Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Iran dan AS Bakal Rugi dengan Penutupan Selat Hormuz, Kok Bisa?

Ilustrasi kapal tanker yang melewati Selat Hormuz. (Unsplash.com/Alexandr Popadin)
Ilustrasi kapal tanker yang melewati Selat Hormuz. (Unsplash.com/Alexandr Popadin)

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengambil langkah mengejutkan dengan mengebom tiga fasilitas nuklir milik Iran pada akhir pekan lalu. Insiden itu lantas membuat ketakutan terhadap meluasnya konflik di Timur Tengah.

Bergabung dengan Israel dalam aksi militer barat terbesar melawan Republik Islam sejak revolusi 1979, dunia kini bersiap menghadapi tanggapan Iran.

Para analis mengatakan, salah satu cara Iran dapat membalas adalah dengan menutup Selat Hormuz, rute perdagangan penting yang dilalui lebih dari seperlima pasokan minyak dunia, 20 juta barel, dan sebagian besar gas cairnya setiap hari.

Iran di masa lalu sebenarnya juga sempat mengancam akan menutup selat tersebut, yang membatasi perdagangan dan berdampak pada harga minyak dunia, tetapi tidak pernah merealisasikan ancaman tersebut.

Lantas, apa itu Selat Hormuz dan bagaimana perannya terhadap perdagangan dunia? Berikut ulasannya seperti dikutip The Guardian.

1. Apa itu Selat Hormuz?

Peta Selat Hormuz (commons.wikimedia.org/Goran_tek-en, free license)

Selat Hormuz secara geostrategis penting bagi AS dan dunia mengingat kekuatan ekonomi global sangat bergantung pada aliran minyak karena letaknya merupakan titik persimpangan minyak paling penting di dunia.

Selat Hormuz terletak di antara Oman dan Iran dan menghubungkan Teluk Persia di utara dengan Teluk Oman di selatan serta Laut Arab di seberangnya. Selat Hormuz memiliki lebar 33 kilometer pada titik tersempitnya dengan jalur pelayaran hanya selebar tiga kilometer.

2. Mengapa Selat Hormuz penting bagi dunia?

ilustrasi kapal tanker (unsplash.com/thanasis_p)
ilustrasi kapal tanker (unsplash.com/thanasis_p)

Sekitar seperlima dari total konsumsi minyak dunia melewati Selat Hormuz. Kemudian, di antara awal 2022 dan bulan lalu, ada kurang lebih 17,8 juta hingga 20 juta barel minyak mentah, kondensat, dan bahan bakar, mengalir melalui selat tersebut setiap harinya, menurut data dari firma analitik Vortexa.

Anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), yakni Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Irak, mengekspor sebagian besar minyak mentahnya melalui selat tersebut, terutama ke Asia. Armada Kelima AS yang berpusat di Bahrain pun ditugaskan untuk melindungi pengiriman komersial di wilayah tersebut.

3. Apa yang terjadi jika Selat Hormuz ditutup?

Ilustrasi harga minyak (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi harga minyak (IDN Times/Arief Rahmat)

Menutup Selat Hormuz memiliki keuntungan bagi Iran karena menjadi sarana untuk mengenakan biaya langsung pada Trump, sebab akan memicu lonjakan harga minyak dengan efek inflasi hampir langsung di AS dan seluruh dunia.

Namun, tindakan itu juga akan merugikan Iran secara ekonomi. Minyak Iran menggunakan gerbang yang sama dan menutup Hormuz berisiko melibatkan negara-negara Teluk Arab, yang sangat kritis terhadap serangan Israel, ke dalam perang untuk melindungi kepentingannya.

Secara khusus, menutup selat itu akan sangat merugikan China. Ekonomi terbesar kedua di dunia itu membeli hampir 90 persen ekspor minyak Iran, yang menjadi sasaran sanksi internasional.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, telah meminta China untuk membantu menghentikan Iran menutupnya. Dia sadar China ketergantungan pasokan mintak dari Hormuz dan bisa fatal akibatnya jika penutupan benar-benar dilakukan.

"Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka mengenai hal itu. Sebab, mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk minyaknya. Jika mereka melakukannya, itu akan menjadi kesalahan besar lainnya."

"Itu sama saja dengan bunuh diri secara ekonomi bagi mereka jika mereka melakukannya," lanjjtnya.

Selain itu, sudah ada laporan beberapa supertanker telah berbalik arah di jalur perairan strategis tersebut menyusul serangan AS.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us