'Ngopi Dulu’, Nikmati Keragaman! 

Kopi sudah ada sejak 1.000 tahun sebelum Masehi

Hari ini, 1 Oktober adalah perayaan Hari Kopi Internasional. Apa sebenarnya yang patut dirayakan dari kopi?
 
Hari Kopi Internasional itu baru ada tahun 2015, ditetapkan oleh International Coffee Organization (ICO). Padahal minuman kopi telah ada sejak lama, diduga sejak 1.000 tahun sebelum Masehi, terutama di Afrika. Minum kopi diyakini mulai meluas sekitar tahun 900-an atau 1000-an Masehi. Tampaknya, perluasan ini terjadi setelah ulama-ulama Islam pada masa itu meyakini bahwa kopi bukan ‘khamar’ yang diharamkan.

Masyarakat Arab Muslim kemudian menyambut antusias minuman kopi, bahkan menjadikannya sebagai identitas dan tradisi. Namun hal tersebut membuat kopi menjadi sulit diterima di Eropa, akibat dari situasi politik-keagamaan masa itu.  Sebagian orang bahkan pernah menganggap kopi sebagai “minuman setan”.  Kabarnya baru sekitar tahun 1600 an, pimpinan Gereja Katolik Paus Clement ke VIII ‘memberkati’ orang minum kopi.  
 
Sejarah kopi selanjutnya mencatat keberagaman yang kaya nuansa. Misalnya, mengapa orang Prancis lebih dikenal sebagai peminum kopi, sedangkan Inggris peminum teh? Kedua negara (dan budaya) utama Eropa itu awalnya sama-sama mengembangkan kopi, tentu melalui wilayah-wilayah jajahan mereka karena tanaman kopi memang tidak dapat tumbuh di Eropa. Prancis mengembangkan perkebunan kopi di Karibia dan Afrika Timur, Inggris mengembangkannya di Sri Lanka.

Namun, terjadi bencana atas kopi milik Inggris, karat daun dan jamur menyerang Sri Lanka dan menghancurkan sebagian besar pertanaman kopi di sana, yang masih tersisa pun harus dihancurkan, dibakar. Dan alih-alih menanam kopi kembali, Inggris menanam teh, yang tahan terhadap virus karat daun.  Di kepulauan Inggris kemudian menjadi sesuatu yang patriotik dan ‘fashionable’ untuk meminum teh, bahkan diciptakanlah berbagai produk budaya terkait teh. Jadilah, Inggris sebagai “negara teh", dan Prancis tetap peminum kopi.
 
Jenis kopi ternyata memang beragam, ada lebih dari 70 spesies kopi. Namun yang terkenal secara komersial ada dua Arabika dan Robusta. Jenis kopi Arabika menguasai sekitar 70 persen pasar dunia dan dianggap sebagai biji kopi yang ‘original’ untuk membuat minuman kopi. Hal itu diperkuat juga oleh kaitan nama ‘Arabika’ dengan nama wilayah atau orang ‘Arab’ yang dianggap sebagai pembawa tradisi minum kopi yang pertama. Selain Arabika, ada juga Robusta.

Jika Arabika dianggap lebih memiliki ‘rasa kopi’, Robusta memiliki kadar kafein yang lebih tinggi meski rasa kopinya dianggap ‘kurang’. Pohon kopi Arabika berpenampang lebih tinggi (4-6 m) sedangkan Robusta pendek dan lebih mudah dipanen, umumnya lebih produktif dan memiliki daya tahan yang lebih tinggi menghadapi penyakit. Jenis kopi yang lain adalah Liberika dan Excelsa, tetapi dianggap tidak sebanding Arabika dan kinerja tanamannya tidak sebagus Robusta, dan jumlahnya kurang dari 2% dalam produksi kopi dunia.
 
Kopi Arabika sendiri terdiri dari beberapa ‘sub-jenis’: ada Bourbon, Typica, Caturra, Blue Mountain, Catimor, Catuai, dan lainnya. Biji Arabika dari Indonesia yang sudah dikenal lama dalam sejarah adalah Arabika Timor, dan dianggap punya keunikan sebagai persilangan Arabika dan Robusta.  
 
