Usai 3 Negara ASEAN, China Kini Lobi Filipina Lawan Tarif AS

Jakarta, IDN Times – Duta Besar China untuk Filipina, Huang Xilian, mengatakan bahwa hubungan ekonomi yang lebih kuat dapat menjadi solusi untuk mengatasi kebijakan proteksionisme Amerika Serikat (AS).
“Perang dagang tidak memiliki pemenang. AS, yang dulunya menjadi juara globalisasi, kini justru membongkar aturan-aturan yang telah dibentuknya,” kata Huang pada Kamis (17/4/2025), dikutip dari Anadolu Agency.
Ia memperingatkan bahwa kebijakan terbaru AS bisa memicu krisis berantai dalam perekonomian Filipina, yang saat ini telah terguncang akibat gangguan rantai pasokan global.
1. China serukan agar Filipina bersikap independen

Huang mengatakan bahwa China kini mendukung penuh multilateralisme dan perdagangan terbuka. Ia juga menyoroti hubungan dagang yang kuat antara China dan negara ASEAN lainnya.
“Proteksionisme tidak membangun kedaulatan, ia justru melemahkannya. Perang dagang hanya akan menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak,” ujar Huang.
Ia mengimbau para pembuat kebijakan Filipina untuk mengadopsi sikap yang independen dan berpihak pada multilateralisme di tengah meningkatnya persaingan antar kekuatan global.
“Masyarakat internasional kini lebih membutuhkan solidaritas daripada sebelumnya. Kita harus menentang segala bentuk proteksionisme dan bekerja sama untuk mewujudkan ekonomi global yang adil dan berbasis aturan,” imbuhnya.
2. Presiden China kunjungi tiga negara ASEAN pekan ini
Presiden China, Xi Jinping, melakukan kunjungan ke tiga negara ASEAN pekan ini sebagai bagian dari upaya menanggapi tarif yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump. Xi mengunjungi Vietnam, Malaysia, dan Kamboja pada 14–18 April.
Di Vietnam, Xi menyerukan agar Hanoi menjunjung keterbukaan dalam perdagangan internasional. Ia juga mendesak negara tetangganya itu bersatu melawan intimidasi Washington.
“Perahu kecil dengan satu layar saja tidak akan sanggup menahan terjangan ombak yang dahsyat. Hanya dengan bekerja sama, kami dapat berlayar dengan mantap dan jauh,” katanya, dikutip dari CNN.
Pernyataan serupa juga ia sampaikan saat berkunjung ke Malaysia pada Rabu. Xi memuji era keemasan baru dalam hubungan China-Malaysia, menyusul peringatan 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara pada tahun lalu.
“Ini bukan hanya tentang persahabatan, ini tentang menyelaraskan kembali pusat gravitasi regional ke arah Beijing,” ujar Khoo Ying Hooi, profesor di Departemen Studi Internasional dan Strategis Universitas Malaya, kepada Al Jazeera.
Sementara itu, Kamboja menjadi negara terakhir yang dikunjungi Xi.
3. Negara ASEAN sepakat tolak balas tarif AS

Negara anggota ASEAN juga menjadi sasaran tarif dari AS pada awal bulan ini, dengan besaran bervariasi antara 10 hingga 49 persen.
Vietnam merupakan negara dengan tarif tertinggi kedua, yakni sebesar 46 persen. Sementara Malaysia dan Kamboja dikenai tarif masing-masing sebesar 24 dan 49 persen.
Dalam pertemuan para menteri ASEAN pekan lalu, seluruh anggota blok sepakat untuk tidak membalas tarif tersebut. ASEAN memilih fokus pada dialog dan penyelesaian damai ketimbang membalas dengan kebijakan serupa.
“Komunikasi dan kolaborasi terbuka akan menjadi hal yang krusial untuk memastikan hubungan yang seimbang dan berkelanjutan,” demikian bunyi pernyataan bersama, dikutip dari Channel News Asia.
James Chai, seorang kolumnis politik, menilai bahwa keputusan ASEAN untuk tidak membalas tarif adalah langkah yang tepat. Menurutnya, keterlibatan ASEAN dalam perang dagang dikhawatirkan dapat menjadikan kawasan ini sebagai arena persaingan dua kekuatan besar.
Dalam dua tahun terakhir, negara Asia Tenggara berusaha menyeimbangkan hubungan antara AS dan China. Namun, pada 2025 ini, mereka tampaknya lebih condong ke arah China.