5 Fakta Great Pacific Garbage Patch, Pulau Sampah di Samudra Pasifik

Pada tahun 1997, seorang kapten bernama Charles Moore mengikuti lomba yacht (balapan kapal siar). Dalam perjalanan pulangnya, dari Hawaii ke California, ia dan awak kapalnya melintasi Samudra Pasifik. Kapten Charles Moore mengatakan kepada Earth Island Journal bahwa ia menyadari adanya serpihan-serpihan sampah dan puing di lautan, yang ia duga sebagai tanda-tanda peradaban manusia.
"Rasanya luar biasa," katanya kepada majalah Natural History pada 2003. "Saya kesulitan menemukan titik (lautan) yang bersih. Dalam seminggu perjalanan, kapan pun saya melihat, banyak plastik mengapung di mana-mana. Mulai dari botol, tutup botol, bungkusan, dan pecahan-pecahan."
Nah, rupanya, Kapten Charles Moore secara tidak sengaja menemukan apa yang sekarang disebut sebagai Great Pacific Garbage Patch atau ada juga yang menyebutnya Pacific Trash Vortex. Apa pun namanya, tumpukan sampah plastik yang mengapung di Samudra Pasifik itu merupakan ancaman bagi kehidupan laut dan salah satu penyebab perubahan iklim. Di sisi lain, upaya untuk memperbaiki masalah ini tidaklah mudah.
Kali ini kita akan membahas apa itu Great Pacific Garbage Patch di Samudra Pasifik. Seberapa bahayanya sampah-sampah ini bagi lingkungan dan makhluk hidup, ya? Mari kita cari tahu!
1. Di mana letak Great Pacific Garbage Patch?

Sebanyak 14 juta ton plastik memasuki lautan dunia setiap tahun, sebagaimana yang dilaporkan Smithsonian Magazine. Sampah yang dibuang ke Samudra Pasifik atau anak-anak sungainya terbawa oleh arus melingkar yang kuat, dan dikenal sebagai pusaran. Ketika pusaran itu menarik sampah, sampah tersebut mengendap dan terkumpul di pusat pusaran yang berair tenang.
Lautan dunia sendiri memiliki lima pusaran. Nah, masing-masing dari lautan dunia ini dipenuhi sampah. Namun, tumpukan sampah di Samudra Pasifik merupakan yang terbesar.
Great Pacific Garbage Patch (tumpukan sampah besar di Samudra Pasifik) ini diperkirakan berisi 79.000 metrik ton sampah, seperti yang dilansir Smithsonian Magazine. Semua sampah itu berada di dalam Pusaran Subtropis Pasifik Utara, yang terdiri dari dua gugusan berbeda. Tumpukan Sampah Barat terletak lebih dekat ke Jepang, sementara Tumpukan Sampah Timur terletak di antara Hawaii dan California. Kedua gugusan ini terhubung oleh pertemuan air Pasifik Selatan yang hangat dan air Arktik yang dingin, yang menciptakan pergerakan di antara kedua wilayah tersebut.
Disebut Zona Konvergensi Subtropis Pasifik Utara, National Geographic menyamakan pertemuan ini seperti jalan raya yang membawa sampah dari satu tumpukan sampah ke tumpukan sampah lainnya. Saat sampah dan puing-puing ini bergerak mengikuti arus, mereka terurai menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Inilah yang dikenal sebagai mikroplastik. Mikroplastik sendiri sangat mematikan bagi kehidupan laut dan manusia.
2. Seperti apa penampakan Great Pacific Garbage Patch?

Nah, setelah kamu tahu apa itu Great Pacific Garbage Patch, kamu pasti membayangkan tumpukan sampahnya seperti pulau. Namun sebaliknya, lautan sampah ini memiliki air yang keruh dan dipenuhi mikroplastik serta serpihan sampah yang lebih besar. Inilah yang membentuk Pusaran Sampah Pasifik. Lautan plastik kecil inilah yang ditemui Kapten Charles Moore pada tahun 1997.
Ia menceritakannya kepada majalah Natural History, "Saat saya memandang dari dek ke permukaan lautan yang seharusnya masih murni dan bersih, sejauh mata memandang, saya dihadapkan pada pemandangan plastik."
Seperti apa penampakan Great Pacific Garbage Patch dari bawah permukaan masih menjadi misteri. Namun, para ilmuwan menemukan bahwa 70 persen sampah di lautan tenggelam ke dasar laut, seperti yang dikutip National Geographic. Kemungkinan besar, Great Pacific Garbage Patch hanyalah puncak gunung es sampah. Namun, masih banyak yang perlu dipelajari tentang plastik dan sampah di bawah permukaan lautnya.
Menurut Forum Ekonomi Dunia, jika kita tidak menghentikan penggunaan plastik saat ini dan mencegah agar plastik-plastik ini tidak berakhir di lautan dunia, perairan Bumi akan menampung lebih banyak sampah plastik daripada ikan pada tahun 2050.
3. Plastik di lautan memiliki konsekuensi yang mematikan

