Prediksi Agenda Pertemuan Trump dan Kim Jong-un di Vietnam

Hanoi, IDN Times - Pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un kembali terjadi untuk kedua kalinya pada 27-28 Februari. Kali ini Hanoi, Vietnam, menjadi tuan rumahnya. Salah satu topik utama yang akan dibicarakan keduanya adalah soal denuklirisasi Semenanjung Korea.
Ini merupakan kelanjutan dari pertemuan Trump dan Kim di Singapura pada tahun lalu di mana dalam dokumen yang ditandatangani keduanya disebutkan bahwa "Republik Rakyat Demokratik Korea berkomitmen terhadap denuklirisasi sepenuhnya di Semenanjung Korea".
1. Amerika Serikat menginginkan Korea Utara menghapus semua program nuklirnya

Secara umum, tujuan utama Amerika Serikat menyetujui pertemuan dengan Kim adalah agar Korea Utara mulai mengeliminasi program nuklirnya. Ini artinya, pemerintahan Trump berambisi agar tidak ada lagi produksi, tes, apalagi peluncuran senjata pemusnah massal yang sempat dilaporkan mampu menjangkau Amerika Serikat tersebut.
2. Untuk pertemuan kedua, Amerika Serikat diprediksi mencari persamaan definisi denuklirisasi

Sementara itu, tujuan tersebut tidak akan mudah dicapai mengingat Korea Utara juga menganggap pemusnahan program nuklir adalah sebuah pengorbanan dengan risiko besar. Mengingat fakta ini, Reuters memprediksi bahwa Amerika Serikat akan terlebih dulu mencari persamaan definisi denuklirisasi dengan Korea Utara.
Bagi Amerika Serikat, denuklirisasi termasuk penghancuran semua persediaan senjata pemusnal massal serta berbagai perlengkapan peluncurnya. Trump juga diprediksi akan menetapkan sebuah peta jalan untuk memulai denuklirisasi serta batas waktu untuk setiap proses.
3. Korea Utara berharap PBB dan Amerika Serikat menghapus sanksi ekonomi

Di sisi lain, motivasi Kim bersedia maju ke meja perundingan dengan Trump adalah penghapusan sanksi ekonomi. Sejak Korea Utara pertama kali melakukan uji coba senjata nuklir pada 2006, PBB sudah mengeluarkan sejumlah resolusi. Ini didukung kuat oleh Amerika Serikat sebagai anggota Dewan Keamanan.
Apalagi dalam memo terbaru yang disampaikan Korea Utara kepada PBB pada minggu lalu disebutkan negara tersebut baru mengalami gagal panen sehingga terjadi krisis pangan. Hampir separuh populasi kekurangan nutrisi dan Pyongyang meminta bantuan kemanusiaan melalui PBB.
4. Korea Utara mungkin memasukkan syarat lain untuk melakukan denuklirisasi

Membuat rezim otoriter yang sejak awal sangat tertutup untuk bekerja sama dengan negara yang sering dianggap musuh bukan hal gampang. Oleh karena itu, Korea Utara kemungkinan besar tidak akan bersedia mengikuti permintaan Amerika Serikat seandainya hanya ada penghapusan sanksi yang ditawarkan di atas meja.
Pyongyang diprediksi menerjemahkan denuklirisasi sebagai akhir dari kebijakan Amerika Serikat yang mengandung sikap permusuhan terhadapnya. Contohnya adalah penempatan militer Negeri Paman Sam di Korea Selatan serta sistem perlindungan terhadap nuklir yang dipasang di negara itu.
5. Kim menyebut negaranya ingin mengurangi tensi secara perlahan untuk normalisasi hubungan

Ada banyak langkah diplomatik yang harus diambil oleh setiap pihak, termasuk Korea Selatan. Ini karena tidak mungkin bagi Korea Utara untuk membuka diri dan bekerja sama tanpa menormalkan hubungan dengan tetangga di bagian selatan, terutama setelah Presiden Moon Jae-in berperan sangat besar dalam penurunan tensi di Semenanjung Korea.
Pada Januari lalu, Kim juga mengindikasikan pemerintahnya siap membuka kembali Kompleks Industri Kaesong (KIC) dan tur ke Gunung Kumgang tanpa persyaratan. KIC sendiri merupakan proyek gabungan antara Korea Utara dan Korea Selatan yang dimulai sejak 2004 di sekitar zona demiliterisasi.
Pemerintah Korea Utara beberapa kali menutup kawasan tersebut karena ketegangan yang terjadi dengan Korea Selatan. Pembukaan KIC pun memerlukan kerja sama antara kedua negara. Sedangkan Amerika Serikat dilaporkan mempertimbangkan beberapa cara untuk mendukung negosiasi dengan Trump. Misalnya, membuka kantor perwakilan di Pyongyang.