Profil Francois Bayrou, Perdana Menteri Baru Prancis

Jakarta, IDN Times - Presiden Prancis Emmanuel Macron menunjuk Francois Bayrou sebagai Perdana Menteri pada Jumat (13/12/2024). Pemimpin partai Democratic Movement (MoDem) ini menggantikan Michel Barnier yang mengundurkan diri setelah kalah dalam mosi tidak percaya di parlemen pekan lalu.
Melansir Al Jazeera, Bayrou merupakan sekutu lama Macron sejak pemilihan presiden 2017. Dia kerap dijuluki sebagai "orang ketiga" dalam panggung politik Prancis karena perannya menjembatani kubu kanan dan kiri.
Berikut profil Francois Bayrou yang baru ditunjuk sebagai Perdana Menteri Prancis.
1. Awal perjalanan karier Bayrou
Bayrou lahir dari keluarga petani kaya di desa Borderes dekat Pegunungan Pyrenees, Prancis barat daya pada 25 Mei 1951. Ayahnya yang menjabat sebagai kepala desa meninggal karena kecelakaan traktor saat Bayrou masih berumur 20-an.
Bayrou mengawali karier sebagai guru sejarah dan bahasa Latin-Yunani di sekolah wilayah Bearn. Langkah politiknya dimulai pada 1982 saat terpilih sebagai anggota dewan regional Pyrynees-Atlantiques. Empat tahun berselang, ia melangkah ke parlemen nasional.
Di era Presiden Jacques Chirac pada 1993, Bayrou diangkat sebagai Menteri Pendidikan Prancis. Ia menjabat selama 4 tahun di bawah pemerintahan Perdana Menteri Edouard Balladur dan Alain Juppe.
Melansir Sky News, Bayrou diketahui menguasai bahasa Bearnese, bahasa daerah Prancis barat daya. Ia juga pernah menulis biografi Raja Henri IV.
2. Bayrou telah tiga kali mencalonkan diri sebagai presiden Prancis
Bayrou telah tiga kali mencalonkan diri sebagai presiden Prancis. Pencapaian terbaiknya terjadi pada 2007 saat meraih 19 persen suara di putaran pertama. Setelah tiga kegagalan tersebut, ia mendirikan partai MoDem yang kemudian beraliansi dengan kelompok Macron.
"Masyarakat Prancis merasa perkataan politisi tidak ada artinya. Kami harus meyakinkan rakyat Prancis bahwa tindakan kami sesuai dengan perkataan kami. Ini waktu yang tepat untuk melakukannya meski membutuhkan pengorbanan," ujar Bayrou saat mengalihkan dukungannya ke Macron pada 2017.
Kariernya juga sempat terguncang pada tahun itu. Meski diangkat sebagai Menteri Kehakiman oleh Macron, ia mengundurkan diri sebulan kemudian karena kasus dugaan penyalahgunaan dana parlemen Eropa. Bayrou akhirnya dibebaskan dari tuduhan pada Februari 2024, walau delapan pejabat partainya dinyatakan bersalah, dilansir The Guardian.
Sebelum menjadi PM, Bayrou menjabat Wali Kota Pau sejak 2014. Ia juga dipercaya sebagai komisaris tinggi perencanaan pemerintah Prancis.
3. Bayrou dikenal sebagai politisi moderat
Melansir France 24, Bayrou merupakan seorang Katolik dan ayah enam anak. Meski demikian, ia mendukung penuh sistem sekuler Prancis. Ia kerap mengambil posisi moderat antara kubu kanan dan kiri dalam politik Prancis.
Namun, Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy menentang pengangkatan Bayrou sebagai PM. Permusuhan keduanya berakar dari dukungan Bayrou kepada kandidat Sosialis Francois Hollande pada pilpres 2012.
Bayrou juga pernah terlibat kontroversi saat kampanye 2002. Saat itu, ia terekam menampar seorang anak yang mencoba mencopetnya di Strasbourg. Namun, popularitasnya justru meningkat setelah insiden tersebut.
Bayrou sendiri dikenal sebagai tokoh yang mendorong reformasi sistem pemilu Prancis selama kariernya. Ia mengusulkan penerapan sistem proporsional dalam pemilihan legislatif.
4. Tantangan Bayrou sebagai PM Prancis
Tugas mendesak Bayrou sebagai PM adalah menyusun anggaran 2025. Defisit publik Prancis saat ini mencapai 6,1 persen dari PDB, jauh melampaui batas 3 persen yang ditetapkan Uni Eropa. Pemerintahan sebelumnya gagal meloloskan anggaran karena penolakan dari parlemen.
Parlemen yang terpecah menjadi kendala besar bagi Bayrou. Aliansi sayap kiri merupakan pemenang suara terbanyak dalam pemilu kilat Juli lalu.
Mathilde Panot dari partai France Unbowed telah mengancam mengajukan mosi tidak percaya baru. Kelompok kiri telah berseberangan dengan Macron sejak kebijakan reformasi usia pensiun.
Sementara, Marine Le Pen dari sayap kanan National Rally menyatakan bahwa pemerintahan Bayrou akan gagal jika bersikeras melanjutkan gagasan Macron.
"PM baru ini harus memahami bahwa ia tidak memiliki mayoritas di parlemen," Jordan Bardella, presiden partai National Rally.