5 Fakta Ular Sanca Hijau, Habitatnya Paling Terancam di Indonesia

Ular sanca pohon hijau atau disebut sanca hijau adalah sejenis ular tak berbisa yang pertama kali dideskripsikan oleh Hermann Schlegel pada 1872. Nama ilmiahnya adalah Morelia viridis. Morelia adalah nama genus ular ini, sedangkan viridis dalam bahasa Latin artinya ‘hijau’, sesuai nama ular tak berbisa tersebut.
Sanca hijau hanya ditemukan di Australia, Papua Nugini dan Indonesia khususnya Papua. Sanca hijau relatif hidup di hutan hujan aktif, walaupun mereka juga ditemukan di hutan yang tak terlalu basah dan wilayah masih segar.
Dilansir Animaldiversity, morf kuning ular tercatat hanya berada di Australia. Sedangkan morf merah tersebar di pulau Biak dan lembah Baliem di Papua, Indonesia dan cekungan sepik di Papua Nugini. Mari telusuri sanca hijau yang berada di hutan Indonesia ini ya.
1.Ular yang pemalu

Ular sanca hijau memilki temperamen alami yang pemalu. Sesuai namanya, sanca ini menghabiskan sebagian besar waktunya di dahan pohon dan melingkari dahan pohon. Lehernya terbebani pegas di belakang pohon dan kepalanya tergeletak di tengah gulungannya.
Lantaran pemalu, sanca hijau cenderung bersembunyi terus-menerus yang statis di satu tempat. Walaupun pemalu dan jika merasa terancam, sanca hijau bisa menggigit untuk membela diri. Apalagi sanca hijau diketahui memiliki lebih dari 100 gigi, lho. Dampak gigitannya harus ditangani lebih komprehensif.
2.Berubah warna seiring usia hingga menjadi hijau

Dilansir Akronzoo, sanca hijau menunjukkan berbagai macam warna. Bayi berwarna merah marun atau kuning. Seiring waktu, pola warna mereka berubah-ubah. Saat periode dewasa, sanca hijau berwarna hijau sebagai ciri khas utamanya. Namun kadang juga berwarna biru dan kuning.
Panjang sanca bisa mencapai 5-6 kaki. Sekujur tubuh hijaunya dilengkapi garis-garis putih atau kuning di punggungnya. Ekornya dapat memegang memungkinkannya bergelantungan di dahan pohon. Kepalanya berukuran besar dan memiliki mata dengan pupil vertikal.
3.Mengidentifikasi mangsa dari tanda panas sang mangsa

Sanca hijau memanfaatkan lubang penginderaan panas di sepanjang bibir mereka untuk merasakan panas tubuh mangsanya dan terkadang sanca akan mencoba untuk memancing mangsanya.
Sanca ini selalu bergelantungan di pohon menggunakan ujung ekornya menggantung ke bawah dan bergerak-gerak untuk melacak pergerakan mangsanya. Menunggu di dahan sekitar 1 meter dari tanah menyambar mangsanya yang tidak curiga mengenai keberadaan sanca hijau.
Seperti ular pada umumnya, makanan utama sanca hijau dewasa adalah hewan pengerat. Makanan mereka lainnya meliputi mamalia kecil dan burung. Sanca remaja biasanya berbulu kadal kecil.
4.Berkamuflase di dahan pohon untuk menghindari predator

Sanca hijau memanfaatkan hijaunya sendiri untuk berkamuflase membantunya menyembunyikan diri dengan lebih baik di habitatnya, hutan hujan. Tak hanya berguna untuk menyembunyikan diri dari mangsanya. Itu juga digunakan untuk menghindari serangan predatornya.
Daftar predator sanca hijau yakni burung jagal hitam, goshawk abu-abu, elang ekor panjang, elang doria, burung hantu rufous, elang meyer, elang harpy papua nugini, dingo dan quoll papua nugini.
5.Ancaman utama si ular terjadi di Papua, Indonesia

Dilansir Brandywinezoo, ular elok ini mengalami ancaman di beberapa wilayah jelajahnya karena perusakan habitat, perdagangan kulit dan perburuan demi dimakan oleh manusia. Ancaman terbesar sanca hijau terjadi di Papua bagian barat Indonesia terhadap perusakan habitatnya untuk perkebunan pulp, kertas, kayu lapis dan kelapa sawit.
Sebab, hutan hujan di Indonesia menjadi salah satu terjadinya laju deforestasi tertinggi di dunia. Alhasil, kini habitat mereka hanya tersisa kurang dari separuh tutupan hutan asli Indonesia.
Kulit sanca hijau benar-benar tumbuh lebih besar secara berkala dan lapisan luarnya terlepas dan diganti. Kulitnya kerap kali terkelupas sebagai satu serpihan di mana terkelupas dari dalam ke luar. Matanya ditutupi oleh sisik transparan dan itu diganti saat ular melepaskan diri.