Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Indonesia Setop Impor Solar Mulai Paruh Kedua 2026

Pengembangan biodiesel yang dilakukan Kementerian ESDM.
Pengembangan biodiesel yang dilakukan Kementerian ESDM. (dok. Kementerian ESDM)
Intinya sih...
  • Target penerapan B50 mulai 2026, sehingga diharapkan Indonesia bisa setop impor solar pada semester II-2026
  • Menteri ESDM Bahlil Lahadalian menyebut, ini sebagai keputusan berani pemerintah
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah menargetkan penerapan B50 mulai 2026. B50 adalah campuran bahan bakar biodiesel sebanyak 50 persen dengan solar (diesel) sebanyak 50 persen.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan, jika program tersebut berjalan sesuai rencana, Indonesia tidak lagi akan melakukan impor solar.

"Kemarin sudah kami rataskan, atas arahan Bapak Presiden, sudah dirataskan, sudah diputuskan bahwa 2026, insyaallah akan kita dorong ke B50. Dengan demikian tidak lagi kita melakukan impor solar ke Indonesia," katanya dalam Investor Daily Summit yang tayang secara daring, Kamis (9/10/2025).

1. Targetnya diimplementasikan mulai semester II-2026

IMG_1884.jpeg
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Bahlil menjelaskan, uji coba untuk bahan bakar B50 saat ini sudah dilakukan sebanyak tiga kali. Pemerintah kini sedang menjalankan tahap pengujian terakhir yang membutuhkan waktu sekitar enam hingga delapan bulan.

Uji tersebut dilakukan pada berbagai jenis mesin, seperti kapal, kereta, dan alat berat. Jika seluruh hasil pengujian dinyatakan layak, pemerintah akan mengambil keputusan untuk menerapkan B50 secara penuh.

"Kalau sudah keputusan B50 maka insyaallah tidak lagi kita melakukan impor solar 2026, insyaallah semester II. Dalam agenda kita memang pemaparan saya dengan tim itu semester II," sebutnya.

2. Bahlil sebut sebagai keputusan berani pemerintah

Screenshot_20251009_141952_YouTube.jpg
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. (Investor Daily Summit)

Bahlil menilai keputusan pemerintah untuk menghentikan impor solar dan beralih ke biodiesel merupakan langkah berani. Dia menyebut, kebijakan itu tidak selalu diterima dengan mudah karena bersinggungan dengan kepentingan para importir.

"Ini keputusan berani, karena berhadapan sama importir. Nanti habis ini viral lagi kita ngomong begini. Memang kalau ada yang terganggu itu pasti begitu," ungkapnya.

Dia menegaskan, negara harus memiliki arah dan visi yang jelas dalam mengelola sumber daya energi. Menurutnya, kebijakan energi nasional harus berpihak pada kepentingan rakyat dan bangsa, bukan pada kelompok tertentu.

3. Konversi ke biodiesel sudah dimulai sejak 2016

Biodiesel.
Biodiesel. (dok. Kementerian ESDM)

Sejak 2016, pemerintah telah menerapkan kebijakan biodiesel untuk mengurangi impor minyak dan beban subsidi. Kala itu konsumsi solar nasional mencapai sekitar 39 hingga 40 juta barel per tahun.

Program tersebut dimulai dari B10, kemudian meningkat ke B20, B30, dan kini menuju B40. Dengan penerapan B40, impor solar turun menjadi sekitar 4,9 juta barel, atau hanya sekitar 10 persen dari total konsumsi nasional.

"Itu untuk meningkatkan nilai petani di sawit, dan mengurangi impor kita solar, agar uang kita devisa kita tidak lari keluar. Dan sekarang sudah mencapai B40," sebut Bahlil.

4. Pemerintah siapkan strategi jaga pasokan CPO

ilustrasi tandan buah segar (TBS) atau buah sawit. (IDN Times/Trio Hamdani)
ilustrasi tandan buah segar (TBS) atau buah sawit. (IDN Times/Trio Hamdani)

Terkait ketersediaan bahan baku, Bahlil menuturkan Indonesia sebagai eksportir CPO terbesar di dunia memiliki potensi besar untuk memenuhi kebutuhan biodiesel dalam negeri. Pemerintah disebut telah menyiapkan tiga langkah utama untuk menjamin pasokan CPO tetap aman.

Pertama adalah melakukan intensifikasi terhadap lahan sawit yang sudah ada. Kedua, membuka lahan baru yang berpotensi untuk produksi CPO. Ketiga, jika diperlukan, pemerintah akan mengurangi kuota ekspor untuk memastikan kebutuhan biodiesel terpenuhi.

"Ada tiga, intensifikasi lahan, membuka lahan baru, dan mengurangi ekspor. Kalau intensifikasi dan pembukaan lahan itu bagus ya tidak perlu mengurangi ekspor," tuturnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us

Latest in Business

See More

RI Bisa Raup Rp2.400 Triliun dari Hilirisasi Kelapa

09 Okt 2025, 21:20 WIBBusiness