5 Ritual “Pemakaman” Paling Unik di dunia Hewan, Mengharukan!

- Gajah memiliki ritual pemakaman yang unik, mereka berkumpul mengelilingi jenazah dan melakukan penguburan parsial.
- Primata seperti simpanse dan gorila juga menunjukkan perilaku duka yang mirip dengan manusia, bahkan memiliki terapi sendiri untuk mengatasi rasa kehilangan.
- Mamalia air seperti lumba-lumba dan paus menunjukkan duka yang mendalam, terutama antara induk dan anaknya, serta seluruh kelompok ikut berdukacita.
Kalau ngomongin soal ritual pemakaman atau rasa duka, kita pasti langsung kepikiran itu urusan manusia saja, kan? Seperti halnya kita yang punya upacara pemakaman, kita menangis, kita merasa kehilangan, dan kita sering anggap perasaan ini adalah sesuatu yang eksklusif cuma buat kita. Kita semua merasa spesial karena kitalah satu-satunya makhluk yang mengerti konsep perpisahan.
Namun ternyata, di alam liar, kita nggak sendirian. Para ilmuwan semakin sering menemukan bukti-bukti mengharukan kalau banyak hewan juga punya "ritual" mereka sendiri saat menghadapi kematian. Tentu, caranya beda-beda. Ada yang melakukannya karena murni insting kebersihan, tapi banyak juga yang kelihatannya didorong oleh ikatan sosial dan emosi yang kuat. Dari gajah yang "melayat" bareng sampai lumba-lumba yang nggak mau ngelepasin jenazah anaknya, yuk, kita lihat cara-cara unik dunia hewan "mengucapkan selamat tinggal". Simak artikel ini sampai tuntas, ya!
1. Gajah

Kalau kamu belum tahu, gajah terkenal punya ikatan sosial yang kuat dan ingatan yang tajam. Jadi, kalau ada satu anggota keluarganya yang mati, mereka gak akan langsung ninggalin gitu saja. Sebaliknya, seluruh kawanan akan berhenti dan berkumpul mengelilingi jenazah, kayak lagi “melayat”. Mereka akan diam sejenak, lalu mulai menyentuh, mengendus, dan meraba-raba tubuh yang sudah kaku itu dengan belalai mereka, seolah mencoba memahami apa yang terjadi.
Hal yang paling bikin takjub dari ritual mereka adalah "penguburannya". Gajah-gajah ini akan bekerja sama menarik ranting-ranting pohon, mencabut rumput, dan mengumpulkan tanah, lalu menutupi jenazah temannya itu. Ini adalah bentuk "pemakaman" parsial yang paling jelas terlihat di dunia hewan. Dan "ziarah" mereka nggak berhenti di situ. Gajah Afrika dikenal akan sengaja kembali mengunjungi lokasi tempat temannya dikubur atau di mana ada tulang-belulang gajah, bahkan bertahun-tahun setelahnya. Mereka bakal diam lagi di sana, menyentuh tulang-tulang itu dengan belalainya, seolah sedang mengenang.
2. Primata (simpanse, gorila, dan babun)

Sebagai "sepupu" terdekat kita di alam, kelakuan primata pas lagi berduka itu mungkin yang paling mirip sama manusia dan sering bikin peneliti terharu. Perilaku yang paling sering dicatat adalah apa yang dilakukan induk simpanse atau gorila kalau bayinya mati. Si induk nggak akan langsung meninggalkan jenazah bayinya. Sebaliknya, dia bakal menggendong tubuh kaku itu ke mana pun dia pergi, kadang sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan sampai jenazahnya kering jadi mumi. Selama itu, dia tetap "merawat", membersihkan (grooming), dan melindungi jenazah itu. Anggota kelompok lain juga sering terlihat berkumpul, menyentuh-nyentuh, atau membuka mata jenazah, seolah bingung dan mencoba membangunkannya.
Nggak cuma soal perilaku, "rasa duka" mereka ternyata bisa diukur secara ilmiah. Penelitian pada babun membuktikan ini. Ketika seekor babun kehilangan anggota keluarga dekatnya, level hormon stres di darahnya langsung melonjak tinggi. Terus, gimana cara mereka "healing"? Ternyata mereka punya "terapi" sendiri. Mereka akan jadi lebih sering melakukan grooming (saling membersihkan atau membelai) satu sama lain. Aktivitas sosial ini terbukti melepaskan hormon oksitosin (hormon cinta atau tenang) yang ampuh menekan hormon stres tadi. Ini menunjukkan kalau mereka secara aktif mencari kenyamanan sosial buat mengatasi rasa kehilangan.
3. Mamalia air (lumab-lumba dan paus/orca)

