Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Rusia Resmi Akui Pemerintahan Taliban di Afghanistan

Ilustrasi Kremlin, pusat pemerintahan Rusia di Moskow. (unsplash.com/Michael Parulava)
Ilustrasi Kremlin, pusat pemerintahan Rusia di Moskow. (unsplash.com/Michael Parulava)
Intinya sih...
  • Rusia mengakui pemerintahan Taliban di Afganistan, setelah parlemen mendukung undang-undang untuk menghapus Taliban dari daftar organisasi teroris terlarang.
  • Langkah Rusia ini dapat mengubah dinamika geopolitik mengenai Afghanistan, mencerminkan perubahan dalam pendekatan diplomatik Rusia terhadap rezim Taliban.
  • Rusia melihat ancaman keamanan besar dari kelompok militan Islam di Afghanistan hingga Timur Tengah, termasuk serangan ISIS yang menewaskan 145 orang di luar Moskow.

Jakarta, IDN Times – Rusia kini resmi mengakui pemerintahan Taliban di Afganistan, Selasa (10/12/2024). Pengakuan ini muncul setelah parlemen memberikan suara mendukung undang-undang yang akan memungkinkan untuk menghapus Taliban dari daftar organisasi teroris terlarang Moskow.

”Majelis rendah parlemen, Duma, menyetujui rancangan undang-undang tersebut dalam pembacaan pertama dari tiga pembacaan yang diperlukan,” kata kantor berita Interfax, dilansir Reuters.

Saat ini tidak ada satupun negara yang mengakui pemerintahan Taliban. Mereka merebut kekuasaan pada Agustus 2021 saat pasukan pimpinan AS melakukan penarikan pasukan setelah 20 tahun berperang.

Namun, Rusia secara bertahap membangun hubungan dengan gerakan tersebut. Menurut Presiden Vladimir Putin pada bulan Juli, kini gerakan tersebut menjadi sekutu dalam memerangi terorisme.

1. Perubahan pendekatan Rusia terhadap dinamika global

Dilansir laman Devdiscourse, langkah Rusia untuk mengakui Taliban dapat mengubah dinamika geopolitik mengenai Afghanistan. Hal ini mencerminkan perubahan dalam pendekatan diplomatik Rusia terhadap rezim Taliban.

Rusia memiliki sejarahnya sendiri yang rumit dan berdarah di Afghanistan. Pasukan Soviet menyerbu negara itu pada Desember 1979 untuk mendukung pemerintahan Komunis.

Namun, mereka terjebak dalam perang panjang melawan pejuang mujahidin yang dipersenjatai oleh AS itu. Pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev menarik pasukannya pada 1989, saat itu sekitar 15.000 tentara Soviet telah tewas.

2. Rusia inginkan kolaborasi pemberantasan terorisme

Moskow melihat ancaman keamanan besar dari kelompok militan Islam yang bermarkas di sejumlah negara dari Afghanistan hingga Timur Tengah. Pekan ini, Rusia kehilangan sekutu utama setelah tergulingnya Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Pada Maret, orang-orang bersenjata menewaskan 145 orang di sebuah gedung konser di luar Moskow dalam sebuah serangan yang diklaim oleh ISIS.

Para pejabat AS mengatakan mereka memiliki informasi intelijen yang menunjukkan bahwa kelompok cabang Afghanistan, ISIS Khorasan (ISIS-K), bertanggung jawab atas serangan tersebut.

”Taliban mengatakan pihaknya berupaya memberantas keberadaan ISIS di Afganistan,” lapor Reuters.

3. Hak-hak wanita jadi prasyarat bagi negara Barat

Adapun Para diplomat Barat mengatakan bahwa jalan gerakan tersebut menuju pengakuan internasional yang lebih luas terhenti hingga mereka mengubah arah dalam hal hak-hak perempuan.

Taliban telah menutup sekolah menengah dan universitas untuk anak perempuan. Taliban membatasi pergerakan mereka tanpa wali laki-laki.

Taliban mengatakan bahwa mereka menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka yang ketat terhadap hukum Islam.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zidan Patrio
EditorZidan Patrio
Follow Us