Qatar Minta Israel Mundur dari Zona Penyangga Suriah

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri (PM) Qatar Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, pada Kamis (16/1/2025), meminta Israel menarik pasukannya dari zona penyangga Suriah. Dia juga mengecam Israel yang merebut wilayah tersebut.
Dia mengatakan hal itu saat mengunjungi Damaskus untuk pertama kali usai Bashar al Assad digulingkan. Dia bertemu dan melakukan pembicaraan dengan pemimpin pemerintahan baru Suriah, Ahmed al-Sharaa.
Israel menduduki zona penyangga di Dataran Tinggi Golan dan memperluasnya. Wilayah itu sebagian besar telah diduduki sejak Perang Timur Tengah pada 1967.
1. Tindakan Israel gegabah
Pasukan Israel dikerahkan ke zona penyangga Dataran Tinggi Golan yang memisahkan Israel dan Suriah usai Assad digulingkan kelompok oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
Dilansir Al Jazeera, pada 1974, daerah tersebut ditetapkan sebagai zona demiliterisasi sebagai bagian dari gencatan senjata yang ditengahi oleh PBB.
Ketika Israel memperluas cengkeramannya di zona penyangga tersebut, mereka juga melancarkan ratusan serangan udara di Suriah. Serangan dilakukan dengan alasan merupakan bagian dari kampanye menghentikan senjata jatuh ke tangan kelompok ekstremis.
"Perebutan zona penyangga oleh pendudukan Israel adalah tindakan yang gegabah dan mereka harus segera menarik diri," kata al-Thani.
2. Al-Sharaa siap menyambut pasukan PBB
Dalam konferensi pers bersama al-Thani, al-Sharaa mengatakan bahwa negaranya siap menyambut pasukan PBB ke zona penyangga. Dia menyebut bahwa kemajuan Israel di wilayah itu sebagai dalih karena kehadiran milisi Iran dan Hizbullah.
Al-Sharaa menekankan bahwa saat ini milisi Iran tersebut tidak memiliki kehadiran sama sekali.
"Suriah tetap berkomitmen terhadap Perjanjian 1974 dan siap menyambut pasukan PBB untuk memulihkan kondisi ke keadaan semula," katanya, dikutip Anadolu.
Pemimpin baru Suriah itu juga mengakui peran penting Qatar yang menekan Israel untuk mundur.
3. Israel bunuh tiga warga Suriah

Selama puluhan tahun, perbatasan Suriah-Israel sebagian besar tetap tenang karena perjanjian 1974 yang ditetapkan sebagai zona demiliterisasi. Tapi sejak Assad digulingkan, Israel mengerahkan pasukannya, yang menuai kritik dan protes dari penduduk setempat dan negara-negara Arab.
Dilansir Associated Press, para pejabat di pemerintahan baru Suriah, mengutuk serangan Israel terbaru pada Rabu (15/1/2025) di desa Ghadir al-Bustan di provinsi Quneitra. Serangan menewaskan tiga orang dan melukai lima orang lainnya.
Mereka yang tewas termasuk pejabat kota setempat dan personel keamanan yang terkait HTS. Militer Israel mengatakan serangan itu menargetkan kendaraan yang membawa senjata.