Ritual duka nggak cuma ada di daratan. Di lautan, mamalia cerdas kayak lumba-lumba dan paus juga menunjukkan duka yang mendalam, terutama antara induk dan anak. Sama kayak primata, induk lumba-lumba atau orca (paus pembunuh) yang anaknya sering banget mati, terlihat nggak rela melepaskan jenazah bayinya. Mereka akan menggunakan kepala, punggung, atau moncong mereka untuk terus mendorong dan menyeimbangkan jenazah si anak di permukaan air, seolah-olah berusaha membantunya bernapas lagi. Perilaku ini bisa mereka lakukan berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, meskipun jenazahnya sudah mulai membusuk.
Ini bukan cuma perilaku si induk. Seluruh kelompok juga akan ikut "berkabung". Mereka akan sengaja melambatkan laju renang mereka buat menemani si induk dan jenazah bayinya. Mereka juga akan ikut berjaga-jaga, berenang mengelilingi jenazah, dan sering kali bersikap protektif, misalnya dengan mengusir burung laut atau bahkan manusia penyelam yang mencoba mendekat. Para ilmuwan melihat ini sebagai tanda stres emosional yang jelas akibat putusnya ikatan sosial yang kuat di antara mereka.
4. Burung gagak

Kalau hewan-hewan sebelumnya kelihatannya tulus berduka, ritual "pemakaman" ala Burung Gagak ini beda cerita. Mereka ini lebih mirip tim penyelidik yang lagi melakukan olah TKP dari keluarga yang lagi “berkabung”. Ritualnya hampir selalu dimulai oleh satu gagak yang menemukan temannya mati. Dia nggak akan diam aja, tapi bakal langsung "teriak-teriak" mengeluarkan "panggilan alarm" yang kencang dan berisik.
Nah, fungsi panggilan tadi untuk manggil semua gagak lain di area itu buat kumpul. Nggak lama kemudian, puluhan gagak bakal terbang dan berkumpul di atas lokasi kejadian, berkoak-koak dengan ribut. Anehnya, mereka hampir nggak pernah menyentuh jenazah temannya itu. Para ilmuwan, seperti Kaeli Swift yang terkenal meneliti ini, menyimpulkan kalau ini bukan ritual kesedihan. Ini adalah "momen belajar" yang sangat penting. Mereka berkumpul buat "investigasi" tentang kenapa temannya tersebut mati. Dengan begitu, semua gagak jadi tahu lokasi atau ancaman apa yang harus mereka hindari di masa depan.
5. Serangga sosial (semut, lebah, dan rayap)

Kalau hewan lain ritualnya tentang berkabung, "ritual pemakaman" ala serangga sosial ini 100% soal efisiensi. Koloni kayak semut, lebah, dan rayap itu padat penduduknya. Kalau ada satu yang mati dan dibiarin aja, itu bisa jadi bom waktu penyebab penyakit. Makanya, mereka punya "petugas pemakaman" khusus. Semut, misalnya, akan mengangkut jenazah temannya dan menguburnya di "kamar kuburan" khusus yang sudah disiapkan di dalam sarang.
Tujuan utama mereka untuk menjaga kebersihan alias sanitasi. Jenazah yang membusuk itu tempat ideal buat jamur dan bakteri berkembang biak, yang bisa menghancurkan seluruh koloni. Makanya mereka harus gerak cepat. Lebah punya tim yang tugasnya cuma ngangkut mayat, lalu terbang jauh-jauh dan membuangnya dari sarang. Rayap mungkin yang paling praktis: kalau jenazahnya masih segar, mereka akan memakannya, tapi kalau sudah mulai membusuk, mereka akan menguburnya rapat-rapat biar nggak jadi sumber penyakit.
Jadi, jelas banget ya kalau ritual pemakanan tuh bukan cuma dilakukan oleh manusia. Memang sih, alasan di baliknya beda-beda banget. Di satu sisi, kita melihat gajah, primata, dan lumba-lumba yang memperlakukan kematian secara haru. Namun di sisi lain, ada spesies hewan yang ritualnya untuk menjaga kebersihan koloni. Satu yang pasti, dunia hewan punya cara-cara yang kompleks dan menakjubkan untuk merespons tentang kematian, ya.

















