5 Fakta Erebus, Gunung Berapi yang Berdiri di Dunia Beku Antartika

Perbedaan suhu ekstrim, puncak panas di tengah wilayah beku

Antartika adalah benua yang terletak di kutub selatan dan merupakan salah satu tempat paling dingin di bumi, bahkan lebih dingin dari kutub utara.

Dilansir National Geographic, lapisan es Antartika adalah satu-satunya massa es terbesar di dunia yang tebalnya dapat mencapai empat mil. Sembilan puluh persen es air tawar di planet ini ada di antartika dan itu berarti sekitar 70 persen dari total air tawar yang ada di bumi.

Walau merupakan dunia beku, ada tempat di mana lava panas selalu mengepul di Antartika. Ada beberapa gunung berapi di benua tersebut dan salah satunya adalah Gunung Erebus.

Gunung Erebus merupakan gunung berapi yang terletak paling selatan di dunia yang selalu mengepulkan uap dari lava panas. Apa saja fakta menarik lainnya tentang Gunung Erebus? Simak daftar berikut.

 

1. Gunung berapi paling aktif di Antartika

5 Fakta Erebus, Gunung Berapi yang Berdiri di Dunia Beku Antartikapotret kawah gunung Erebus (commons.wikimedia.org/User: Rémih . Public Domain)

Gunung berapi Erebus pertama kali ditemukan oleh penjelajah kutub bernama Sir James Clark Ross pada tahun 1841. Ross menamai gunung tersebut Erebus, sesuai dengan nama kapal miliknya.

Saat ditemukan, gunung tersebut tengah mengalami erupsi. Gunung Erebus adalah gunung terbesar dari 4 gunung berapi yang membentuk Pulau Ross, yang berbentuk segitiga. 

Gunung Erebus yang selalu aktif ini merupakan bagian dari Cincin Api Pasifik yang terdiri dari 160 gunung berapi aktif. Gunung ini juga salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia.

Erebus terus-menerus mengeluarkan erupsi dan melemparkan 'bom lava', yaitu gumpalan magma yang terlempar ke luar. Erebus juga mengalami ledakan besar, walau terjadi lebih jarang. 

 

2. Memiliki kolam lava

5 Fakta Erebus, Gunung Berapi yang Berdiri di Dunia Beku Antartikapotret danau lava di gunung Nyiragongo (commons.wikimedia.org/User: Caitjeenk)

Bukan hal yang aneh jika gunung berapi memuntahkan lava. Uniknya, tidak hanya memuntahkan lava, Gunung Erebus juga "mengumpulkan" lava dalam cekungan yang akhirnya membentuk kolam. Kolam lava merupakan fitur yang sangat langka.

Melansir Live Science, kolam lava sangat jarang terbentuk sebab untuk membentuk suatu kolam lava yang bertahan lama, gunung berapi harus selalu menyuplai lava panas ke permukaan. Hanya terdapat beberapa kolam lava di dunia, di antaranya di gunung berapi Erebus, gunung berapi Kilauea di Hawaii, gunung berapi Erta Ale di Ethiopia, dan gunung berapi Nyiragongo di Republik Demokratik Kongo.

Danau lava Erebus telah ada sejak tahun 1972. Danau tersebut berdiameter 160 meter dengan kedalaman 100 meter.

Volcano Live melansir bahwa gelembung lava yang muncul di permukaan danau rata-rata berdiameter 30 cm -- 200 cm. Danau yang merupakan lapisan atas dari dapur magma tersebut mengalami hingga enam 6 erupsi strombolian per hari. Magma pada danau lava Erebus merupakan jenis magma yang cukup langka, yakni magma phonolite anorthoclase.

Magma tersebut kaya akan kandungan alkali dan 100 kali lebih kental dari magma basal di danau gunung Kilauea dan Erta Ale.

 

Baca Juga: 5 Tempat Wisata di Antartika, Benua yang Bebas Corona

3. Dianggap polutan alami 

5 Fakta Erebus, Gunung Berapi yang Berdiri di Dunia Beku Antartikapotret puncak gunung Erebus (commons.wikimedia.org/User: Rémih)

Karena selalu aktif, Gunung Erebus kerap mengalami erupsi dan mengeluarkan gas. Beberapa elemen dalam magma gunung sangat mudah menguap yang akhirnya keluar dalam bentuk gas. Gas alam yang keluar dari gunung mengandung unsur-unsur logam, termasuk unsur-unsur yang berbahaya seperti timbal, arsenik dan merkuri.

The Antartic Sun melansir bahwa para ilmuwan percaya elemen-elemen tersebut walau dalam jumlah sedikit, dapat terbang terbawa angin setidaknya sampai kutub selatan yang berada di ketinggian yang cukup tinggi.

