5 Perilaku Aneh Hewan Saat Solstis, Kompas Cahaya Alam!

- Burung kutub menggunakan matahari sebagai "kompas biologis" saat solstis
- Rusa kutub mengalami kebingungan "jam tubuh" dan hidup di luar waktu selama solstis
- Kelelawar tropis menghindari solstis untuk bertahan hidup dan menyesuaikan siklus kawin
Pernah bertanya-tanya bagaimana hewan merespons perubahan siang dan malam yang ekstrem? Fenomena solstis, yaitu titik balik matahari yang terjadi dua kali setahun, bukan cuma memengaruhi manusia, tapi juga mengacaukan jadwal biologis berbagai satwa. Dari migrasi burung Arktik hingga pola tidur rusa kutub, solstis adalah fenomena langit yang diam-diam menata ulang dunia hewan.
Solstis musim panas (sekitar 21 Juni) dan musim dingin (sekitar 21 Desember) menyebabkan perubahan panjang siang dan malam secara drastis di wilayah lintang tinggi. Hal ini berimbas pada hormon, perilaku kawin, hingga ritme migrasi. Berikut ini 5 perilaku satwa yang unik saat solstis menurut sains terkini!
1. Burung kutub menjadi “navigasi matahari” alami

Beberapa spesies burung seperti burung laut Arctic tern (Sterna paradisaea) memanfaatkan posisi matahari saat solstis sebagai “kompas biologis”. Ketika siang menjadi sangat panjang di Arktik, burung ini melakukan migrasi sepanjang 70.000 km ke Antartika dan kembali lagi.
Menurut Proceedings of the National Academy of Sciences dari USA, burung-burung ini menggunakan sudut datang cahaya matahari dan medan magnet bumi untuk menavigasi jalur migrasi. Saat solstis, mereka menyesuaikan jalur terbang secara mikroskopik berdasarkan “jam matahari internal”.
Fakta menariknya, burung ini mengalami dua musim panas dalam setahun karena mengikuti matahari sepanjang rotasinya — menjadikannya hewan yang paling sering mengalami solstis secara ekstrem!
2. Rusa kutub tak lagi kenal siang atau malam

Berbeda dari manusia yang terpaku pada ritme sirkadian 24 jam, rusa kutub (Rangifer tarandus) mengalami kebingungan “jam tubuh” di Kutub Utara saat solstis musim panas atau musim dingin. Saat matahari bersinar 24 jam atau tidak muncul sama sekali, mereka mematikan ritme tidur konvensional.
Studi dari Biological Rhythms menyatakan bahwa rusa kutub mengalami “arrhythmicity”—ketiadaan ritme—dan menyesuaikan aktivitas hanya berdasarkan kebutuhan makan dan cuaca. Mereka benar-benar hidup di luar waktu!
Fenomena ini dianggap sebagai bentuk adaptasi ekstrem agar bisa bertahan di lingkungan tanpa cahaya teratur. Jadi, di dunia rusa kutub, malam bisa berarti makan, dan siang pun bisa untuk istirahat.
3. Kelelawar tropis menghindari solstis demi bertahan hidup

Meski solstis tidak ekstrem di daerah tropis, beberapa spesies kelelawar buah menghindari bulan-bulan sekitar solstis karena perubahan pola hujan dan ketersediaan makanan yang menurun.
Menurut riset dari Journal of Applied Ecology, kelelawar tropis seperti Pteropus vampyrus menunjukkan penurunan aktivitas selama puncak solstis, terutama jika dikaitkan dengan musim kemarau di wilayah Asia Tenggara.
Hal ini memengaruhi siklus reproduksi mereka karena ketersediaan buah yang lebih rendah. Mereka pun menyesuaikan siklus kawin agar anak-anaknya lahir di luar musim solstis dan punya peluang hidup lebih tinggi.
4. Ikan hering gunakan cahaya solstis untuk menetas

Beberapa spesies ikan, seperti ikan herring Atlantik (Clupea harengus) memanfaatkan solstis untuk mengatur waktu menetasnya telur secara sinkron. Ini memastikan larva menetas saat fitoplankton sedang berlimpah karena cahaya maksimal.
Studi dari Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences menunjukkan bahwa puncak penetasan telur terjadi beberapa hari setelah solstis musim semi atau musim panas. Dengan kata lain, ikan ini membaca kalender matahari lebih akurat daripada manusia!
Sinkronisasi ini juga meningkatkan peluang bertahan hidup karena predator lebih sulit memangsa larva dalam jumlah besar sekaligus. Solstis menjadi “alarm biologis” di dunia bawah laut.
5. Lebah mengubah strategi pencarian madu saat solstis

Lebah pekerja, seperti Apis mellifera mengalami perubahan orientasi navigasi saat solstis karena sudut matahari berubah. Mereka menggunakan teknik bernama sun compass untuk menari dan memberi tahu arah makanan.
Menurut studi klasik dari Karl von Frisch (pemenang Nobel), lebah menggunakan posisi matahari untuk melakukan tarian waggle. Saat solstis, mereka menyesuaikan sudut tarian karena matahari berada di posisi tertinggi atau terendah sepanjang tahun.
Perubahan ini berdampak pada efisiensi koloni dalam mencari sumber nektar. Bahkan perbedaan hanya beberapa derajat bisa menentukan apakah sarang bisa bertahan dari musim atau tidak.
Solstis bukan hanya parade astronomi tahunan, tapi juga isyarat kosmik bagi hewan-hewan untuk menyelaraskan hidup. Bagi sebagian besar satwa, matahari bukan hanya sumber energi, tapi juga kompas biologis yang menentukan hidup dan mati.
Di balik megahnya langit saat solstis, tersembunyi ribuan skenario kecil tentang perjuangan makhluk hidup mengikuti irama cahaya. Saat kita menatap mentari di langit tertinggi atau terendah, dunia satwa telah lama membaca arah dari cahayanya.