Regulasi Tak Jelas, Australia Tak Gegabah Ikut Kirim Pasukan ke Gaza

- Australia akan kaji rencana kerja sama dengan Indonesia terkait pengiriman pasukan
- Prabowo berjanji kirim 20.000 personel ke Gaza, namun timbul pertanyaan terkait legalitas dan sumber pendanaan
- Indonesia harus berhati-hati dalam mengambil langkah terkait ISF, karena harus sesuai dengan mandat resmi PBB
Jakarta, IDN Times - Kepala Angkatan Bersenjata Australia, David Johnston, angkat bicara soal adanya keterlibatan negaranya ikut dalam International Stabilization Forces (ISF). Ia mengatakan, belum jelas pengaturan yang akan dibentuk terkait dengan hal tersebut.
“Masih banyak yang harus dijelaskan (dari pembentukan ISF). Namun, Australia berpartisipasi dalam beberapa perencanaan awal tersebut untuk memahami opsi apa saja yang mungkin dikembangkan untuk memahami jenis kontribusi yang akan diberikan,” ujarnya kepada awak media di Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Rencana pembentukan pasukan internasional untuk menjaga perdamaian di Gaza mulai mendapat sorotan, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan gagasan ISF ini. Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya menegakkan stabilitas pasca-gencatan senjata di wilayah konflik Palestina–Israel.
1. Kaji rencana kerja sama dengan Indonesia terkait pengiriman pasukan

Johnston mengatakan, terkait kerja sama dengan Indonesia atau negara lain, pihaknya akan terlebih dahulu berkonsultasi dengan mitranya.
“Saya tahu bagi Indonesia, ini sangat penting dan Presiden Prabowo telah membuat pernyataan yang sangat signifikan tentang jenis dukungan yang akan diberikan Indonesia,” ucapnya.
“Jadi, kami akan terus berdiskusi dengan semua mitra kami, membangun pemahaman kami tentang apa yang mungkin terjadi,” lanjut Johnston.
Ia menambahkan, masih banyak yang harus dikembangkan sebelum ada negara yang benar-benar yakin untuk terlibat dalam proyek tersebut.
“Namun kami akan menyelesaikannya, mengumpulkan saran, dan memberikan pilihan kepada pemerintah kami,” sambung dia.
Bagi Johnston, Australia akan melihat kemungkinan opsi lain.
“Dan saya memastikan kami akan terus berdialog dengan TNI dan berbagi wawasan tentang yang mungkin dilakukan Indonesia, dan apa yang mungkin dilakukan Australia,” katanya.
Jika kemungkinan itu terwujud, Johnston meyakini akan sangat baik jika kedua negara bisa bekerja sama.
2. Janji Prabowo kirim 20.000 personel ke Gaza

Rencana Trump ini sejalan dengan apa yang dijanjikan Presiden Prabowo Subianto. Dalam pidatonya di PBB, Presiden Prabowo menegaskan kesiapan Indonesia berkontribusi aktif dalam misi perdamaian Gaza.
Dia menyatakan, Indonesia siap mengirim hingga 20 ribu personel jika diperlukan untuk menjaga stabilitas dan membantu rekonstruksi kawasan tersebut.
Mantan wakil menteri luar negeri RI, Dino Patti Djalal mengatakan, berdasarkan pernyataan Prabowo bahwa Indonesia tidak hanya siap mengirim pasukan, tetapi juga siap berkontribusi secara finansial untuk mendukung operasi perdamaian tersebut.
Namun, besarnya komitmen ini menimbulkan sejumlah pertanyaan. Utamanya, ujar Dino, terkait legalitas dan sumber pendanaan, mengingat anggaran operasi pasukan perdamaian PBB mencapai sekitar 5,4 miliar dolar Amerika Serikat, atau lebih dari Rp75 triliun per tahun.
“Lagi pula, 20 ribu menurut saya too much,” seru Dino.
3. Indonesia jangan salah langkah

Dino menilai langkah Indonesia untuk ikut ISF harus berhati-hati, terutama dari sisi legalitas internasional. Menurutnya, Indonesia hanya dapat mengirim pasukan jika misi tersebut berada di bawah mandat resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Kebijakan Indonesia jelas, kita hanya bisa mengirim pasukan kalau topinya biru, artinya pasukan penjaga perdamaian PBB,” ujar Dino dalam diskusi tersebut.
Dino menegaskan, hingga saat ini belum ada keputusan resmi dari Dewan Keamanan PBB terkait pembentukan ISF. Dino menyarankan pemerintah Indonesia aktif melobi negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, terutama Rusia dan China, untuk mendukung resolusi resmi terkait ISF.