Kontroversi di Balik Euforia Pertumbuhan Ekonomi

- Belanja masyarakat jadi andalan: Konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi terbesar pada pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025, sebesar 2,64 persen dari total pertumbuhan 5,12 persen.
- Pemerintah semringah pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 capai 5,12 persen: Pemerintah menyambut baik pertumbuhan ekonomi yang mengungguli banyak negara, termasuk Amerika Serikat (AS).
- Celios minta PBB investigasi BPS soal data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025: Center of Economic and Law Studies (Celios) meminta Badan Statistik PBB untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Jakarta, IDN Times - Data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 sempat menimbulkan polemik lantaran dianggap tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Pada 5 Agustus 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) pada kuartal II-2025.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2025, bila dibandingkan dengan triwulan II 2024 atau secara year-on-year tumbuh 5,12 persen," kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Wilayah BPS, Moh Edy Mahmud saat konferensi pers.
Edy menjelaskanm nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK) pada kuartal II-2025 mencapai Rp3.396,3 triliun, meningkat dari Rp3.231,0 triliun pada kuartal II-2024. Sementara, PDB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) tercatat sebesar Rp5.947,0 triliun, naik dari Rp5.536,6 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Secara kuartalan atau quarter-to-quarter (qtq), ekonomi Indonesia tumbuh 4,04 persen dibandingkan kuartal I-2025. Pada kuartal sebelumnya, PDB ADHK tercatat Rp3.264,5 triliun dan PDB ADHB sebesar Rp5.665,9 triliun.
“Bila dibandingkan dengan triwulan I-2025 atau q-to-q tumbuh sebesar 4,04 persen," ujar Edy.
1. Belanja masyarakat jadi andalan

Selain itu, Edy turut melaporkan konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan terbesar ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025. Konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 2,64 persen terhadap total pertumbuhan 5,12 persen. Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan juga ditopang oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan ekspor.
"Konsumsi rumah tangga masih menjadi sumber pertumbuhan terbesar, yaitu sebesar 2,64 persen dari 5,12 persen pada pertumbuhan ekonomi di triwulan II," kata Edy.
BPS mencatat perkembangan distribusi dan pertumbuhan PDB Indonesia menurut pengeluaran pada kuartal II-2025 secara tahunan (yoy).
Komponen konsumsi rumah tangga memiliki distribusi sebesar 54,25 persen dan tumbuh 4,97 persen. PMTB menyumbang 27,83 persen terhadap PDB dan tumbuh 6,99 persen. Komponen ekspor mencatat distribusi sebesar 22,28 persen dan mengalami pertumbuhan 10,67 persen.
Sementara itu, konsumsi pemerintah berkontribusi sebesar 6,93 persen, tetapi mengalami kontraksi sebesar 0,33 persen. Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) menyumbang 1,35 persen dan tumbuh 7,82 persen. Sementara itu, impor tercatat dengan distribusi negatif sebesar 20,66 persen, namun tumbuh sebesar 11,65 persen secara tahunan.
"Secara year-on-year seluruh komponen mengalami pertumbuhan positif kecuali konsumsi pemerintah," ujar Edy.
BPS melaporkan konsumsi rumah tangga terus mencatat pertumbuhan pada kuartal II-2025. Pertumbuhan terjadi seiring dengan meningkatnya belanja kebutuhan primer dan mobilitas rumah tangga.
Kebutuhan bahan makanan dan makanan jadi meningkat karena aktivitas pariwisata selama periode libur hari besar keagamaan seperti Idul Fitri, Waisak, Kenaikan Isa Almasih, dan Idul Adha, serta libur sekolah.
"Mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong peningkatan konsumsi untuk transportasi dan restoran," kata Edy.
Di sisi lain, komponen PMTB juga mencatat pertumbuhan dan didorong oleh investasi swasta serta pemerintah. Sementara belanja modal pemerintah tumbuh 30,37 persen yoy, terutama pada pengadaan mesin dan peralatan. Sementara itu, impor barang modal jenis mesin tumbuh sebesar 28,16 persen yoy.
Pada sisi eksternal, ekspor tercatat tumbuh positif pada barang nonmigas dan jasa. Beberapa komoditas barang nonmigas yang mengalami peningkatan nilai dan volume ekspor antara lain adalah lemak dan minyak hewan/nabati; besi dan baja; mesin dan peralatan listrik; serta kendaraan dan bagiannya.
"Pertumbuhan ekspor jasa salah satunya didorong oleh peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara," ujar Edy.
2. Pemerintah semringah pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 capai 5,12 persen

Pada hari yang sama setelah pengumuman BPS, pemerintah pun menggelar konferensi pers pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta. Beberapa menteri pun hadir dalam konferensi pers tersebut.
Ada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani, Menteri Perdagangan Budi Susanto, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait (Ara), dan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana.
