6 Poin Manifesto Milenial ala WEF, Kamu Sepakat?

Untuk masa depan lebih baik

Jakarta, IDN Times – Bagaimana jika 14 ribu anak muda dari 180 negara berkumpul, berdiskusi, memikirkan masa depan seperti apa yang ingin mereka miliki?

Ini yang terjadi dengan anggota komunitas Global’s Shaper Community, komunitas pembentuk global di bawah naungan Forum Ekonomi Dunia (WEF). Kita mengenal WEF, lewat acara tahunannya yang digelar di kawasan tetirah Davos, Swiss, setiap bulan Januari. Dikepung salju setinggi mata kaki, belasan ribu pengambil keputusan ekonomi dan bisnis di dunia berkumpul di desa yang biasanya sepi itu, membahas masalah global. Sambil menjalin koneksi dan lobi. Semacam jambore orang-orang terkaya di dunia.

Nah, 10 tahun ini WEF membuat platform bagi anak muda, generasi penerus untuk merumuskan dunia masa depan yang mereka inginkan. Karena pandemik COVID-19 belum reda, maka dialog daring dilakukan sedikitnya di 150-an kota dunia yang menghasilkan Davos Labs, Plan Recovery. Rencana Pemulihan. Ada 40-an poin penting yang mereka sepakati, mulai dari kepemimpinan, perubahan iklim, politik, peran kecerdasan buatan, sampai anti korupsi. Para anggota berusia 20-30 tahun, masuk usia milenial.

Wadia Ait Hamza, Ketua Komunitas Pembentuk Global ini menuliskan di laman WEF, bahwa komunitas ini berangkat dari semangat aktivis muda. "Kami lelah dituding sebagai sumber masalah, kami bertekad menjadi solusi," tulis Hamza.

Dia merujuk peristiwa seperti Arab Spring yang dimulai di Tunisia dan memuncak di Mesir dan berhasil menjatuhkan rezim Presiden Hosni Mubarak (meskipun kemudian negeri itu jatuh ke rezim militer), juga Occupy Wall Street di AS. Keduanya, menjadi sinyal yang membangunkan fakta meningkatnya masalah antar generasi dan kekuatan aktivisme pemuda.

"Sekarang, 10 tahun kemudian, ketika anak muda menghadapi memburuknya krisis sosial politik dan lingkungan hidup, mereka terpanggil untuk merumuskan perubahan dan bertindak,” kata Hamza.

Pendiri dan Ketua Dewan Eksekutif WEF, Klaus Schwab mengatakan, anak muda adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.

"Anak muda yang paling terdampak oleh krisis yang dihadapi dunia. Mereka juga punya ide yang paling inovatif dan energi untuk membangun masyarakat yang lebih baik bagi hari esok," tulis Klaus Schwab dalam pengantar laporan Rencana Pemulihan itu.

Sebagai gambaran, organisasi buruh dunia (ILO) mencatat bahwa pandemik COVID-19 telah mengganggu pendidikan 70 persen dari anak muda sedunia. Pandemik juga menciptakan kesenjangan ekonomi dan sosial, meningkatkan kemiskinan, mengurangi potensi produktivitas angkatan kerja muda.

Dalam laporan ILO, dimuat juga bahwa 65 persen anak muda belajar lebih sedikit selama pandemik, karena terpaksa belajar daring akibat harus menjalankan disiplin protokol kesehatan. Situasinya makin parah untuk kalangan masyarakat miskin yang tidak atau kurang memiliki akses ke internet. Kaum muda tak bisa belajar dengan memadai, bahkan putus sekolah.

"Pandemik menciptakan kejutan bertubi-tubi pada anak muda. Tidak hanya merusak pekerjaan dan prospek kariernya, juga mengganggu proses belajar dan pelatihan dan menciptakan dampak serius atas kesehatan mental dan kesejahteraan mereka," kata Guy Ryder, Direktur Jenderal ILO.

Kajian UNICEF dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menunjukkan hasil yang senada di Indonesia. Jumlah anak remaja yang jatuh ke bawah garis kemiskinan akibat COVID-19 lebih banyak dibandingkan penduduk kelompok usia lain.

