Taliban Larang Budi Daya Opium untuk Ambil Hati Dunia Internasional

Jakarta, IDN Times - Pemimpin Tertinggi Taliban Hibatullah Akhundzada mengeluarkan dekrit yang berisi pelarangan budi daya bunga popi, tanaman yang getahnya digunakan untuk produksi opium dan heroin. Pengumuman itu disampaikan oleh juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid pada Minggu (3/4/22).
Taliban yang kini menguasai Afghanistan disebut telah mendapatkan banyak pemasukan dari opium untuk membiayai perang mereka melawan Amerika Serikat (AS). Tuduhan itu ditolak. Tapi selama perang AS di Afghanistan, negara itu adalah produsen dan pemasok opium terbesar. Sekitar 80-90 persen opium global berasal dari Afghanistan.
Selama operasi menumpas sel-sel ISIS di Afghanistan, AS dan pasukan NATO telah mengeluarkan triliunan untuk membasmi produksi dan budi daya opium. Tapi proyek tersebut tidak pernah berhasil. Kini setelah AS pergi dan Afghanistan dikuasai Taliban, mereka secara resmi melarang budi daya dan produksi opium.
1. Dekrit pelarangan budi daya opium

Dalam sebuah dekrit yang ditandatangani oleh pemimpin tertinggi Taliban, Hibatullah Akhundzada, mereka yang saat ini menguasai Afghanistan secara resmi melarang budidaya dan produksi opium.
Juru bicara Zabihullah Mujahid mengumumkan dekrit itu pada Minggu, bahwa "semua warga Afghanistan diberitahu bahwa mulai sekarang penanaman opium dilarang keras di seluruh negeri," katanya dikutip France24.
Mujahid menambahkan bahwa "jika ada yang melanggar keputusan tersebut, tanaman akan langsung dimusnahkan dan pelanggarnya akan diperlakukan sesuai dengan hukum syariah."
2. Taliban larang opium untuk ambil hati dunia

Pengumuman dekrit pelarangan produksi dan budi daya opium dilakukan di hadapan wartawan, diplomat asing dan para pejabat Taliban. Dekrit ini dinilai sebagai upaya Taliban untuk mendapatkan pengakuan formal dari dunia internasional untuk mengurangi sanksi yang menghantam keras sektor perbankan, bisnis dan pembangunan.
Taliban pernah melakukan pelarangan serupa pada 2000, menjelang akhir kekuasaannya yang pertama. Tapi ketika AS dan pasukan NATO meluncurkan perang di Afghanistan dan menggulingkan kekuasaan Taliban, budi daya opium itu kembali bergairah.
Dilansir Al Jazeera, sejumlah tokoh penting di pemerintahan Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sempat menyatakan kekhawatiran akan masa depan Afghanistan di bawah Taliban. Mereka menyebut Afghanistan berpotensi menjadi negara yang bergantung pada perdagangan obat terlarang atau narkotika karena ekonominya tertekan di bawah Taliban.
Kepala Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) untuk wilayah Kabul, Cesar Gudes, mengatakan Taliban telah mengandalkan perdagangan opium Afghanistan sebagai salah satu sumber pendapatan utama mereka. Perebutan kekuasaan tahun lalu, disebut sebagai momen bagi Taliban untuk mengembangkan bisnis mereka.
3. Penggunaan dan distribusi narkoba juga dilarang
Selama pasukan AS dan NATO berada di Afghanitan, Taliban disinyalir melindungi para petani dan produsen opium di wilayah kekuasaan mereka. Taliban dituduh telah mengambil upeti dari narkoba tersebut untuk membiayai mesin perangnya melawan pasukan pemerintah Afghanistan yang dibantu AS dan NATO.
Setelah saat ini Taliban menguasai kembali Afghanistan, mereka mencoba mencari legitimasi masyarakat internasional dan meringankan sanksi. Salah satu tuntutan komunitas internasional adalah bahwa Taliban harus menghentikan produksi opium di Afghanistan dan mengawasi obat-obat terlarang.
Dilansir Al Jazeera, Perdana Menteri Afghanistan Abdul Salam Hanafi mendesak masyarakat internasional untuk membantu dalam perawatan para pecandu narkoba. Dia juga meminta agar para petani dibantu mendiversifikasi tanaman supaya tidak menanam bunga popi.
Dekrit pelarangan budidaya opium yang diumumkan Taliban, juga termasuk pelarangan peredaran, distribusi dan penggunaannya. Banyak warga Afghanistan sendiri telah menjadi pecandu berat heroin, salah satu produk jadi opium. Ketika Taliban mengambil alih kekuasaan, para pecandu itu telah secara bertahap direhabilitasi dan diobati.
4. Harga opium meningkat dan tanaman lain tidak menguntungkan

Dalam 20 tahun terakhir sejak pasukan AS dan NATO berperang di Afghanistan, negara itu adalah negara utama penghasil opium di dunia. Sekitar 80-90 persen pasokan opium global berasal dari Afghanistan.
Menurut perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), puncak produksi opium di Afghan terjadi pada tahun 2017. Sekitar seperempat juta hektar lahan ditanami bunga popi yang memiliki nilai 1,4 miliar dolar atau sekitar Rp20 triliun.
Ketika Taliban mengambil alih kekuasaan Afghanistan tahun lalu, ekonomi negara itu runtuh. Kelaparan dan bencana kemanusiaan mengancam sekitar 23 juta rakyatnya.
Dilansir Reuters, dalam beberapa bulan terakhir, ada peningkatan kembali produksi opium. Harganya juga disebut mengalami kenaikan dua kali lipat karena isu pelarangan penanaman opium telah beredar sebelumnya. Peningkatan tersebut disinyalir karena kemiskinan saat ini yang melanda.
Seorang petani di Helmand yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan dia perlu menanam opium untuk menghidupi keluarganya. Tanaman lain yang legal seperti gandum misalnya, disebut tidak terlalu menguntungkan dibandingkan dengan opium.
Taliban sendiri mengaku telah bersiap untuk mengantisipasi perlawanan keras dari beberapa elemen masyarakat yang mendukung penanaman opium.