Perbaiki Hubungan Dagang, China Akhiri Tarif Jelai Australia

Jakarta, IDN Times - China mengakhiri tarif impor lebih dari 80 persen pada jelai Australia, yang telah diberlakukan sejak 3 tahun yang lalu dan berdampak pada perdagangan miliaran dolar.
Pengumuman tersebut juga menandai mencairnya hubungan bilateral Beijing-Canberra, termasuk hubungan komersial mitra dagang kedua negara menuju normalisasi.
"Mengingat perubahan di pasar jelai China, tidak perlu lagi untuk terus mengenakan bea anti-dumping dan bea-penyeimbang untuk jelai impor yang berasal dari Australia," kata Kementerian Perdagangan China pada Jumat (4/8/2023), dikutip dari BBC.
Aturan tersebut mulai berlaku pada Sabtu. Meski begitu, kementerian tersebut tidak memberikan rincian atas pengumuman tersebut, serta tidak menjelaskan perubahan pasar.
1. Australia tangguhkan gugatannya ke WTO
Dengan dibukanya kembali perdagangan jelai, Canberra berharap Beijing dapat mencabut hambatan perdagangannya terhadap wine Australia.
Pada April tahun ini, Australia menangguhkan pengaduan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sebagai upaya membuka kembali pasar China untuk jelai. Sebagai gantinya, Beijing menyetujui untuk meninjau kembali bea masuknya biji-bijian.
Meski perang dagang atas jelai telah berakhir, namun keluhan Canberra atas wine tetap ada di hadapan WTO yang berbasis di Jenewa. Ini menjadi subyek pengaduan terpisah terhadap tarif China hingga 218 persen untuk wine Australia.
2. China adalah mitra dagang terbesar Australia

Penguman Negeri Tirai Bambu disambut baik oleh Perdana Menteri (PM) Australia, Anthony Albanese, yang sedang merencanakan lawatan pertamanya ke Beijing sebagai pemimpin pemerintahan sebelum akhir tahun. Namun, pihaknya belum menetapkan tanggal kunjungan.
"Ini adalah keputusan yang sangat positif," kata Albanese kepada wartawan, dikutip dari AP News.
Di bawah pemerintahannya sejak terpilih pada Mei 2022, Albanese ingin memulihkan komunikasi Canberra-Beijing yang sempat bersitegang. Pembelian batu bara dan kayu Australia oleh China pun dilanjutkan tahun ini.
Untuk diketahui, China merupakan mitra dagang terbesar bagi Australia. Tercatat, perdagangan dua arah tersebut bernilai 287 miliar dolar AS (sekitar Rp4,3 kuadriliun) pada 2022.
3. Ketegangan dua mitra dagang Australia-China pada 2020

Pada 2020, hubungan antara Australia dan China memanas karena PM Australia yang menjabat saat itu, Scott Morrison, menyerukan penyelidikan internasional mengenai asal-usul COVID-19.
Hal tersebut memicu pembalasan oleh Beijing, termasuk bea anti-dumping pada komoditas utama Canberra, yakni jelai dan wine, dilansir Reuters.
China mengenakan tarif 80,5 persen pada jelai Australia. Pada tahun sebelum Beijing memblokir impor, perdagangan biji-bijian antara kedua negara bernilai 602 juta dolar AS (sekitar Rp9,1 triliun).
Sementara untuk industri wine, Australia juga terpukul karena China mengenakan tarif tinggi pada ekspornya, yang berimbas pada terganggunya pasar yang dulunya paling menguntungkan.
Kemarahan Beijing juga berdampak pada pemberlakuan tarif pada ekspor utama lainnya, seperti daging sapi, serta pembatasan tidak resmi pada ekspor lobster dan daging dari rumah pemotongan hewan tertentu.