Dalam laporan berjudul, "Impact of COVID-19 on Child Poverty and Mobility in Indonesia", disampaikan bahwa sebanyak 33 persen populasi Indonesia adalah anak berusia di bawah 18 tahun, namun mereka menyumbang hampir 40 persen penduduk miskin baru pada tahun 2020 akibat pandemik.

Untuk usia kerja, belum jelas apakah program perlindungan sosial termasuk Kartu Pra-Kerja efektif, benar-benar berhasil membantu mereka yang terpaksa kehilangan pekerjaan karena pandemik. Pandemik juga menunjukkan kualitas kepemimpinan di seantero dunia, di mana contoh buruk jauh lebih banyak ketimbang contoh baik.

Kembali ke anak muda global, situasi ini kemudian membuat anak muda ingin merumuskan dunia masa depan, termasuk melahirkan Enam Manifesto Milenial.

Baca Juga: Anak Muda Dunia Lebih Percaya Algoritma daripada Politisi

6 Poin Manifesto Milenial ala WEF, Kamu Sepakat?WEF 2020, Davos-Klosters, Swiss, 21 Januari 2020 (IDN Times/Uni Lubis)

Berikut poin-poinnya:

Kami akan menciptakan ruang untuk dialog antar generasi. Kami akan mendengarkan dan belajar dari satu sama lain – masa lalu, masa kini, dan masa depan. Kami akan menghargai konteks global dan bahwa semua di dunia hidup bersama. Kami akan berbagi pembelajaran untuk menghindari pengulangan. Kami akan menguji, mengecek kembali, memperbaiki pendekatan untuk menjadi pemimpin dan pewaris yang lebih baik.

Kami akan menanyakan hal besar untuk mendapatkan solusi yang jelas. Kami akan mengambil waktu untuk belajar mengapa struktur yang ada, seperti itu, dan untuk memahami sejarah komunitas, sebelum mengambil tindakan. Kami akan mengakui bahwa penciptaan bersama dimulai dari konsultasi untuk memahami sistem. Kami akan memastikan informasi pengambilan keputusan bisa diakses dan benar-benar inklusif.

Kami akan mengejar perubahan sistem dan aksi bersama. Kami akan membangun jembatan di dalam dan di antara komunitas untuk menguatkan struktur yang bekerja baik dan menghilangkan yang tidak berjalan baik. Kami akan membuat tujuan yang ambisius dan berangkat dari bicara ke aksi. Kami akan fokus ke perubahan di tingkat lokal yang dapat mengarahkan ke transformasi global dan merayakan setiap perkembangan yang ada.

Kami akan menciptakan ruang untuk pengalaman hidup yang beragam. Kami akan membangun relasi otentik dengan komunitas yang paling terdampak oleh ketimpangan dan ketidakadilan. Kami akan mencermati mengapa kami peduli terhadap isu-isu tersebut dan siapa diri kami dalam hubungan dengan mereka. Kami akan menggabungkan kekuatan, berbagi kekuasaan, dan membuat keputusan-keputusan secara terbuka dan transparan.

Kami akan merangkul pembicaraan yang tidak mengenakkan hati. Kami akan menyerahkan hak istimewa kami dan memberi semua orang kursi di meja. Kami akan terlibat untuk mendengarkan, memahami dan menciptakan solusi bersama. Kami akan menciptakan ruang untuk ide-ide untuk didengar, dipertanyakan dan ditantang. Kami akan mengakui kompleksitas antar bagian dalam perubahan sosial.

Kami akan peduli diri kami, orang lain, dan ekosistem di mana kami hidup. Kami akan bersikap baik dan menimbang perasaan orang lain. Kami akan berlatih soal peduli diri sendiri dan komunitas. Kami akan melindungi kesehatan mental dan kesejahteraan. Kami akan menemukan keseimbangan antara kesabaran dan ketidaksabaran. Kami akan bersikap otentik, rentan dan secara radikal, inklusif. Kami akan melindungi planet kita dan masa depan bersama.

Baca Juga: Survei WEF, Anak Muda ASEAN Tahan Banting Saat Pandemik Corona

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya