Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[OPINI] Mengapa Disebut Perempuan dan Bukan Wanita?

ilustrasi seorang perempuan
ilustrasi perempuan (pexels.com/Chevanon Photography)
Intinya sih...
  • Asal usul kata menentukan makna sosial
  • Perempuan mengandung nilai kesetaraan gender
  • Pemilihan kata dipengaruhi konteks politik
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sebagian orang mungkin menganggap bahwa istilah “perempuan” dan “wanita” bisa dipertukarkan begitu saja, karena keduanya sama-sama merujuk pada individu yang bukan laki-laki. Padahal, secara makna dan muatan ideologis, keduanya tidak pernah benar-benar netral atau identik. Di balik perbedaan itu, ada jejak kekuasaan, narasi budaya, serta konstruksi yang membentuk cara pandang masyarakat terhadap peran dan posisi sosial perempuan.

Pembedaan istilah ini bukan perkara sepele karena berkaitan langsung dengan bagaimana perempuan diposisikan apakah sebagai subjek yang aktif dan setara, atau sebagai objek yang diatur dan dinormakan. Perdebatan ini bahkan memengaruhi kebijakan negara, narasi media, hingga cara berpikir masyarakat. Lalu, mengapa sekarang semakin banyak orang memilih menyebut “perempuan” dibanding “wanita”? Mengapa pada akhirnya disebut perempuan dan bukan wanita? Berikut lima alasan yang menjelaskan latar belakang pilihan diksi tersebut secara lebih utuh.

1. Asal-usul kata menentukan makna sosial

ilustrasi perempuan
ilustrasi perempuan (pexels.com/Tuấn Kiệt Jr.)

Kata perempuan berasal dari akar kata empu, yang dalam bahasa Jawa Kuno diartikan sebagai tuan, seseorang yang berpengetahuan, dan memiliki kedudukan penting. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah ini menggambarkan individu yang berdaya dan berperan aktif dalam masyarakat. Sementara itu, kata wanita berasal dari bahasa Sanskerta vanita, yang punya makna "yang diinginkan". Secara historis, kata ini cenderung menempatkan perempuan sebagai objek dari keinginan laki-laki.

Perbedaan asal-usul ini mencerminkan dua cara pandang yang berbeda terhadap keberadaan perempuan. Jika perempuan dimaknai sebagai subjek yang punya otoritas, maka wanita seringkali direpresentasikan sebagai sosok yang pasif, lembut, dan tunduk. Karena itu, pemilihan kata menjadi penting dalam menegaskan posisi perempuan di masyarakat.

2. Perempuan mengandung nilai kesetaraan gender

ilustrasi perempuan
ilustrasi perempuan (pexels.com/Christina Morillo)

Dalam berbagai forum aktivisme dan kajian akademik, istilah perempuan lebih disukai karena dianggap tidak memuat bias gender. Kata ini memberi ruang bagi perempuan untuk tampil sebagai individu yang setara dengan laki-laki, baik dalam ranah domestik maupun publik. Berbeda dengan kata wanita, yang secara turunannya seperti "kewanitaan" mengacu pada sifat-sifat ideal versi patriarki lemah lembut, patuh, dan mendampingi.

Dengan menggunakan kata perempuan, narasi yang dibangun lebih dekat pada nilai emansipasi dan kesetaraan. Kata ini memberi ruang bagi perempuan untuk didefinisikan oleh dirinya sendiri, bukan berdasarkan konstruksi sosial yang mengatur bagaimana seharusnya mereka bersikap. Inilah mengapa banyak organisasi perjuangan hak perempuan memilih menggunakan kata perempuan dalam identitas mereka dibanding wanita.

3. Pemilihan kata dipengaruhi konteks politik

ilustrasi perempuan
ilustrasi perempuan (pexels.com/Mikhail Nilov)

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, penggunaan kata wanita dianggap lebih halus dan sopan dibanding perempuan. Namun setelah peristiwa 1965 dan naiknya rezim Orde Baru, istilah wanita digunakan secara sistematis untuk menempatkan perempuan dalam ruang domestik. Pemerintah membentuk institusi seperti Dharma Wanita yang bertujuan membina perempuan agar sesuai dengan "kodratnya" menjadi istri dan ibu yang patuh.

Pemilihan istilah dalam konteks ini bukan hanya soal preferensi bahasa, melainkan strategi politik untuk membentuk citra ideal tentang perempuan. Oleh karena itu, penggunaan kembali kata perempuan oleh aktivis sejak era Reformasi bukan sekadar perbaikan diksi, tetapi bentuk penolakan terhadap domestikasi dan penindasan struktural yang terjadi selama masa lalu.

4. Kata perempuan lebih relevan dalam gerakan sosial

ilustrasi perempuan
ilustrasi perempuan (pexels.com/Dani Hart)

Sejak Kongres Perempuan Indonesia pertama tahun 1928, kata perempuan digunakan sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan dominasi patriarki. Pilihan ini bukan tanpa alasan, karena perempuan dianggap mampu mewakili semangat kolektif, pemberdayaan, serta keinginan untuk memperjuangkan hak-hak yang selama ini diabaikan. Sebaliknya, istilah wanita cenderung digunakan dalam konteks birokrasi, lembaga negara, atau bahkan kampanye pemerintah yang mana tidak selalu berpihak pada perempuan.

Banyak komunitas literasi, organisasi sosial, dan gerakan feminis masa kini secara sadar memilih kata perempuan untuk menunjukkan sikap ideologis mereka. Mereka tidak hanya mempertanyakan penggunaan istilah lama, tapi juga membongkar struktur kekuasaan di baliknya. Bagi mereka, kata bukan hanya alat komunikasi, melainkan bagian dari perjuangan identitas.

5. Penyematan makna dalam KBBI masih bermasalah

ilustrasi perempuan
ilustrasi perempuan (pexels.com/Doci)

Salah satu masalah mendasar yang masih bertahan hingga kini adalah bagaimana Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kata perempuan. Dalam versi cetak yang beredar luas, kata ini dijelaskan dengan merujuk pada fungsi biologis dan peran domestik, bahkan disandingkan dengan istilah peyoratif seperti jalang atau lacur. Sedangkan wanita didefinisikan sebagai perempuan dewasa, seolah lebih ‘berkelas’ dan pantas untuk konteks formal.

Kondisi ini membuat banyak pihak, termasuk seniman dan aktivis, mengampanyekan revisi definisi kata perempuan dalam kamus resmi. Tujuannya bukan sekadar kosmetik bahasa, tetapi menyangkut bagaimana generasi berikutnya memahami dirinya. Sebab jika kamus sebagai rujukan utama saja masih mereproduksi bias dan stigma, maka pemulihan makna menjadi langkah penting untuk menciptakan kesetaraan yang lebih adil dalam bahasa dan praktik kehidupan sehari-hari.

Pemilihan kata perempuan bukan soal tren linguistik, melainkan refleksi atas sejarah, struktur sosial, serta perjuangan menuju kesetaraan. Dengan memahami asal-usul, makna, dan konteks penggunaannya mengapa disebut perempuan dan bukan wanita, kita tidak sekadar memilih kata yang tepat, tetapi juga turut menentukan posisi dan penghargaan terhadap individu yang selama ini terpinggirkan. Karena itu, menyebut perempuan adalah bentuk kesadaran atas peran, nilai, dan keberdayaan yang tak bisa dipisahkan dari perjalanan bangsa ini.

Referensi:

"Perempuan atau Wanita? Perbandingan Berbasis Korpus tentang Leksikon Berbias Gender" Yuliawati, Susi. Diakses pada Agustus 2025

"Antara 'Perempuan' dan 'Wanita' dalam Terjemahan Al-Qur'an Kementerian Agama RI" IQT IAIN Madura. Diakses pada Agustus 2025

"Perempuan dan Wanita" Revita, Ike. Diakses pada Agustus 2025

"Budaya Wanita di Indonesia: Suatu Penelusuran ke Arah Rekonstruksi" Handayani, Sri Ana. Diakses pada Agustus 2025

"Gerakan Perempuan dari Masa ke Masa" Jurnal Perempuan. Diakses pada Agustus 2025

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us