WHO Ungkap Milisi RSF Bunuh 460 Orang di Rumah Sakit El-Fasher Sudan

- RSF dilaporkan telah eksekusi lebih dari 2 ribu warga sipil, termasuk pasien dan pendamping di Rumah Sakit Saudi.
- RSF tangkap dan eksekusi warga yang melarikan diri, serta menuntut uang tebusan untuk pembebasan mereka.
- Pemimpin RSF sebut telah membuka penyelidikan terhadap pelanggaran di el-Fasher, namun citra satelit menunjukkan bukti pembunuhan massal.
Jakarta, IDN Times - Milisi Rapid Support Forces (RSF) dilaporkan membunuh lebih dari 460 warga sipil di rumah sakit utama di kota el-Fasher, Sudan, pada Selasa (28/10/2025). Pembantaian ini terjadi hanya beberapa hari setelah mereka merebut ibu kota Darfur Utara tersebut.
"WHO sangat terkejut dan terguncang oleh laporan tentang pembunuhan tragis lebih dari 460 pasien dan pendamping di Rumah Sakit Bersalin Saudi di el-Fasher, Sudan, menyusul serangan baru-baru ini dan penculikan tenaga kesehatan," tulis Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, di X pada Rabu (29/10/2025).
Ia mengungkapkan bahwa sebelum serangan terhadap Rumah Sakit Saudi, WHO telah memverifikasi 185 serangan terhadap fasilitas layanan kesehatan sejak awal perang pada 2023, yang mengakibatkan 1.204 kematian.
“Semua serangan terhadap layanan kesehatan harus segera dihentikan dan tanpa syarat. Semua pasien, tenaga kesehatan, dan fasilitas kesehatan harus dilindungi berdasarkan hukum kemanusiaan internasional. Gencatan senjata!” tambahnya.
1. RSF dilaporkan telah eksekusi lebih dari 2 ribu warga sipil
Sebelumnya, Jaringan Dokter Sudan melaporkan bahwa Rumah Sakit Saudi telah berubah menjadi rumah jagal manusia. Pasukan RSF membantai siapa pun yang mereka temui di dalam fasilitas medis tersebut, termasuk pasien dan pendamping mereka.
Kelompok medis itu juga menuduh RSF menculik enam petugas medis dan menuntut uang tebusan lebih dari 150 ribu dolar AS (sekitar Rp2,4 miliar) untuk pembebasan mereka.
RSF merebut el-Fasher, benteng terakhir militer Sudan di wilayah Darfur, pada Minggu (26/10/2025) setelah lebih dari setahun pengepungan. PBB, aktivis dan lembaga bantuan menyatakan kekhawatiran mereka atas nasib sekitar 250 ribu orang yang terjebak di kota tersebut. Video-video yang beredar di media sosial menunjukkan pasukan RSF mengeksekusi sejumlah orang tak bersenjata dalam beberapa hari terakhir.
Pasukan Gabungan, sebuah koalisi kelompok bersenjata yang bersekutu dengan militer Sudan, menyatakan bahwa RSF telah mengeksekusi lebih dari 2 ribu warga sipil tak bersenjata sejak merebut el-Fasher.
2. RSF tangkap dan eksekusi warga yang melarikan diri
Pejabat senior badan pengungsi PBB (UNHCR) di Sudan, Jacqueline Wilma Parlevliet, melaporkan adanya arus besar warga yang bergerak dari el-Fasher menuju Tawil, sekitar 60 kilometer barat kota tersebut. Para pengungsi tersebut melaporkan serangan ekstrem yang mereka hadapi, termasuk penembakan terhadap orang-orang yang mencoba melarikan diri.
"Sepanjang perjalanan, pasukan RSF merekam kami, kami dipukuli dan dihina – serta barang-barang kami dirampas. Beberapa orang ditangkap dan uang tebusan diminta untuk pembebasan mereka. Beberapa dari mereka yang ditangkap kemudian dieksekusi," kata seorang warga, dikutip dari BBC.
Jan Egeland, mantan pejabat tinggi kemanusiaan PBB, mengatakan bahwa situasi di Sudan sangat parah.
"Kami telah menyaksikan banyak pembantaian selama berbulan-bulan dalam keadaan kekurangan, kelaparan, dan tidak adanya perawatan medis. Saya pikir ini adalah tempat terburuk di Bumi saat ini; ini merupakan darurat kemanusiaan terbesar di dunia dan terjadi dalam kegelapan, sungguh - terlalu sedikit perhatian terhadap apa yang terjadi di Sudan," ujarnya.
3. Pemimpin RSF sebut telah membuka penyelidikan terhadap pelanggaran di el-Fasher
Humanitarian Research Lab (HRL) dari Yale School of Public Health juga telah merilis yang membuktinya adanya pembunuhan massal di el-Fasher. Citra satelit kota tersebut, yang diambil setelah masuknya RSF, menunjukkan kumpulan objek yang sesuai dengan ukuran tubuh manusia, serta area perubahan warna merah yang luas di tanah.
"Skalanya sangat besar, mulai dari tanggul tanah, tembok yang sekarang mengelilingi el-Fasher, hingga lingkungan tertentu, seperti Daraja Oula, hingga rumah sakit dan fasilitas kemanusiaan. Kami melihat objek berukuran antara 1,5 hingga 2 meter, yang merupakan standar panjang tubuh manusia, tergeletak horizontal, seperti yang terlihat pada citra satelit dengan resolusi tinggi," kata Nathaniel Raymond, direktur eksekutif HRL, kepada Al Jazeera.
Dilansir dari The Guardian, pemimpin RSF, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti, mengakui telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pasukannya. Ia mengatakan bahwa penyelidikan telah dibuka, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

