Sampah plastik di Great Pacific Garbage Patch, baik besar maupun kecil, tentu saja menjadi ancaman besar bagi kehidupan laut dan manusia. Mikroplastik merusak sistem dari jaringan makanan laut, mulai dari plankton hingga predator puncak. Plankton dan alga merupakan makanan dasar bagi kehidupan laut. Keduanya merupakan sumber makanan bagi banyak hewan yang nutrisinya berperan dalam rantai makanan.
Nah, jika mikroplastik menutupi permukaan laut, mikroplastik ini tentunya menghalangi sinar matahari yang dibutuhkan plankton dan alga untuk tumbuh. Hal ini menyebabkan banyak hewan laut lainnya kehilangan nutrisi yang diperlukan untuk memelihara rantai makanan.
Di lain sisi, beberapa burung mengira bahwa mikroplastik atau plastik adalah telur ikan. Lebih buruknya lagi, burung-burung ini malah memberikan plastik tersebut kepada anak-anaknya. Jadi tanpa sengaja membunuh anak-anaknya karena kelaparan atau organ tubuhnya mengalami masalah akibat memakan plastik.
Plastik yang berukuran lebih besar juga tidak kalah mematikan. Penyu laut juga mengira kalau kantong plastik sebagai ubur-ubur. Akibatnya, banyak penyu laut yang mati karena mencoba memakan plastik. Sementara itu, anjing laut dan kehidupan laut berukuran besar lainnya terjerat jaring ikan yang dibuang sembarangan. Mereka pun akhirnya mati terjerat karena tidak dapat melarikan diri.
Namun, ancaman paling signifikan dari Great Pacific Garbage Patch sebenarnya tidak terlihat. Polutan dan bahan kimia berbahaya yang keluar dari plastik bekas, seperti bisphenol A (BPA), dikaitkan dengan beberapa masalah kesehatan pada orang dewasa dan anak-anak. Lebih buruknya lagi, plastik bisa menyerap bahan kimia berbahaya seperti polychlorinated biphenyls (PCB), yang dikaitkan dengan kanker, menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat. Jadi, ketika plastik pembawa PCB dikonsumsi oleh biota laut, plastik-plastik ini memasuki rantai makanan dan berlanjut hingga ke mamalia besar, termasuk manusia.
4. Kehidupan laut di pesisir tumbuh subur di tengah lautan

Ada pertanyaan, nih, bagaimana Great Pacific Garbage Patch memengaruhi ekosistem laut. Pada tahun 2021, sebuah studi yang diterbitkan di Nature Communications (2021) berjudul "Emergence of a Neopelagic Community Through the Establishment of Coastal Species on the High Seas," yang ditulis Linsey E. Hara, menemukan bahwa biota laut di pesisir, seperti krustasea, teritip, dan bintang laut justru berkembang pesat di tengah lautan, yang bukan habitat mereka.
Namun, muncul pertanyaan. Apa, sih, yang akan terjadi ketika spesies pesisir ini bersaing untuk mendapatkan makanan dan sumber daya dengan hewan asli di daerah tersebut (lautan). Hal ini pun masih diteliti. Kendati begitu, solusi untuk mengatasi berbagai masalah yang disebabkan oleh Great Pacific Garbage Patch masih belum bisa diatasi. Sayangnya, karena Great Pacific Garbage Patch berada di tengah lautan, tidak ada negara yang mau mengklaimnya untuk memecahkan masalah tersebut. Apalagi, membersihkan mikroplastik dari lautan sekaligus melindungi kehidupan laut itu sangatlah sulit.
5. Bisakah kita mengatasi masalah sampah ini agar tidak berakhir di lautan?

Dikutip Reuters, organisasi nirlaba bernama The Ocean Cleanup, menargetkan untuk membersihkan 90 persen sampah plastik yang terapung di lautan pada tahun 2040. Meskipun begitu, masih ada keraguan akan hal ini. Pasalnya, sponsor dari organisasi tersebut adalah Coca-Cola, yang menduduki peringkat sebagai pencemar plastik terbesar di dunia.
Nah, untuk mencegah masalah ini semakin parah adalah dengan mengurangi atau bahkan tidak menggunakan lagi plastik sekali pakai, seperti kantong plastik, botol plastik, dll. Lalu menggantinya dengan bahan-bahan yang dapat terurai secara hayati. Upaya ini pun harus dilakukan secara serempak, baik di tingkat bisnis, produsen, dan individu.
Kamu pun bisa mengganti kantong plastik dengan membeli kemasan biodegradable atau yang bisa didaur ulang, serta memilah-milah sampah sesuai jenisnya. Selain itu, kamu harus menghindari fast fashion dengan tidak membeli pakaian secara berkala atau berlebihan. Kamu juga bisa membeli barang-barang bekas alih-alih barang baru, seperti yang disarankan para aktivis lingkungan. Selain itu, kerja bakti dengan membersihkan sampah di lingkungan tempat kamu tinggal juga menjadi solusi yang bagus. Namun, faktanya, perusahaan harus turut andil jika ingin melihat perubahan yang substansial bagi Bumi tempat kita tinggal ini.
Mungkin banyak yang mengira kalau Bumi kita sudah teramat rusak oleh polusi dan sampah plastik. Pulau sampah di Samudra Pasifik menandai betapa krisisnya masalah sampah hari ini. Namun, tidak ada kata terlambat untuk melakukan perubahan. Semua ada di tangan kita semua, tergantung apakah kita mau atau tidak?


















