PM Spanyol Permudah Masuknya Migran untuk Dorong Ekonomi

- Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sánchez, memudahkan migran menetap di negaranya dengan mengurangi birokrasi dan meningkatkan integrasi ke pasar tenaga kerja.
- Spanyol menjadi ekonomi tercepat di Uni Eropa berkat tingginya tingkat migrasi, terutama pekerja terampil dari Amerika Latin.
- Kebijakan promigrasi Spanyol bertentangan dengan langkah beberapa negara Eropa yang memperketat kontrol perbatasan dan meningkatnya sentimen antiimigran di Spanyol.
Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sánchez, mengumumkan rencana untuk memudahkan migran menetap di negaranya pada Rabu (9/10/2024). Kebijakan ini kontras dengan sikap negara-negara Eropa lainnya yang cenderung memperketat kontrol perbatasan.
Sánchez mempromosikan migrasi sebagai cara efektif untuk melindungi kemakmuran ekonomi Spanyol.
"Spanyol perlu memilih antara menjadi negara terbuka dan makmur atau negara tertutupF dan miskin," ujarnya di hadapan parlemen, dilansir dari The Guardian.
Dalam upaya mewujudkan visi tersebut, pemerintah Spanyol berencana mengurangi birokrasi untuk pengajuan izin tinggal dan meningkatkan integrasi migran ke pasar tenaga kerja. Langkah ini diambil di tengah meningkatnya sentimen antiimigran di beberapa negara Eropa.
1. Migran sebagai penggerak ekonomi Spanyol
Sánchez menekankan pentingnya peran migran dalam pertumbuhan ekonomi dan mempertahankan sistem kesejahteraan Spanyol.
"Migrasi bukan hanya soal kemanusiaan, tetapi juga kebutuhan untuk kemakmuran ekonomi kita," tegasnya, dilansir dari Reuters.
Spanyol saat ini tercatat sebagai ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di Uni Eropa. Pertumbuhan ini didukung oleh tingginya tingkat migrasi, terutama pekerja terampil dari Amerika Latin yang mengisi kekurangan tenaga kerja di sektor teknologi dan perhotelan.
Sánchez juga membantah stereotip negatif tentang migran. Ia mengklaim bahwa migran lebih mungkin bekerja dibandingkan warga Spanyol kelahiran asli dan cenderung lebih sedikit mengakses layanan sosial. Sanchez juga mengklaim bahwa 94 persen migran yang tiba di Spanyol dalam dekade ini adalah migran legal.
"Warga lanjut usia kita membutuhkan pengasuh tapi sulit menemukannya. Perusahaan kesulitan mencari programmer, teknisi, dan tukang bangunan. Sekolah-sekolah di pedesaan juga membutuhkan murid agar tidak tutup," ujar Sanchez.
2. Kontras dengan kebijakan migrasi Eropa
Kebijakan promigrasi Spanyol berbeda tajam dengan langkah beberapa negara Eropa lainnya yang justru memperketat kontrol perbatasan. Dilansir The Guardian, Jerman, Slovakia, dan Hungaria telah memperkenalkan kembali kontrol perbatasan sementara di zona perjalanan terbuka Schengen Uni Eropa.
Prancis juga dilaporkan sedang mempertimbangkan langkah serupa. Sementara itu, Italia berencana mendirikan kamp penahanan di Albania, negara non-Uni Eropa, untuk menampung migran yang ditangkap di laut.
Menghadapi tren ini, Sánchez menyerukan penerapan lebih awal perjanjian migrasi Uni Eropa. Perjanjian ini bertujuan untuk berbagi distribusi migran dan pencari suaka di antara negara-negara anggota berdasarkan PDB, populasi, dan kriteria lainnya.
3. Sentimen antimigran meningkat di Spanyol
Meskipun pemerintah Spanyol mendorong kebijakan promigrasi, tantangan tetap ada. Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan oleh surat kabar El Pais menunjukkan peningkatan sentimen antiimigran di Spanyol. Sebanyak 57 persen responden merasa ada terlalu banyak imigran di negara tersebut.
Sentimen ini tercermin dalam meningkatnya dukungan untuk partai sayap kanan di Spanyol, yang mencapai 15,4 persen menurut jajak pendapat lainnya. Santiago Abascal, pemimpin sayap kanan, mengklaim migrasi menyebabkan peningkatan kejahatan kekerasan dan membebani layanan sosial.
Kritik juga datang dari pemimpin oposisi Alberto Nunez Feijoo. Ia menyoroti kurangnya tindakan pemerintah terhadap krisis migrasi di Kepulauan Kanari. Jumlah migran yang tiba di kepulauan tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat dalam sembilan bulan pertama 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Saat ini, Spanyol juga masih menghadapi tantangan pengangguran. Meskipun tingkat pengangguran berada pada level terendah sejak 2008, angka tersebut masih tergolong tinggi di Eropa, terutama di kalangan pemuda.