Senyum dan tawa pun menghiasi wajah para pejabat tersebut, merasa senang dengan data pertumbuhan ekonomi yang baru dirilis BPS pada pagi harinya. Konferensi pers dimulai dengan pemaparan dari Airlangga terkait kinerja perekonomian Indonesia selama kuartal II-2025. Airlangga pun bersyukur atas capaian pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang kembali berada di level 5 persen.
"Apa yang diumumkan tadi pagi alhamdulillah kita kembali ke jalur lima persen, jadi 5,12 Indonesia. Indonesia hanya di bawah China yang 5,2 persen," kata Airlangga.
Rasa senang kian membuncah di dalam diri Airlangga dan jajaran pejabat yang hadir dalam konferensi pers lantaran pertumbuhan ekonomi Indonesia mengungguli banyak negara, termasuk Amerika Serikat (AS). Airlangga menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia unggul atas Malaysia dan Singapura serta AS yang hanya 2 persen.
“Di antara negara G20 dan ASEAN kita salah satu yang tertinggi. Kalau kita lihat di triwulan dua secara regional tumbuh positif. Kita lihat di Sumatra 4,98 persen, Jawa 5,24 persen, Bali 3,73 persen, kemudian Kalimantan 4,95 persen, kemudian Sulawesi 5,83 persen, Maluku-Papua 3,3 persen," kata Airlangga.
3. Celios minta PBB investigasi BPS soal data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025

Selang beberapa hari kemudian, tepatnya pada 8 Agustus 2025, Center of Economic and Law Studies (Celios) merilis pernyataan yang menyebutkan data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 rilisan BPS menimbulkan indikasi adanya perbedaan dengan kondisi riil perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah data terkait dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan dan investasi atau PMTB.
Sebagai lembaga pemerintah yang tunduk pada standar statistik internasional, BPS perlu bebas dari kepentingan politik, transparan dan menjaga integritas data. Oleh karena itu, dalam rangka merespons kejanggalan data BPS, Celios sebagai lembaga penelitian independen mengirimkan surat permintaan investigasi pada Badan Statistik PBB, yakni United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira menyatakan, sikap tersebut dilakukan Celios menjadi upaya untuk menjaga kredibilitas data BPS yang selama ini digunakan untuk berbagai penelitian oleh lembaga akademik, analis perbankan, dunia usaha termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan masyarakat secara umum.
“Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi pada triwulan ke-II 2025 yang sebesar 5,12 persen year-on-year. Kami coba melihat ulang seluruh indikator yang disampaikan BPS, dan menemukan industri manufaktur tumbuh tinggi, padahal PMI Manufaktur tercatat kontraksi pada periode yang sama," kata dia.
Bhima mengatakan, porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah yakni 18,67 persen dibanding kuarta II-2025 yang sebesar 19,25 persen, yang artinya deindustrialisasi prematur terus terjadi. Data PHK massal terus meningkat, dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya.
"Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68 persen year on year? Data yang tidak sinkron tentu harus dijawab dengan transparansi,” ujar Bhima.
Sementara itu, Direktur Kebijakan Fiskal Celios, Media Wahyudi Askar menambahkan, jika benar terjadi tekanan institusional atau intervensi dalam penyusunan data oleh BPS, maka itu bertentangan dengan Fundamental Principles of Official Statistics yang diadopsi oleh Komisi Statistik PBB.
Dia mengatakan, data yang kredibel bukan hanya persoalan teknis, tetapi berdampak langsung terhadap kredibilitas internasional Indonesia, dan kesejahteraan rakyat. Data ekonomi yang tidak akurat, khususnya jika pertumbuhan dilebih-lebihkan, dapat menyesatkan pengambilan kebijakan.
"Bayangkan, dengan data yang tidak akurat, pemerintah bisa keliru menunda stimulus, subsidi, atau perlindungan sosial karena menganggap ekonomi baik-baik saja. Pelaku usaha, baik itu besar dan UMKM, para investor dan masyarakat pasti akan bingung dan terkena dampak negatif,” tutur Media.
Celios pun berharap UNSD dan UN Statistical Commission segera melakukan investigasi teknis atas metode penghitungan PDB Indonesia, khususnya pada kuarta II-2025.
“Kami juga berharap UNSD dan UN Statistical Commission mendorong pembentukan mekanisme peer-review yang melibatkan pakar independen, serta dukungan reformasi transparansi di tubuh BPS. Keinginan masyarakat itu sederhana, agar pemerintah Indonesia menghitung pertumbuhan ekonomi dengan standar SDDS Plus sehingga datanya dapat dipertanggungjawabkan,” kata Media.
Wahyudi Askar mengatakan, pihaknya telah mendapatkan balasan dari Kepala Komite Statistik PBB pada Senin (11/8/2025) malam. "Tadi malam sudah dibalas dan mereka akan merespons itu. Sudah dibalas oleh Komisi Statistiknya PBB, head-nya," ujarnya pada 12 Agustus 2025 lalu.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda mengatakan, ketidakpercayaan terhadap data BPS didasari pada anomali yang terjadi terkait data historis.
“Pertumbuhan ekonomi triwulan-II 2025 yang lebih tinggi dibandingkan triwulan yang ada momen Ramadan-Idul Fitri terasa janggal. Hal ini dikarenakan tidak seperti tahun sebelumnya di mana pertumbuhan triwulanan paling tinggi merupakan triwulan dengan ada momen Ramadan-Idul Fitri. Triwulan I- 2025 saja hanya tumbuh 4,87 persen year on year, jadi cukup janggal ketika pertumbuhan triwulan II mencapai 5,12 persen," tutur Huda.
Huda menambahkan, dengan sumbangan mencapai 50 persen dari PDB, ada kejanggalan saat pertumbuhan konsumsi rumah tangga kuartal I-2025 hanya 4,95 persen, tapi pertumbuhan ekonomi pada angka 4,87 persen.
“Tidak ada momen yang membuat peningkatan konsumsi rumah tangga meningkat tajam. Indeks keyakinan konsumen (IKK) juga melemah dari Maret 2025 sebesar 121,1 turun menjadi 117,8 (Juni 2025)," kata Huda.
4. Presiden hingga menteri kompak bantah manipulasi data BPS

Pernyataan sikap yang disampaikan Celios beserta para ekonomnya pun ditanggapi santai oleh pemerintah, baik dari Presiden Prabowo Subianto hingga jajaran menterinya.
Prabowo disebut tetap optimistis menanggapi rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2025 yang mencapai 5,12 persen. Hal itu disampaikan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) yang saat itu masih dijabat oleh Hasan Nasbi. Dia mengatakan, Prabowo menilai capaian tersebut menunjukkan strategi transformasi nasional masih berada di jalur yang tepat.
“Pak Presiden kemarin optimis, Presiden bilang dengan pertumbuhan ekonomi seperti ini artinya strategi transformasi nasional kita sedang berada di jalan yang benar. Itu kata-kata Presiden kemarin menanggapi hasil pengumuman pertumbuhan ekonomi kita,” kata Hasan.
Tidak hanya dari sisi Prabowo, Hasan pun turut merespons pihak-pihak yang meragukan data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025. Dia menilai sebagian kalangan hanya percaya data saat angkanya menurun, tetapi meragukan saat datanya menunjukkan peningkatan.
Hasan menegaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tercatat sebesar 5,12 persen tetap harus dilihat secara objektif, bukan seperti mempercayai ramalan zodiak yang hanya dipercaya jika sesuai keinginan.
"Jangan kemudian kalau turun dipercaya, kalau naik kemudian menjadi tidak percaya. Kita kan nggak memperlakukan ini seperti ramalan zodiak kan. Kalau sesuai kita percaya, kalau nggak sesuai kemudian kita nggak," kata Hasan.
Hasan memastikan pemerintah tidak pernah menutup-nutupi kondisi ekonomi. Dia menjelaskan BPS tetap merilis data apa adanya, baik ketika pertumbuhan melambat maupun meningkat.
“Pemerintah itu jujur-jujur aja lho mengeluarkan data. Kalau turun dibilang turun, kalau naik dibilang naik," ujarnya.
Hasan merinci saat kuartal IV-2024, setelah Presiden Prabowo menjabat, pertumbuhan ekonomi tercatat 5,02 persen. Selanjutnya, kuartal I-2025 turun menjadi 4,87 persen, dan keduanya disampaikan secara terbuka.
Dia kembali menekankan data dari BPS tidak berubah metode dan data di atas tetap berada di bawah pemerintahan yang sama, sehingga seharusnya diterima secara konsisten, tanpa bias.
"Tapi memang ada sebagian kalangan yang kalau turun dia percaya, kalau naik dia tidak percaya. Padahal dikeluarkan oleh pemerintahan yang sama, dikeluarkan oleh BPS di bawah pemerintahan yang sama," ujar dia.
Kemudian Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menilai, pertumbuhan ekonomi saat ini sudah cukup baik. Dia bahkan menyebut angka tersebut bisa lebih tinggi jika proses deregulasi berjalan dengan maksimal.
“Saya kira sudah bagus, malah bisa lebih tinggi lagi kalau deregulasinya jalan," kata Luhut menjawab keraguan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Setali tiga uang, Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak ada manipulasi dalam data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 sebesar 5,12 persen yang dirilis BPS. Menurutnya, capaian tersebut sepenuhnya mencerminkan kondisi riil perekonomian nasional.
Dia bahkan berkelakar, jika ada pihak yang meragukan data BPS, berarti ekonom tersebut tidak memahami cara menghitung pertumbuhan ekonomi.
“Angka triwulan II memang seperti itu. Tidak ada manipulasi BPS. Kalau masih ada yang menyangkal, berarti ekonomnya tidak paham. Menteri Keuangan boleh ngomong begitu kan, ya? Jadi lihat juga bagaimana suplai uang di masyarakat,” ujar Purbaya.
Sementara itu, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan, data yang dirilis telah sesuai dengan standar internasional. Dia juga menyatakan, seluruh data pendukung telah siap dan kuat untuk mendukung angka pertumbuhan sebesar 5,12 persen yang diumumkan.
"Kan ada standar internasional. Data-data pendukungnya udah oke. Udah semua. Pendukungnya sudah mantap lah itu," ujar dia.
5. Komponen penghitungan pertumbuhan ekonomi

Ada sejumlah faktor yang menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi tersebut dan disampaikan oleh BPS. Pengeluaran rumah tangga, belanja masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari masih menjadi tulang punggung pertumbuhan. Selama kuartal II-2025, belanja masyarakat tumbuh 4,97 persen, naik tipis dari kuartal sebelumnya
Libur panjang seperti Idul Fitri, Idul Adha, dan libur sekolah membuat masyarakat lebih sering bepergian dan berbelanja, terutama di sektor transportasi, restoran, dan hotel. Pembayaran uang sekolah juga berperan dalam meningkatkan konsumsi di sektor pendidikan.
Kemudian lonjakan investasi, Investasi (penanaman modal) tumbuh signifikan, mencapai 6,99 persen, jauh lebih tinggi dari sebelumnya (2,12 persen). Peningkatan ini utamanya terlihat dari banyaknya proyek konstruksi seperti pembangunan sekolah, rumah susun, dan infrastruktur lainnya.
Ekspor barang Indonesia naik tajam menjadi 10,67 persen karena banyak perusahaan mempercepat pengiriman produk ke Amerika Serikat sebelum tarif baru diberlakukan. Lalu, impor juga meningkat, menandakan naiknya kebutuhan bahan baku dan alat untuk investasi.
Meskipun belanja pemerintah masih minus 0,33 persen, angkanya sudah membaik dibanding kuartal lalu lantaran tahun lalu belanja pemerintah tinggi saat pemilu, sehingga perbandingannya memang cukup berat. Sementara industri manufaktur—sektor pengolahan seperti pabrik dan industri—tumbuh 5,68 persen, lebih tinggi dari sebelumnya. Peningkatan ekspor besi dan baja sangat membantu, tetapi tidak semua industri tumbuh merata.
Misalnya, industri alas kaki (sepatu) justru stagnan dan pertumbuhannya lambat. Akibatnya, penyerapan tenaga kerja belum maksimal. Meski begitu, jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah turun cukup besar, yang artinya kondisi tenaga kerja mulai membaik.
Ekonom Celios, Nailul Huda pun menjelaskan dua cara penghitungan pertumbuhan ekonomi. Pertama adalah dari sisi pengeluaran yang punya beberapa komponen seperti konsumsi, investasi atau PMTB, belanja pemerintah, dan ekspor-impor.
Kedua dari sisi produksi, ada dari sisi sektoral seperti pertanian, industri manufaktur, perdagangan, dan jasa. Itu adalah penghitungan dan komponen yang digunakan untuk memperoleh angka pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 sebesar 4,87 persen.
"Yang kita lakukan dari sisi pengeluaran itu adalah dari sisi konsumsi. Konsumsi ketika Ramadan Lebaran kemarin itu tidak bisa menopang pertumbuhan ekonomi kita cuma 4,87 persen dengan konsumsi kita di 4,96 persen, tapi konsumsi naik jadi 4,97 persen (kuartal II-2025) langsung menggeber pertumbuhan ekonomi sampai 5,12 persen," kata Huda kepada IDN Times di Jakarta, Selasa (26/8).
Konsumsi rumah tangga memang masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini. Tak heran jika Huda meragukan angka pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2025 yang melesat begitu tinggi, sementara pertumbuhan konsumsinya sangat tipis.
Konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 54,25 persen terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) atau berkontribusi 2,64 persen terhadap total pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025, yang mencapai 5,12 persen secara tahunan.
Selain itu, Huda dan Celios juga memberikan catatan terhadap PMTB. Badan Pusat Statistik (BPS) dinilai memasukkan komponen mesin dan sebagainya sangat tinggi sekali serta ada komponen PMTB yang dihasilkan dari proyek strategis nasional (PSN) yang belum terlaksana atau baru sekarang MoU.
"Karena tadi yang kita lihat PMI (Purchasing Managers' Index) kita masih kontraksi, tidak ada ekspansi, tapi industri kita bisa tumbuh sampai 5,68 persen. Itu catatan kita," kata Huda.