Presiden Abkhazia Janji Resign jika Massa Pergi dari Gedung Parlemen

Jakarta, IDN Times - Situasi di Abkhazia, pada Minggu (17/11/2024), masih belum kondusif setelah massa menolak meninggalkan gedung parlemen yang sudah diduduki selama 2 hari. Selain itu, belum ada kesepakatan yang tercapai antara demonstran dan Presiden Abkhazia Aslan Bzhania.
Sejak Jumat (15/11/2024), massa berhasil menduduki gedung parlemen Abkhazia di Sukhumi di tengah penolakan perjanjian investasi dengan Rusia. Demonstran juga mendesak Bzhania mundur dari jabatannya sebagai presiden di wilayah pecahan Georgia tersebut.
1. Bzhania desak massa meninggalkan gedung parlemen
Bzhania mengungkapkan bahwa ia siap mundur dari jabatannya jika demonstran yang menduduki gedung parlemen bersedia pergi.
"Saya siap menyatakan pengunduran diri saya dan mengadakan pemilu. Biarkan rakyat yang menyuarakan apa yang mereka dukung. Namun, kondisi ini hanya dikabulkan ketika demonstran bersedia meninggalkan gedung parlemen," terangnya, dilansir dari The Moscow Times.
Sementara itu, mantan anggota KGB tersebut mengatakan, terdapat tekanan besar kepada anggota parlemen untuk membuat keputusan yang tidak sesuai dengan aturan hukum dan melengserkan presiden.
Bzhania memperingatkan, segala rencana dan skenario seperti 2014 tidak akan terulang di Abkhazia. Peristiwa itu terkait dengan mundurnya dua pemimpin Abkhazia imbas demonstrasi akbar pada 2014.
2. Demonstran tidak berpandangan anti-Rusia
Demonstrasi akbar di Abkhazia ini disebabkan oleh perjanjian investasi Moskow-Sukhumi dan memperbolehkan warga Rusia membeli properti di Abkhazia. Oposisi menganggap perjanjian itu hanya akan menguntungkan oligarki Rusia.
"Mereka memprotes untuk melindungi pebisnis lokal karena takut ancaman yang lebih besar dan pendanaan yang lebih besar datang ke Abkhazia. Investasi besar itu akan membuat penduduk lokal semakin terpinggirkan," tutur pakar keamanan dan konflik di Kaukasus Selatan, Olesya Vartanyan, dikutip dari Novaya Gazeta.
Di sisi lain, oposisi Abkhazia tidak berpandangan anti-Rusia dan menyerukan persaudaraan antara Rusia-Abkhazia. Mereka mengklaim Bzhania yang akan menyalahgunakan perjanjian ini untuk melanggengkan kekuasaannya.
Sebagai informasi, Bzhania terpilih sebagai presiden pada 2020 dan berjanji meningkatkan hubungan dengan Rusia sebagai prioritas kebijakan luar negerinya. Jika ia mundur, maka ini akan menjadi pemimpin ketiga yang mundur sejak 2008.
3. Oposisi setuju wakil presiden ditunjuk jadi presiden sementara
Pemimpin oposisi Abkhazia, Adgur Ardzinba, setuju dengan penunjukan Wakil Presiden Badra Gunba sebagai presiden sementara di wilayahnya menggantikan peran dari Bzhania sebelum penyelenggaraan pemilu.
"Kami memutuskan untuk menunjuk wakil presiden sebagai presiden yang sementara, tapi seluruh kabinet pemerintahan harus mundur. Kami akan menunjuk kandidat kami, sosok yang berkomitmen untuk menggantikan perdana menteri saat ini. Ini akan menciptakan keseimbangan cabang eksekutif dan mencegah penggunaan sumber daya administratif untuk kepentingan salah satu orang," ungkapnya, dikutip Tass.
Ia pun menolak permintaan dari Presiden Bzhania untuk mundur jika seluruh demonstran meninggalkan gedung parlemen. Ia menyebut, Bzhania dapat menyatakan pengunduran dirinya di mana saja.