalihan seluruh wilayah tersebut. Warga diperintahkan untuk pindah ke zona kemanusiaan di daerah al-Mawasi di Khan Younis, meskipun daerah tersebut telah dibom beberapa kali.
Pada Jumat, Menteri Luar Negeri Finlandia, Elina Valtonen, mengumumkan bahwa negaranya akan bergabung dengan upaya internasional untuk mewujudkan solusi dua negara yang dipimpin oleh Prancis dan Arab Saudi.
Sehari sebelumnya, para menteri luar negeri Liga Arab yang bertemu di Kairo juga mengadopsi sebuah resolusi yang menyatakan bahwa perdamaian di Timur Tengah tidak dapat dicapai selama Israel mengeluarkan ancaman terselubung untuk menduduki atau mencaplok lebih banyak tanah Arab.
Liga Arab menegaskan bahwa setiap penyelesaian yang langgeng harus didasarkan pada solusi dua negara dan Inisiatif Perdamaian Arab 2002, yang menawarkan normalisasi penuh hubungan dengan Israel sebagai imbalan atas penarikan total dari wilayah yang didudukinya sejak 1967.