Negara Arab Kecam RSF atas Pembantaian di El-Fasher Sudan

- Negara Arab mengecam RSF atas pembantaian di El-Fasher, Sudan
- Arab Saudi, Turki, Qatar, dan Yordania meminta perlindungan warga sipil di Sudan
- Mesir meningkatkan status siaga nasional dan membahas perkembangan di Sudan dengan AS
Jakarta, IDN Times - Sejumlah negara Arab mengecam pembantaian yang dilakukan oleh pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) pekan ini saat mereka merebut kota el-Fasher di Sudan. Mesir bahkan telah meningkatkan status siaga nasional.
RSF telah berperang dengan militer Sudan sejak April 2023, dalam konflik yang menewaskan puluhan ribu orang dan memaksa lebih dari 12 juta lainnya mengungsi. Pada Minggu (26/10/2025), pasukan paramiliter tersebut berhasil merebut el-Fasher, benteng terakhir tentara di Darfur, setelah lebih dari setahun pengepungan.
Pemerintah Sudan mencatat sedikitnya 2 ribu orang telah tewas di kota tersebut sejak saat itu. Lembaga bantuan juga melaporkan berbagai kekejaman, termasuk eksekusi di tempat, serangan terhadap warga sipil di jalur pelarian, dan kekerasan seksual.
1. Negara Arab minta RSF lindungi warga sipil
Dalam pernyataan pada Selasa (28/10/2025), Arab Saudi menyampaikan keprihatinan mendalam dan mengecam pelanggaran hak asasi manusia di Sudan. Negara itu mendesak RSF untuk memenuhi tanggung jawab mereka dalam melindungi warga sipil.
Sementara itu, Turki mendesak penghentian segera permusuhan di el-Fasher dan menyerukan jalur aman, pengiriman bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, dan diakhirinya serangan terhadap warga sipil yang tak bersalah. Qatar menggambarkan pelanggaran tersebut sebagai hal yang mengerikan, dan menekankan perlunya dialog untuk menyelesaikan krisis.
Yordania juga mengecam pelanggaran terhadap warga sipil di Sudan, dan menekankan pentingnya menahan diri serta menerapkan gencatan senjata untuk melindungi nyawa warga sipil. Sedangkan Mesir, yang berbatasan dengan Sudan, menyatakan komitmennya untuk memberikan semua dukungan yang memungkinkan dan menolak segala upaya untuk memecah belah negara itu.
2. Mesir tingkatkan status siaga nasional
Dilansir dari The New Arab, beberapa lembaga Mesir, termasuk badan intelijen dan operasi, telah ditempatkan dalam status siaga tinggi. Laporan menyebutkan bahwa Mesir khawatir akan risiko gangguan keamanan di perbatasan barat daya dan kemungkinan konsekuensi ekonomi akibat krisis di Sudan.
Meluasnya pengaruh RSF disebut dapat memaksa dibukanya jalur penyelundupan baru untuk senjata, militan, dan emas dari barat laut Sudan ke Libya, yang pada gilirannya dapat memberi tekanan langsung pada perbatasan dengan Mesir. Krisis ini juga berisiko menimbulkan masalah terkait masuknya migran ke Mesir serta mengancam keamanan air negara tersebut.
Pada Senin (27/10/2025), Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdel-Aty, membahas perkembangan di Sudan dan Yaman dengan penasihat senior Presiden Amerika Serikat (AS) untuk urusan Arab dan Timur Tengah, Massad Boulos, melalui telepon. Dalam diskusi tersebut, keduanya sepakat soal pentingnya mencapai gencatan senjata yang permanen di Sudan serta menjaga kesatuan wilayah negara itu.
3. Bukti menunjukkan adanya pembunuhan massal di el-Fasher
Pada Selasa, Humanitarian Research Lab dari Yale School of Public Health merilis laporan yang menyebutkan bahwa pasukan RSF diduga telah melakukan pembunuhan massal usai merebut el-Fasher.
Berdasarkan citra satelit dari Airbus yang diambil pada Senin, laboratorium tersebut menyoroti serangkaian adegan di lingkungan Daraja Oula, el-Fasher. Di antaranya terlihat sejumlah truk bersenjata di jalan-jalan dalam formasi yang menyerupai penghalang jalan.
“Analisis citra menunjukkan adanya objek yang konsisten dengan ukuran tubuh manusia di tanah dekat kendaraan RSF, termasuk setidaknya lima lokasi dengan perubahan warna tanah menjadi kemerahan,” bunyi laporan tersebut.
Nathaniel Raymond, direktur eksekutif Humanitarian Research Lab Yale, mengatakan bahwa kekerasan di el-Fasher kali ini belum pernah terjadi sebelumnya.
“Skalanya sangat besar, mulai dari gundukan tanah, tembok yang kini mengelilingi el-Fasher, hingga lingkungan tertentu seperti Daraja Oula, termasuk rumah sakit dan fasilitas kemanusiaan. Kami melihat objek berukuran antara 1,5 hingga 2 meter, yang merupakan panjang standar tubuh manusia, terbaring horizontal, seperti terlihat pada citra satelit resolusi tinggi," jelasnya kepada Al Jazeera.


















