Tumben, China Sesalkan Keputusan Putin Mengakui Donetsk dan Luhanks

Jakarta, IDN Times – China menyatakan keprihatiannya atas perkembangan situasi di Ukraina, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk, dua wilayah di Ukraina timur yang dikuasai oleh separatis pro-Rusia.
Pernyataan itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, saat berbicara melalui sambungan telepon pada Selasa (22/2/2022).
Menurut Wang Yi, keputusan Putin merupakan bentuk kegagalan terhadap Perjanjian Minsk 2015, yang seharusnya menjadi roadmap bagi reintegrasi damai di wilayah Donbass, dikutip dari RT.
1. China minta agar semua negara menghormati Piagam PBB

Setelah mengakui kemerdekaan Donetks dan Luhanks, Putin kemudian mengerahkan militernya ke wilayah itu dengan dalih ‘menjaga perdamaian’. Terkait hal itu, sekaipun China memiliki hubungan baik dengan Rusia, Wang Yi menegaskan bahwa posisi Beijing tentang Kiev tetap sama.
“Prinsip-prinsip Piagam PBB harus ditegakkan,” kata Wang.
2. China minta semua pihak menahan diri

Pada saat yang sama, Wang Yi menyerukan agar semua pihak menahan diri,.
“(Semua pihak harus) mengakui bahwa prinsip keamanan tidak dapat dikompromikan. Meredakan situasi dan menyelesaikan perdabaan (harus) melalui dialog dan negosiasi,” ujar dia.
3. Putin sebut Ukraina sebagai negara 'fiksi'

Setelah mengambil serangkaian tindakan, Putin mengatakan bahwa dia tidak memiliki minat untuk memulihkan kembali Kekaisaran Rusia.
"Kami (telah) memperkirakan (kemunculan) spekulasi bahwa Rusia berencana untuk memulihkan kerajaannya di dalam perbatasan kekaisaran (zaman dahulu). Ini sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan,” kata Putin, dilansir AFP.
Sebelumnya, Putin juga menyebut Ukraina sebagai negara fiksi dan buah dari kesalahan para pemimpin Uni Soviet, yang memberikan rasa nasionalisme. Putin bahkan menyebut Ukraina tidak memiliki hak untuk menjadi negara independen.
Pemimpin Rusia itu menyotori Ukraina yang dimanfaatkan sebagai proksi untuk mengancam Rusia.
"Sayangnya setelah kudeta (Presiden Viktor Yanukovych) di Ukraina, kami tidak melihat peningkatan kualitas Ukraina. Itu menghilang begitu saja,” kata Putin, menyindir pemimpin Ukraina yang ingin memiliki hubungan dekat negara-negara Barat.