Ukraina Sebut Gencatan Senjata Rusia sebagai Lelucon

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina, Andrii Sybiha, mengungkapkan bahwa gencatan senjata yang dicetuskan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai lelucon. Ia mengaku sudah memprediksi akan ada serangan di tengah gencatan senjata.
"Kami tidak akan membiarkan Putin membodohi semua orang ketika dia tidak menepati janjinya. Kami akan mengungkapkan detail pelanggaran gencatan senjata yang dilakukan Rusia kepada Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), dan negara lainnya," tutur Sybiha pada Jumat (9/5/2025), dikutip dari TVP World.
Menurut keterangan dari militer Ukraina, terdapat 734 pelanggaran gencatan senjata dan 63 operasi serangan pada tengah malam dan siang hari. Sedangkan 23 operasi masih berlangsung di tengah gencatan senjata.
1. Tentara Rusia masih lancarkan serangan di tengah gencatan senjata

Komandan Unit Drone di Badan Penjaga Perbatasan Ukraina, Kir mengaku tidak percaya dengan ucapan Rusia. Ia menyebut Rusia masih melancarkan serangan ke posisi Ukraina.
"Jawaban saya sangat sederhana. Kami tidak akan mempercayainya (Putin). Pada malam hati seseorang melaporkan aktivitas Rusia dan tembakan artileri di dekat Pokrovsk. Serangan memang lebih sedikit, tapi diperbanyak dengan aktivitas drone pengintai Rusia," terangnya, dilansir CNN.
Ia menambahkan, intensi Putin sama seperti pada Hari Paskah yang memutuskan gencatan senjata. Rusia disebut mengambil kesempatan untuk menyuplai kembali posisinya dan memindahkan pasukan, sehingga berujung pada kekalahan Ukraina di beberapa area.
2. Rusia sebut gencatan senjata ini sebagai uji coba
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengungkapkan bahwa Ukraina yang sebenarnya mempersulit proses perdamaian.
"Halangan untuk gencatan senjata adalah Kiev sendiri. Mereka yang melanggar kesepakatan dan tidak bersedia berdiksuis mengenai kondisi jangka panjang untuk mengakhiri tindakan buruknya," terangnya, dikutip Tass.
Ia menambahkan, gencatan senjata selama 72 jam saat perayaan Hari Kemenangan ini adalah uji coba yang dilakukan oleh Putin. Ia menganggap Rusia akan melihat bagaimana intensi perdamaian sebenarnya dari Ukraina.
3. Uni Eropa tolak demiliterisasi Ukraina

Perwakilan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mengatakan bahwa Brussels mendukung prinsip perdamaian di Ukraina dengan menjunjung kedaulatan dan integritas wilayah, serta menolak status Ukraina sebagai negara yang tidak beraliansi.
"Kami mendiskusikan parameter kunci yang sudah kami setujui sebelumnya, yakni, kedaulatan Ukraina dan penolakan pengakuan wilayah okupansi Rusia. Gencatan senjata juga harus dilakukan sepenuhnya dan disetujui secepatnya," ungkapnya, dikutip Ukrinform.
Ia menambahkan, tidak boleh ada pembatasan atas hak Ukraina untuk mempertahankan negaranya sendiri dari ancaman serangan. Tidak boleh juga ada demiliterisasi di Ukraina.