Rumah Sakit Penuh, Warga Lebanon Terpaksa Melahirkan ke Irak

Jakarta, IDN Times - Lubana Ismail baru saja melarikan diri dari desanya di Lebanon selatan bersama suaminya dan dua anaknya saat dia mengalami kontraksi. Dia mengalami pembengkakan pembuluh darah di rahimnya dan memerlukan pengawasan medis segera agar dapat melahirkan dengan aman.
Mereka bergegas mencari rumah sakit di kota Beirut atau Sidon, tetapi semuanya penuh dengan korban tewas dan luka-luka.
“Tidak ada rumah sakit yang menerima saya. Kami ditolak kemana-mana sampai ayah saya menyarankan kami pergi ke Irak,” kata perempuan itu kepada Reuters.
Mereka akhirnya terbang ke kota Najaf di Irak, di mana Lubana melahirkan seorang bayi perempuan dengan selamat dan sehat. Bayi tersebut diberi nama Zahraa.
1. Menempuh perjalanan evakuasi yang berbahaya
Suami Lubana, Fouad Youssef, menceritakan bahaya yang mereka hadapi saat berusaha melarikan diri.
“Awalnya, kami pergi ke Tyre, tapi serangan terjadi tepat di sebelah kami. Kami memutuskan untuk pergi ke Beirut, berpikir itu akan lebih aman, tetapi bahkan dalam perjalanan, sebuah serangan terjadi di dekat kami,” tutur Youssef.
“Selama dua hari pengungsian kami, saya berusaha membawa istri saya ke rumah sakit karena proses melahirkannya sulit. Namun, karena tingginya jumlah korban luka dan syahid, tidak ada tempat yang tersedia," tambahnya.
2. Sekitar 5.700 warga Lebanon mengungsi ke Irak
Lebih dari 1 juta warga Lebanon telah meninggalkan rumah mereka sejak Israel meningkatkan serangan udaranya dan melancarkan invasi darat di Lebanon selatan untuk melawan kelompok Hizbullah.
Imran Riza, koordinator kemanusiaan PBB, mengungkapkan bahwa laju pengungsian sejak 23 September telah melampaui skenario terburuk, dan kerusakan yang terjadi pada infrastruktur sipil sudah sangat besar.
Najaf, yang setiap tahun menerima jutaan peziarah Syiah, sudah terbiasa menangani kebutuhan medis darurat bagi orang asing. Meski begitu, kedatangan pengungsi dari Lebanon merupakan hal yang tidak terduga. Menurut Kementerian Dalam Negeri Irak, sekitar 5.700 orang di Lebanon telah tiba di negara tersebut sejauh ini.
3. Tidak ada tempat yang aman di Beirut
Lubana dan Fouad merasa bersyukur karena telah menemukan tempat yang aman bagi keluarga mereka. Namun, keduanya sama sekali tidak memiliki gambaran tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Kami takut perang ini akan berlangsung lama. Apa yang akan terjadi pada anak-anak kami? Kami sudah mempersiapkan mereka untuk sekolah, tetapi sekarang tidak ada pendidikan. Apakah kami akan tinggal di sini? Apakah kami akan pergi? Apakah kami akan kembali ke negara kami?” kata Youssef, sambil menyimak berita tentang serangan Israel di Lebanon di layar ponselnya.
Sementara itu, Wali Kota Beirut, Abdallah Darwich, menyatakan bahwa tidak ada lagi tempat yang aman di kota itu.
Dalam wawancara dengan BBC, Darwich menjelaskan bahwa dua serangan terbaru di pusat kota tersebut menunjukkan bahwa bukan hanya wilayah yang terkait dengan Hizbullah saja yang berada dalam risiko.
“Anda tidak tahu siapa yang tinggal di gedung ini atau di gedung itu, jadi Anda tidak tahu apakah ada target di sana. Anda tidak bisa lagi mengatakan Beirut aman. Di mana target Israel selanjutnya, tidak ada yang tahu," ujarnya.