Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Masyarakat Turun ke Jalan, Jadi Sinyal Ekonomi Sedang Bermasalah

Suasana demo di Markas Brimob Kwitang, Jakarta Pusat, Sabtu (30/8/2025). (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
Suasana demo di Markas Brimob Kwitang, Jakarta Pusat, Sabtu (30/8/2025). (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
Intinya sih...
  • Pemerintah dinilai gagal respons masalah ekonomiBhima Yudhistira menilai pemerintah gagal dalam menjalankan kebijakan ekonomi, tidak mampu menjawab masalah lapangan kerja, dan ketimpangan dibiarkan melebar.
  • Investor melihat ada masalah fundamentalAksi demonstrasi dianggap sebagai sinyal adanya masalah fundamental dalam ekonomi Indonesia yang belum diselesaikan, menimbulkan ketidakpercayaan dari kegagalan kebijakan ekonomi pemerintah.
  • Momentum rebound global bisa terlewatkanRisiko hilangnya momentum pemulihan ekonomi global terjadi jika daya beli domestik yang rendah bertemu dengan kemarahan publik yang meluas, serta relokasi pabrik dari luar neger
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menilai gelombang demonstrasi yang meluas pada akhir Agustus 2025 murni kemarahan publik.

Menurutnya, berbagai indikator sudah menunjukkan pelemahan ekonomi beberapa bulan sebelum aksi protes pecah di berbagai daerah.

"Demonstrasi beberapa hari terakhir murni kemarahan publik. Berbagai indikator menunjukkan merosotnya ekonomi beberapa bulan sebelum terjadinya aksi protes," katanya melalui pesan singkat, Sabtu (30/8/2025).

1. Pemerintah dinilai gagal respons masalah ekonomi

580bc721-26a3-4713-bdb6-54b5c37afd93.jpeg
Sidang Kabinet Paripurna di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (6/8). (dok. Tim Komunikasi Prabowo)

Bhima mengatakan pemerintah gagal dalam menjalankan kebijakan ekonomi. Menurutnya, pemerintah tidak mampu menjawab masalah lapangan kerja, sementara ketimpangan dibiarkan melebar.

"Sayangnya pemerintah baca data yang tidak akurat soal pra kondisi ekonomi yang memicu ledakan protes di berbagai wilayah," sebutnya.

Dia memperingatkan kondisi ekonomi berisiko semakin memburuk karena ketidakpuasan masyarakat tidak direspons secara serius. Menurutnya pemerintah justru terkesan menolak tuntutan publik.

"Termasuk soal reformasi perpajakan, dan evaluasi kembali efisiensi anggaran," paparnya.

2. Investor melihat ada masalah fundamental

ilustrasi investor (freepik.com/pch.vector)
ilustrasi investor (freepik.com/pch.vector)

Bhima mengibaratkan aksi demonstrasi sebagai puncak gunung es. Menurutnya, investor memandang kemarahan publik sebagai sinyal adanya masalah fundamental dalam ekonomi Indonesia yang belum diselesaikan.

"Sehingga timbul distrust (ketidakpercayaan) bukan dari aksi demonya tapi dari kegagalan kebijakan ekonomi pemerintah," paparnya.

Bhima menambahkan, pelemahan nilai tukar rupiah dan meningkatnya aksi jual bersih investor asing di bursa saham menunjukkan persepsi risiko politik yang makin tinggi.

3. Momentum rebound global bisa terlewatkan

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)

Bhima juga menyoroti risiko hilangnya momentum pemulihan ekonomi global. Dia menilai, hal itu bisa terjadi jika daya beli domestik yang rendah bertemu dengan kemarahan publik yang meluas.

Selain itu, dia mengingatkan relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia untuk menghindari kenaikan tarif di Amerika Serikat (AS) berisiko terlewatkan. Dalam pandangannya, situasi tersebut membuat ekonomi Indonesia sulit tumbuh di atas 5 persen.

"Rebound ekonomi global bisa terlewatkan momentumnya jika daya beli domestik yang rendah bertemu dengan kemarahan publik," tambahnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us