Sudah menjadi kesepakatan meskipun sama-sama Arabika atau Robusta, jika ditanam di wilayah yang berbeda, panen bijinya akan dianggap memiliki fitur yang berbeda.  Akibatnya, meskipun produsen kopi saling bersaing dalam merebut pasar kopi, tetapi persaingannya ‘tidak sempurna’ karena produksi kopi utama di dunia tersebar pada wilayah-wilayah dengan karakteristik beragam, yang mempengaruhi rasa kopi. 

Amerika Tengah dan Selatan sentra produksi kopi berada di Brazil, Kolombia, Kosta Rika, Kuba, El Salvador, Honduras dan beberapa negara lain. Wilayah Afrika diwakili oleh Kongo, Ethiopia, yang dianggap sebagai tanah kelahiran kopi; Kenya, Rwanda, Tanzania, Uganda dan Zimbabwe.  Masuk dalam kelompok ini adalah juga kopi Yaman, yang unik dan kontroversial.
 
Kopi Asia tampaknya dapat dianggap “terbagi tiga”, Tiongkok, dan India, Asia Tenggara Daratan, dan Indonesia. Pohon kopi di Tiongkok diperkenalkan oleh pendeta-pendeta Jesuit dari Perancis dan budaya minum kopinya mulai berkembang di Shanghai awal tahun 1900-an.  India memang dikenal sebagai ‘negara teh’, tetapi iklimnya yang unik membuat produksi kopi juga berkembang, diawali tahun 1800 an ketika beberapa pendatang dari Filipina membuat perkebunan di Bengala. 

Produksi Asia Tenggara Daratan berkembang di Burma, Laos, dan tentu Vietnam yang sekarang menjadi salah produsen kopi Robusta terbesar meskipun tidak memiliki kopi special (speciality coffee). Indonesia memiliki posisi yang sangat khusus dalam ‘perkopian dunia’.  Kevin Sinnott dalam buku The Art and Craft of Coffee (2010) mengatakan bahwa Jawa adalah tempat lahirnya kopi sebagai industri setelah Belanda memperkenalkan tanaman itu awal tahun 1700-an.

Sedemikian kuatnya pengaruh kopi Arabika Jawa, sehingga pernah ada masa orang mengatakan minum kopi sebagai ‘to have a cup of Java’.  Namun penyakit tanaman membuat Arabika Jawa hancur di akhir 1800-an. Petani menggantinya dengan Robusta, tetapi tidak dapat membuat perkopian Jawa kembali seperti masa jayanya. Sumatera memperkenalkan hal yang lain: kopi luwak (civet coffee), sesuatu yang sangat khusus dan berharga mahal. Sulawesi memberikan keistimewaan lain: konsistensi, dalam rasa dan fitur kualitas lainnya. Dan seterusnya, pulau-pulau Indonesia membawa keragaman, jenis, kualitas, rasa, dan keistimewaan lain dari kopi; sebuah rangkaian 'speciality coffee' yang kaya.
 
Kembali ke Hari Kopi Internasional, beberapa negara ternyata memiliki Hari Kopi yang berbeda, Tiongkok merayakannya pada awal April, Hari Kopi Indonesia dicatat pada 11 Maret, beda satu hari dengan Kosta Rika 12 Maret, Filipina 21 Oktober, Taiwan 7 November, dan Nepal 17 November. Jepang, Sri Lanka dan Jerman mencatatkan hari kopi nasionalnya sama dengan Hari Kopi Internasional setiap 1 Oktober.
 
Perjalanan perkembangan kopi sejak nenek moyangnya di Afrika hingga saat ini menempuh jalan yang panjang, saling bersilang, beragam, dan rumit. Kita bisa berusaha memahaminya, tetapi tampaknya bukan untuk itu tujuan kopi ada. Kopi ada untuk dinikmati dan disyukuri. Jadi, ‘ngopi dulu’, nikmati, rayakan dan syukuri keragaman.

Selamat Hari Kopi Internasional!

Baca Juga: Hari Kopi Internasional, 7 Jenis Kopi Lokal yang Sukses di Pasar Dunia

Topik:

  • Anata Siregar
  • Bayu Aditya Suryanto
  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya