Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PBB Khawatir Konflik di Kongo akan Menyebar ke Negara Lain di Kawasan

ilustrasi tentara (unsplash.com/Daniel Balaure)
ilustrasi tentara (unsplash.com/Daniel Balaure)
Intinya sih...
  • Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB memperingatkan konflik di DRC bisa meluas ke seluruh kawasan tanpa intervensi.
  • Pemberontak M23 merebut kota Goma, menewaskan 3 ribu orang dan mengungsi banyak lainnya, memicu permintaan penyelidikan pelanggaran HAM.
  • Pertempuran sengit masih berlanjut di provinsi Kivu Selatan, dengan kekhawatiran meningkat atas situasi kemanusiaan yang memburuk.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, memperingatkan bahwa konflik di Republik Demokratik Kongo (DRC) dapat meluas ke seluruh kawasan tanpa adanya intervensi. Oleh sebab itu, ia mendesak semua pihak untuk membantu menghentikan kekerasan tersebut.

DRC telah terjerumus ke dalam krisis sejak pemberontak Gerakan 23 Maret (M23) dan pasukan sekutunya merebut kota Goma pekan lalu. Hampir 3 ribu orang dilaporkan tewas dan banyak lainnya mengungsi akibat kekacauan tersebut.

"Jika tidak ada tindakan yang diambil, kemungkinan yang terburuk masih akan terjadi, tidak hanya bagi masyarakat di DRC timur, tetapi juga di luar perbatasan negara. Semua pihak yang memiliki pengaruh harus bertindak segera untuk mengakhiri situasi tragis ini," kata Turk dalam pidatonya pada pertemuan darurat Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, Jumat (7/2/2025).

1. DRC dan Rwanda saling tuduh

Pertemuan darurat itu diadakan atas permintaan DRC, yang menuntut penyelidikan segera terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang meluas, yang mereka klaim dilakukan oleh M23. Negara tetangganya, Rwanda, dituduh mendukung kelompok bersenjata tersebut.

“Sangat mendesak untuk memberikan tekanan internasional agar Rwanda menghentikan dukungannya terhadap kelompok bersenjata dan menarik diri dari wilayah Kongo sesegera mungkin,” kata Menteri Komunikasi DRC, Patrick Muyaya, dikutip dari Al Jazeera.

Namun, Duta Besar Rwanda untuk PBB, James Ngango, membantah bahwa negaranya terlibat dalam konflik tersebut. Ia mengatakan bahwa Rwanda sendiri berisiko mengalami serangan dari seberang perbatasan.

"Yang jelas adalah ancaman besar yang ditimbulkan oleh situasi saat ini terhadap Rwanda. Setelah jatuhnya Goma, bukti baru telah muncul mengenai serangan besar-besaran yang akan segera terjadi terhadap Rwanda," ujarnya, merujuk pada tumpukan senjata yang ditemukan di sekitar bandara kota tersebut.

2. Pertempuran masih berlanjut meski gencatan senjata diumumkan

Meski pemberontak telah mengumumkan gencatan senjata mulai Selasa (4/2/2025), PBB mengatakan bahwa pertempuran sengit masih berlanjut di provinsi Kivu selatan.

“Di Bukavu, ketegangan meningkat ketika M23 bergerak semakin dekat, hanya 50 km di utara kota,” kata Vivian van de Perre, wakil kepala misi PBB di DRC, pada Rabu (5/2/2025). Ia menyebut situasi di provinsi Kivu Selatan sangat memprihatinkan.

Sementara itu, situasi di Goma masih belum stabil setelah pemberontak mengambil alih kota tersebut.

“Kami masih berada di bawah pendudukan (di Goma). Situasinya masih sangat fluktuatif dengan risiko eskalasi yang terus-menerus. Semua rute keluar dari Goma berada di bawah kendali mereka dan bandara, juga di bawah kendali M23, ditutup hingga pemberitahuan lebih lanjut," tambahnya, dikutip dari CNN.

3. Risiko penyebaran wabah penyakit meningkat

Para pakar hak asasi manusia PBB, pada Kamis (6/2/2025), juga mengungkapkan kekhawatiran mereka atas memburuknya situasi kemanusiaan di DRC timur. Mereka mengecam laporan tentang serangan tanpa pandang bulu, pembunuhan, kekerasan seksual, wajib militer paksa, dan penangkapan sewenang-wenang terhadap pengungsi.

“Meskipun ada gencatan senjata sepihak baru-baru ini, para pengungsi tidak memiliki tempat berlindung yang aman karena krisis kemanusiaan di DRC timur mengalami perubahan yang sangat mengkhawatirkan,” kata mereka dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Anadolu.

Para pakar tersebut juga menyoroti kelangkaan pangan, tempat tinggal, listrik, dan air bersih, serta memperingatkan soal peningkatan risiko wabah penyakit.

Dilansir dari DW, organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan 600 kasus dugaan kolera dan 14 kematian dalam sebulan terakhir di Provinsi Kivu Utara. Badan tersebut mengatakan bahwa konflik juga mengganggu kampanye vaksinasi mpox di wilayah itu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us