Warga Palestina di Israel Dihalangi Masuk ke Tempat Perlindungan Bom

- Warga Palestina di Jaffa, Israel dihalangi masuk ke tempat perlindungan bom
- Warga Israel menolak kehadiran warga Palestina dan rasisme disebut telah mengakar kuat dalam masyarakat Israel
- Jumlah korban tewas mencapai 24 orang di Israel dan 224 orang di Iran akibat konflik terbaru di Timur Tengah
Jakarta, IDN Times - Warga Palestina di kota Jaffa, Israel, mengaku dihalangi oleh tetangga Yahudi mereka untuk mengungsi di tempat perlindungan bom bawah tanah. Situasi ini terjadi di tengah memanasnya perang antara Israel dan Iran.
Dilansir dari Middle East Eye, warga yang tinggal di Jalan Yehuda Hayamit mengungkapkan bahwa kode masuk ke tempat perlindungan telah diubah, setelah sekitar belasan dari mereka sempat berlindung di sana dalam beberapa hari terakhir.
Mereka mengatakan, tindakan tersebut menunjukkan diskriminasi dan bahaya yang mereka hadapi di Israel, bahkan di Jaffa yang notabene sekitar sepertiga penduduknya adalah warga Palestina.
1. Warga Israel tidak menerima kehadiran warga Palestina
Nasir Ktelat, pria berusia 63 tahun, mengatakan bahwa ia dan warga Palestina lainnya telah diberi kode akses oleh petugas ke tempat perlindungan bom yang terletak di seberang apartemen mereka. Ia menjelaskan bahwa sudah menjadi hal biasa bagi warga yang tinggal di gedung-gedung tua di sekitar area tersebut untuk berkumpul di tempat perlindungan setiap kali sirene peringatan berbunyi.
Namun, ketika mereka memasuki tempat perlindungan tersebut pada akhir pekan lalu, mereka justru dibuat merasa tidak diterima oleh warga Israel yang tinggal di gedung baru.
“Jelas sekali mereka tidak senang melihat kami. Kami berjumlah sekitar 12 hingga 15 orang, terdiri dari Muslim dan Kristen dari gedung di dekat situ. Tentu saja, kami merasa tidak diterima, tapi kami tidak peduli," kata Ktelat.
Situasi serupa berlanjut keesokan harinya. Meskipun masih diizinkan masuk, mereka menerima isyarat bahwa keberadaan mereka di sana tidak diinginkan.
“Pada akhirnya, mereka mengatakan bahwa itu adalah kali terakhir kami diizinkan masuk. Mereka bilang, 'kami sudah membuat keputusan bahwa kami tidak ingin kalian datang lagi, dan kami akan mengganti kode aksesnya’," ujarnya.
2. Rasisme disebut telah mengakar kuat dalam masyarakat Israel
Abed Abu Shahada, seorang aktivis Palestina yang berbasis di Jaffa, mengatakan bahwa sikap warga Israel yang menolak mengizinkan tetangga Arab mereka mengungsi di tempat perlindungan bom mencerminkan rasisme yang sudah mengakar dalam masyarakat Israel.
“Jika kami terkejut dengan video yang menunjukkan sebuah keluarga Yahudi bersorak saat sebuah rudal menghantam Tamra di Galilea, maka apa yang terjadi di Jaffa mengungkap sisi lain. Pembiaran total terhadap nasib para tetangga, serta legitimasi publik yang luas terhadap perilaku semacam itu,” ujar Shahada.
Ia lantas menuduh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sengaja membahayakan seluruh warga Israel dengan menyerang Iran.
“Namun, ancaman ini tidak dirasakan secara merata. Selama beberapa dekade terakhir, ketika serangan rudal dan serangan udara menjadi tak terhindarkan, Israel mendorong pembangunan yang disesuaikan dengan situasi perang. Namun, kebijakan ini sebagian besar hanya diterapkan di kawasan permukiman Yahudi, tanpa perencanaan serupa untuk kota dan lingkungan Arab. Akibatnya, warga Palestina menjadi sandera atas manuver militer Israel," tambahnya.
3. Jumlah korban tewas mencapai 24 orang di Israel dan 224 orang di Iran
Konflik terbaru di Timur Tengah ini meletus pada Jumat (13/6/2025), ketika Israel melancarkan serangan yang menargetkan fasilitas nuklir dan rudal milik Iran. Sedikitnya 224 orang tewas, termasuk beberapa komandan militer dan ilmuwan nuklir Iran. Tel Aviv menyatakan bahwa operasi tersebut bertujuan mencegah Teheran mengembangkan senjata nuklir.
Sebagai balasan, Iran kemudian meluncurkan serangan rudal balistik secara besar-besaran terhadap Israel, yang menewaskan sedikitnya 24 orang. Eskalasi ini memicu kekhawatiran akan pecahnya konflik regional yang lebih luas.
Pada Senin (16/6/2025), sebanyak 21 negara Arab dan Muslim mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam serangan udara Israel terhadap Iran, yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional dan Piagam PBB. Mereka menyerukan deeskalasi regional, perlucutan senjata nuklir tanpa tebang pilih, serta penghormatan penuh terhadap hukum internasional, dilansir dari Anadolu.