Menentukan seberapa besar 'pencemaran alami' yang disebabkan Gunung Erebus terhadap lingkungan Antartika merupakan hal yang cukup menantang. Jika Erebus terus mengeluarkan gas, maka elemen seperti bromin akan terlepas ke troposfer, lapisan atmosfer yang paling dekat dengan bumi, dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi ozon.

Mengutip jurnal dari ScienceDirect, reaksi kimia heterogen yang melepaskan klorin molekuler yang aktif secara fotokimia, merupakan salah satu penyebab utama hancurnya ozon stratosfer Antartika dan menyebabkan lubang.

Hidrogen klorida (HCl) dan sulfur dioksida (SO2) yang merupakan salah elemen yang terdapat pada gas hasil erupsi gunung, dapat membentuk aerosol yang berbahaya bagi ozon. Dapat dikatakan gunung berapi Erebus adalah sumber kuat tambahan yang alami dari HCl dan SO2 di stratosfer, yang dapat menyebabkan penipisan ozon Antartika.

 

4. Memiliki gua es

5 Fakta Erebus, Gunung Berapi yang Berdiri di Dunia Beku Antartikapotret gua gletser Erebus (commons.wikimedia.org/User: Rémih . Public Domain)

Gas dari gunung berapi Erebus tidak selalu berasal dari danau lava. Dapur magma gunung juga mengeluarkan aliran magma panas ke berbagai tempat di sekitar puncak gunung.

Karena gunung dikelilingi es dan cuaca beku, gas panas dari magma yang berusaha keluar dari es, dapat mengeras sebelum akhirnya menguap. Gas tersebut mengeras dan membentuk terowongan mirip ruangan yang terbentuk di bawah lapisan es. Karena berada di bawah lapisan es, suhu di dalam gua dapat mencapai 25 derajat Celcius.

Peneliti menduga terdapat organisme mikroba yang hidup di gua es tersebut. Dilansir News Week, peneliti dari Universitas Nasional Australia menemukan adanya makhluk hidup tak dikenal dari sampel yang mereka ambil. Mikroba-mikroba tersebut diduga tidak membutuhkan sinar mata hari untuk hidup.

Mengutip BBC, mikroba tersebut diduga bertahan hidup dengan memanfaatkan elemen lain, seperti besi dan hidrogen. 

 

 

5. Lokasi kecelakaan pesawat

5 Fakta Erebus, Gunung Berapi yang Berdiri di Dunia Beku Antartikapotret monumen peringatan di Waikumete bagi korban pesawat yang jatuh di gunung Erebus (commons.wikimedia.org/User: Phantomwiki )

Pada 28 November 1979, pesawat Air New Zealand DC-10 jatuh di sisi Gunung Erebus. Pesawat membawa 237 penumpang dan 20 orang awak pesawat.

Pesawat dengan nomor penerbangan TE901 tersebut merupakan pesawat dengan penerbangan wisata udara dari Auckland ke Antartika yang memakan waktu penerbangan pulang-pergi 11 jam tanpa henti. Program wisata pesawat dibuka oleh Air New Zealand pada tahun 1977 dan merupakan tur pesawat yang cukup populer. 

Dilansir BBC, kecelakaan tersebut diakibatkan oleh dua hal, yakni kesalahan rute dan fenomena whiteout.

Pilot pesawat, Kapten Jim Collins, membawa pesawat dengan pola  yang sama akan tetapi di rute yang berbeda. Es dan awan yang berwarna putih terang memberikan ilusi bahwa jarak pandang cukup cerah. Hal ini membuat pilot mengira yang dilihatnya hanyalah awan dan salju sehingga tidak menyadari bahwa yang di hadapannya adalah Gunung Erebus. Pesawat akhirnya menabrak sisi gunung dan menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat.

Sir Edmund Hillary, seorang penjelajah terkenal seharusnya ikut naik ke pesawat tersebut tetapi membatalkan perjalanannya di saat-saat terakhir. Puing-puing kecelakaan masih terlihat walau telah dilakukan pembersihan dan dikatakan ada 44 jasad yang tidak teridentifikasi selama masa pencarian.

Sisa-sisa korban kecelakaan yang tidak diklaim dimakamkan di sebuah monumen peringatan di Pemakaman Waikumete di West Auckland, Selandia Baru. 

Hingga saat ini, bumi masih diakui sebagai tempat yang ideal bagi kehidupan dan rumah bagi banyak jenis organisme. Dalam berbagai lokasi dan iklim kerap ditemukan kehidupan dalam berbagai bentuk dan rupa, bahkan dalam kondisi ekstrim. Bumi juga masih menyimpan misteri dan keunikan yang masih harus dipelajari oleh manusia.

Baca Juga: 5 Perbedaan Antara Antartika dan Arktika, Jangan Salah Lagi Ya

MONICA GRACIA Photo Verified Writer MONICA GRACIA

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dwi Rohmatusyarifah
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya